Wisuda Generasi Pertama Merdeka Belajar ISI Denpasar Putri Suastini Koster Terima Bali-Dwipantara Nata Kerthi Nugraha

Wisuda Generasi Pertama Merdeka Belajar ISI Denpasar Putri Suastini Koster Terima Bali-Dwipantara Nata Kerthi Nugraha

Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar mewisuda sebanyak 466 lulusan Sarjana, Sarjana Terapan, dan Magister Seni. Sebanyak 70 persen diantaranya merupakan lulusan program pembelajaran Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) semester gasal 2021/2022. Serangkaian acara itu juga dianugerahkan Bali-Dwipantara Nata Kerthi Nugraha, penghargaan kepada maestro, seniman, dan akademisi berdedikasi sekaligus bereputasi tingkat nasional, penerima diantaranya Putu Putri Suastini Koster selaku seniman teater dan sastra, serta penggagas Festival Seni Bali Jani. Acara yang dihadiri secara daring Gubernur Bali, Dr. Wayan Koster, selaku Ketua Dewan Penyantun ISI Denpasar, serta sambutan dari Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Jaringan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) RI, Ir. Prakoso, MM., berlangsung secara hibrid dari Gedung Natya Mandala kampus setempat, Jumat (25/2).  

Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. Wayan Kun Adnyana, mengungkapkan bahwa Wisuda Sarjana, Sarjana Terapan, dan Magister Seni XXVII Tahun 2022 merupakan altar pengakuan keberhasilan pelaksanaan Kurikulum Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Semester Ganjil 2021/2022. Sebanyak 70% dari 458 wisudawan program sarjana dan sarjana terapan, merupakan mahasiswa yang berhasil lulus Program Pembelajaran MBKM. Generasi gemilang dengan praktik dan pencerapan langsung pada Dunia Usaha-Dunia Industri (DUDI), serta pengalaman memasuki ekosistem seni dan desain yang sesungguhnya.

“MBKM ISI Denpasar ini bersinergi dengan 130an mitra bereputasi dari kalangan DUDI, studio maestro, satuan pendidikan, lembaga pemerintah, yayasan kemanusiaan, lembaga seni, museum, dan sanggar seni. Mahasiswa bersama mentor dan pembimbing dari kalangan dosen, berkolaborasi  membangun visi yang sama, serta mengaktualisasikan semangat inovasi yang progresif, berdayaguna, juga kontekstual. Program magang/praktik kerja, projek independen, projek kemanusiaan, dan kewirausahaan menjadi pilihan favorit,” terang Guru Besar Sejarah Seni yang dikenal juga sebagai perupa. 

Wakil Rektor Bidang Akademik dan Alumni, Dr. Anak Agung Gede Rai Remawa, menyampaikan kebanggaannya, secara prinsip keunggulan Kurikulum MBKM ISI Denpasar selain memastikan mahasiswa meraih 20 SKS penuh dalam satu semester, juga menjamin mahasiswa mengenyam pengalaman aktual, peluang jejaring,  serta percepatan mengakses ruang diseminasi terpercaya. 

“Banyak mahasiswa peserta MBKM ISI Denpasar lolos seleksi mengikuti pameran Nasional Bali Megarupa, serangkaian Festival Seni Bali Jani 2021. Bahkan tidak sedikit mahasiswa selepas mengikuti MBKM langsung tandatangan kontrak kerja dengan DUDI. Program MBKM ISI Denpasar juga memastikan mahasiswa dapat meraih gelar sarjana lebih awal, yakni pada semester VII, “ ujar mantan Koordinator Pusat Penjaminan Mutu ISI Denpasar. 

Sebagaimana penyelenggaraan wisuda tahun lalu, kini juga dimaknai dengan pembukaan Festival Nasional Bali Sangga Dwipantara II bertajuk “Hulu-Banyu-Nuswantara”, yang bermakna memuliakan mata air: sambut generasi gemilang Indonesia. Festival yang didedikasikan sebagai ruang diseminasi keberagaman karya-praktik penciptaan serta mimbar akademik seni-budaya melibatkan maestro, seniman, desainer, akademisi, pekerja kreatif, dan mahasiswa bertalenta lintas Universitas/Institut di Indonesia. 

