KAIN TRADISIONAL BALI DAN CARA PENYIMPANAN YANG TEPAT

Kiriman : Ni Kadek Yuni Diantari (Program Studi Desain Mode) dan Putu Ari Darmastuti (Program Studi Desain Interior)

Tekstil berasal dari kata “textere” yang berarti menenun. Tekstil sebagai kebutuhan pokok manusia merupakan hasil budaya yang mengalami perkembangan dari masa ke masa dari bentuk sederhana berupa serat kemudian berkembang menjadi benang dan kain. Tekstil diartikan pula sebagai kain yang diperoleh dengan cara memintal, menenun, merajut, menganyam atau membuat jala benang yang diperoleh dari berbagai serat. Hingga saat ini masih banyak tekstil yang dibuat dengan cara menenun, meskipun banyak kain bisa dihasilkan dengan cara lain seperti menganyam, merenda dan merajut. Di samping itu peralatan yang digunakan juga semakin berkembang sesuai teknologi dan tuntutan pada masanya.

Tekstil tradisional merefleksikan keanekaragaman suku bangsa berbagai daerah di Indonesia. Kain tenun tradisional Indonesia dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok besar yaitu kain batik, tenun ikat, tenun songket, dan seni sulaman (Marah, 1982/1983:4). Bali merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki keragaman kain tenun tradisional. Kain tenun Bali memiliki makna, nilai sejarah yang dipakai untuk keperluan upacara, baik untuk dikenakan oleh perseorangan yang akan melakukan atau yang akan diupacarakan sesuai dengan adat kepercayaan di Bali maupun sebagai pelengkap upacara. Di daerah Bali yang memiliki 8 kabupaten dan 1 kota dengan mayoritas penduduk beragama Hindu terdapat adat budaya serta tradisi yang memengaruhi keanekaragaman corak tenun yang khusus di setiap daerah. Menurut lontar Purana Bali, menenun merupakan wujud aktivitas berkesenian dalam kehidupan masyarakat Bali yang berawal dari turunnya Dewi Ratih ke bumi untuk mengajarkan masyarakat Bali menanam kapas dan mengolahnya menjadi kain atau wastra (Brigitta, dkk, 1997: 7).

Selengkapnya dapat unduh disini

Loading...