Rektor Kun Adnyana menandaskan festival ini merupakan komitmen ISI Denpasar sebagai garda depan dalam pemajuan kebudayaan Indonesia dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika, sekaligus implementasi moto: Global-Bali Arts and Creativity Centre Hub (G-BACCH); Pusat Hub Kreativitas dan Seni Tingkat Global.

“Bali Sangga Dwipantara Tahun 2022 mengusung tajuk Hulu-Banyu-Nuswantara (Memuliakan Mata Air; Sambut Generasi Gemilang Indonesia) dengan sebelas program unggulan, yaitu; 1) Bali-Dwipantara Widya (Mimbar Talenta Nusantara); 2) Bali-Dwipantara Adirupa (Pameran Seni Rupa Indonesia); 3) Bali-Dwipantara Adinatya (Pagelaran Virtual Nasional); 4) Bali-Dwipantara Kanti (Inisiatif Braya Nusantara); 5) Bali-Dwipantara Waskita (Seminar Republik Seni Nusantara), 6) Bali-Dwipantara Krama (Tutur Laku Nusantara); 7) Bali-Dwipantara Yatra (Sastra Desa Nusantara); 8) Bali-Dwipantara Diatmika (Mimbar Maestro Nusantara); 9) Bali-Dwipantara Karma (Nemu Gelang Nusantara); 10) Bali-Dwipantara Bhakti (Umah Bersama Nusantara); dan 11) Bali-Dwipantara Nata Kerthi Nugraha (Penghargaan), “ jelas mantan Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali itu. 

Putri Koster Terima Bali-Dwipantara Nata Kerthi Nugraha 

Serangkaian Wisuda dan Pembukaan Bali Sangga Dwipantara II Tahun 2022, juga diserahkan penghargaan Bali-Dwipantara Nata Kerthi Nugraha 2022 kepada Maestro, Seniman, dan Akademisi berdedikasi sekaligus bereputasi. Adapun penerima penghargaan: Maestro Bahasa, Aksara dan Sastra Bali I Made Degung; Akademisi Prof. Dr. dr. I Wayan Wita, Sp.JP(K); Seniman Teater dan Sastra Ni Putu Putri Suastini Koster; Akademisi Dr. I Gusti Ngurah Ardana; Seniman Tari Anak Agung Ayu Kusuma Arini, M.Si; dan Penyair Warih Wisatsana. 

Penghargaan Bali-Dwipantara Nata Kerthi Nugraha ke-2 ini, didedikasikan kepada maestro, seniman, dan akademisi yang ditimbang berdasarkan sumbangsih mereka pada bidang masing-masing, baik kekaryaan, dedikasi organisasi, serta kontribusi nyata dalam pengembangan keilmuan dan pemajuan seni budaya. “Maestro Made Degung, Prof. Wita, seniman Putri Suastini Koster, Dr. Ardana, penari Agung Arini, dan penyair Warih Wisatsana, merupakan pilihan yang tepat karena kesemua nama tersebut memiliki riwayat dan capaian yang panjang dalam dunia akademik, lelaku seni, serta kepedulian pada penguatan ekosistem budaya, “ papar Tjokorda Putra Sukawati selaku anggota Dewan Penyantun ISI Denpasar. 

Pada acara tersebut juga diisi orasi ilmiah berjudul “Implementasi Kearifan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali dalam Menjaga Harmoni Diri dengan Alam Semesta” oleh maestro I Made Degung, asal Sibetan, Karangasem. Selain menguraikan perihal Asta Kosala Kosali, Made Degung juga memaparkan tentang penciptaan kekawin, yang sangat berkaitan dengan praktik yoga sastra dan spiritualitas. 

Gubernur Bali Wayan Koster dalam sambutan mengharapkan sinergi ISI Denpasar dengan Pemerintah Provinsi Bali semakin maju, utamanya dalam penguatan dan pemajuan adat, tradisi, seni, budaya, dan kearifan lokal. Terlebih, Provinsi Bali sudah memiliki wahana apresiasi seni budaya yang lengkap, dari tradisi sampai kontemporer. “Bulan Bahasa Bali, Pesta Kesenian Bali, dan Festival Seni Bali Jani merupakan arena apresiasi dan aktualisasi penciptaan seni yang dapat diakses secara baik oleh seluruh alumni ISI Denpasar, “ terang Wayan Koster yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali. 

Indonesia Darurat Profesor Penciptaan Seni ISI Denpasar Gelar Simposisum “Mata Air Cipta Seni”

Indonesia Darurat Profesor Penciptaan Seni ISI Denpasar Gelar Simposisum “Mata Air Cipta Seni”

Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar tampil sebagai garda depan dalam perjuangan mewujudkan Profesor Penciptaan Seni. Melalui Bali-Dwipantara Waskita (Simposium Republik Seni Nusantara) serangkaian Festival Nasional Bali Sangga Dwipantara II, ikhwal urgensi keberadaan Profesor Penciptaan Seni di Indonesia yang saat ini makin langka, dibahas sekaligus dirumuskan solusi. Simposium dilaksanakan ISI Denpasar bekerja sama dengan Asosiasi Pencipta Seni Indonesia (Apesi) dilangsungkan secara luring dan daring, Kamis (7/4) di Gedung Nata Praja Mandala kampus setempat. Simposium bertajuk “Mata Air Cipta Seni (Guru Besar Penciptaan Seni Indonesia)” ini menghadirkan pembicara kunci Plt. Dirjen Pendidikan Tinggi dan Ristek, Kemdikbudristek RI, Prof. Ir. Nizam, Ph.D, serta pembicara undangan:  Dr. Ignas Kleden, Prof. Sardono W. Kusumo, Dr. Tisna Sanjaya, Dr. Gusti Putu Sudarta, Dr. FX. Widaryanto, Dr. Susas Rita Loravianti, dan juga hadir daring Direktur Sumberdaya Ditjendiktiristek M. Sofwan Effendi tersebut, menghasilkan rekomendasi pengakuan profesor penciptaan seni dalam skema baru usulan Guru Besar. 

Pada Simposium Nasional yang dipandu Tommy Awuy ini, mengemuka bahwa jumlah Profesor Penciptaan Seni di Indonesia semakin menyusut bahkan mendekati nihil, akibat pemberlakuan aturan persyaratan khusus karya ilmiah jurnal internasional untuk semua pengusulan Profesor. Padahal, doktor penciptaan seni di Indonesia dididik dan sekaligus melakukan praktik seni di masyarakat untuk menghasilkan karya seni atau desain, bukan paper jurnal. Kelangkaan jumlah Profesor Penciptaan Seni kemudian berimplikasi langsung pada penyelenggaran pendidikan tinggi seni di Indonesia. Sangat jarang mahasiswa magister atau program doktor penciptaan seni mendapat pembimbing/promotor, figur panutan, dan model penciptaan dari seorang Profesor Penciptaan Seni.

Rektor ISI Denpasar yang sekaligus Ketua Tim Perumus hasil Simposium, Prof. Wayan ‘Kun’ Adnyana menjelaskan, bahwa perjuangan doktor penciptaan seni dan desain di semua perguruan tinggi di Indonesia untuk mencapai jabatan Profesor Penciptaan Seni/Desain diberlakukan tidak adil oleh aturan syarat khusus menulis artikel pada jurnal internasional. Doktor penciptaan seni dan desain yang tergabung dalam Apesi telah berikrar akan tetap maju mengusulkan jabatan Profesor hanya melalui jalur penciptaan karya seni. Untuk itulah, ISI Denpasar mewadahi perjuangan ini melalui wahana simposium yang menghadirkan maestro, empu seni, dan doktor penciptaan seni se-Indonesia, selain narasumber juga hadir 135 peserta aktif dari berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia. 

“Hal yang menggembirakan, bahwa permasalahan ini telah mendapat perhatian dari Plt. Dirjen Pendidikan Tinggi dan Ristek melalui Direktorat Sumber Daya telah menyusun rancangan peraturan menteri terkait tiga jalur pengusulan Profesor, yakni akademik (baca Jurnal Internasional), kekaryaan/vokasi (karya seni atau desain monumental), dan profesional. Kita berharap rancangan peraturan dimaksud segera ditetapkan, sehingga usulan nama Doktor Penciptaan Seni yang telah memiliki reputasi dunia, seperti Dr Tisna Sanjaya dan Dr Rahman Sabur, dapat segera ditetapkan sebagai Profesor Penciptaan Seni, karena umur mereka rata-rata jelang pensiun, “tandas Prof Kun, yang juga Ketua Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Seni Indonesia (BKS-PTSI) itu. 

Pembina Apesi, Prof Sardono W Kusumo memaparkan, bahwa Doktor Penciptaan Seni di Indonesia telah melakukan praktik penciptaan seni melibatkan masyarakat dalam jumlah yang masif. Model prakti seni seperti itu, selaras dengan praktik penciptaan seni yang telah dilakukan seniman generasi perintis kemerdekaan, seperti Usmar Ismail, S. Sudjojono, Affandi, dan lain-lain. “Mengingat, bahwa pendidikan seni di Indonesia sesungguhnya dibangun untuk menghasilkan seniman dalam spirit kebangsaan, karena memang didirikan pertama kali oleh tokoh-tokoh seniman yang juga pejuang kemerdekaan. Spirit kebangsaan kemudian, diterjemahkan dalam praktik penciptaan seni yang bertolak dari keragaman budaya dan ekosistem sebagai sumber. Karya cipta juga dijadikan orientasi untuk menjawab persoalan era masa kini. Lulusan pertama pendidikan seni tersebut tercatat telah menghasilkan seniman hebat, diantaranya: Idris Sardi, FX. Soetopo, Slamet Abdul Syukur, Suka Hardjana, Paul Gautama Soegiyo, Ahmad Sadali, AD. Pirous, dan G. Sidharta. Namun, pendidikan seni kini, justru meninggalkan peran maksimal sebagai perintis penciptaan seni, karena semata mengikuti sistem pendidikan sains semata, bukan karya seni. Padahal sekarang, di dunia pendidikan dikenal pemisahan antara sains, teknologi, enjinering, seni, dan matematika. Artinya, kelima pilar pendidikan itu harus diakui kemandiriannya. Sehingga doktor penciptaan seni di Indonesia dalam pengakuan jabatan fungsional profesor, mesti dibangun atas prinsip pengakuan karya seni, “terang koreografer papan atas Indonesia itu memberi argumen.

Pandangan senada dilontarkan narasumber Dr Ignas Kleden, dengan mengatakan bahwa prinsip pendidikan seni untuk menghasilkan seniman, berbeda dengan pendidikan seni untuk menghasilkan ahli seni. Pendidikan untuk menghasilkan seniman, membutuhkan kehadiran profesor penciptaan seni, yang membimbing dan melatih mahasiswa untuk menghayati nilai-nilai kebudayaan atau kesenian untuk kebutuhan penciptaan, atau pengembangan kesenian itu sendiri. Sementara ahli seni merupakan model pendidikan untuk melatih nalar mahasiswa dalam identifikasi data-data kesenian, bukan mencipta seni atau desain. “Pendidikan seni untuk menghasilkan lulusan sebagai seniman, mesti dibangun dalam karakteristik penciptaan, tradisi memasuki pengalaman dan penghayatan nilai-nilai. Sehingga tidak membutuhkan tulisan model sains, karena cara seniman menulis itu berbeda, pendekatannya dari dalam karya seni, “urai cendekiawan lulusan Jerman itu.

Profesor Penciptaan Seni Diakomodasi 

Plt. Dirjen Diktiristek Prof Nizam, memberi apresiasi terhadap penyelenggaraan Simposium Nasional itu, sembari mengingatkan kepada seluruh perguruan tinggi seni di Indonesia untuk terus tampil sebagai garda depan dalam menghasilkan seniman atau desainer, selain pengkaji seni dan pendidik seni. “Kemdikbudristek telah melakukan penyusunan rancangan peraturan pengusulan guru besar atau profesor melalui tiga jalur, yakni: akademik (jurnal internasional), kekaryaan atau vokasi, dan profesional. Doktor Penciptaan Seni dalam pengusulan profesor dapat memakai jalur kekaryaan, yang dinilai karya seni atau desain monumental. Penilaian kekaryaan monumental ini, tentu membutuhkan masukan perguruan tinggi seni dan juga Apesi dalam menyusun formula penilaian yang solid”. Tentang rancangan tiga jalur pengusulan profesor juga dibenarkan Direktur Sumber Daya Diktiristek M. Sofwan Effendi, bahwa doktor penciptaan seni dapat menjadi profesor melalui jalur kekaryaan seni atau desain monumental. “Tiga jalur ini, merupakan hal prinsip yang telah disepakati dalam rancangan peraturan menteri yang baru terkait pengusulan guru besar. Semoga secepatnya dapat ditetapkan, sehingga perguruan tinggi dapat melakukan langka antisipasi, “jelasnya. 
Pada simposium, yang perumusan hasil rekomendasi berlangsung hingga malam hari itu, juga ditampilkan doktor penciptaan seni dengan reputasi kekaryaan yang telah mereka lakukan.  Dr. Tisna Sanjaya menyajikan karya-karya partisipatoris (Gerakan Sosial Seni Masyarakat) di Cigondewa dan Citarum, Bandung. Karya Tisna telah dipergelarkan pada Venesia Biennale, juga pada Juni mendatang di Dokumenta, Jerman. Dr. Gusti Putu Sudarta mengeksplorasi penciptaan seni berbasis ritus, Dr. FX. Widaryanto membahas penciptaan seni pertunjukan dalam ekologi, Dr.  Susas Rita Loravianti melakukan penciptaan seni pertunjukan pada budaya Minangkabau dan Mentawai.

MAKNA KONOTASI ILUSTRASI CINTA KARYA NURIARTA

Kiriman : Ida Ayu Dwita Krisna Ari (Dosen Jurusan Desain Komunikasi Visual FSRD ISI Denpasar)

Abstrak 

Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna konotasi ilustrasi cinta karya Nuriarta. Gambar ilustrasi adalah sebuah gambar yang mampu menerangkan sesuatu kepada pembacanya. Dalam konsepnya sebagai gambar yang menerangkan sebuah narasi atau cerita, maka berbagai persoalan atau cerita mampu dihadirkan dengan gambar ilustrasi. Ilustrasi Cinta karya Nuriarta yang dipublikasikan di media sosial mendapatkan respons yang beragam. Ada yang membacanya sebagai sebuah ke-galau- an, ada yang membaca sebagai sebuah ekspresi pribadi, dan bahkan lebih jauh dipandang sebagai sebuah kerinduan dan kemampuan desainer Nuriarta dalam mengolah berbagai kata. Karya ilustrasi cinta yang dibagikan pada 20 Juni 2021 dengan ukuran karya A4 memiliki teka-teki password yang jika dipecahkan akan bertuliskan 1L0V3 U yang dibaca I Love U (I Love You) atau aku cinta kamu. Makna konotasi dari ilustrasi cinta ini adalah adanya keterhubungan teka teki untuk menyampaikan pesan cinta seorang laki-laki kepada perempuan. Ilustrasi ini ada keterhubungan dengan adanya teka-teki pesan yang disampaikan koruptor dalam melakukan aksi korupsi. Makna konotasi ilustrasi cinta gambar yang lainnya dapat dimaknai dengan melihat hal-hal di luar gambar yang memiliki keterhubungan pesan. Dengan ilustrasi cinta, Nuriarta tidak saja sedang meghadirkan senyum, tawa atau pesan perasaan secara pribadi kepada pembaca, namun karyanya memiliki pesan yang lebih luas berkaitan dengan persoalan virus korona yang melanda dunia. Ketakutannya tidak hanya pada persoalan jatuh cinta dalam konteks laki-laki dan perempuan sahaja. Kecintaannya adalah pada kecintaan terhadap semua hal. Konteks cinta dalam ilusrasi cinta karya Nuriarta tidak saja berbicara cinta secara an sich hubungan laki-laki dan perempuan, namun juga dalam konteks pada cinta banyk hal. Cinta pada uang, cinta pada Negara dan cinta pada berbagai hal. Konsep cinta menjadi makna yang sangat universal dalam pembongkaran makna karya-karyanya.

Kata Kunci: ilustrasi, makna konotasi, desain komunikasi visual, intertekstualitas

Selengkapnya dapat unduh disini

Loading...