BARANG BARU LEBIH BAIK : SEJARAH KEUSANGAN TERENCANA DAN CARA KERJANYA

Kiriman : I Putu Udiyana Wasista (Program Studi Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar)

ABSTRAK

            Keusangan terencana merupakan sebuah istilah dalam strategi pemasaran. Keusangan terencana bertujuan untuk membentuk dinamisme pasar dalam jual beli produk. Cara kerjanya dengan mengatur umur produk melalui dua hal, yaitu ketahanan komponen dan manipulasi tren. Melalui dua hal tadi, produk akan berputar cepat dan memaksa konsumen untuk terus membelinya. Cara ini akan terus membentuk iklim konsumtif bagi para konsumen, dan tentunya akan memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi produsen serta pengusaha.

Kata kunci : Keusangan terencana, dinamisme pasar, ketahanan produk, manipulasi tren.

ABSTRACT

            Planned obsolescence is a term in marketing strategy. Planned obsolescence aims to shape market dynamism in the sale and purchase of products. How it works by regulating product life through two things, component resilience and trend manipulation. Through these two things, the product will spin fast and force consumers to continue to buy it. This method will continue to shape the consumer climate for consumers, and of course will provide maximum benefits for producers and entrepreneurs.

Keywords : Planned obsolescence, market dynamism, product resilience, trend manipulation.

 Selengkapnya dapat unduh disini

PENGUMUMAN JAM KERJA RAMADHAN 2020

PENGUMUMAN-JAM-KERJA-RAMADAN-2020

Menindaklanjuti Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 11 Tahun 2020 tanggal 28 April 2020 tentang Penetapan Jam Kerja Pada Bulan Ramadhan 1441 Hijriah bagi pegawai di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dengan ini diumumkan kepada seluruh civitas akademika Institut Seni Indonesia Denpasar bahwa terhitung mulai hari Senin tanggal 4 Mei 2020 sampai dengan hari tanggal 22 Mei 2020 untuk mengikuti jam kerja

FUNGSI REFERENSIAL DAN METALINGUISTIK CAMPUR KODE BAHASA DALAM SENI PERTUNJUKAN

Kiriman : I Gusti Ngurah Gumana Putra (Program Studi Seni Pedalangan, Fakultas Seni Pertunjukan)

Abstrak

Masyarakat Bali di era modern ini adalah masyarakat yang bilingualisme. Hal ini ditandakan dengan adanya penggunaan dua bahasa dalam komunikasi sehari hari yakni bahasa Bali sebagai bahasa ibu atau bahasa pertama, dan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua atau bahasa pergaulan nasional. Terlebih lagi, masyarakat Bali juga tidak dapat terlepas dari penggunaan bahasa asing seperti halnya bahasa Inggris, Jepang, dan lain sebagainya. Kondisi semacam ini disebut dengan multilingualisme. Multilingualisme adalah penggunaan lebih dari dua bahasa atau unsur bahasa dalam  kehidupan masyarakat. Gejala ini terjadi di semua bidang kehidupan masyarakat Bali. Secara khusus, kehidupan berkesenian juga menjadi ajang terjadinya multilingualisme. Seni pertunjukan yang menggunakan bahasa sebagai medianya juga sangat berpotensi mengalami gejala ini. Ciri yang paling kental dilihat dari sini yaitu terjadinya campur kode bahasa. Campur kode merupakan akibat dari adanya saling ketergantungan bahasa dalam kehidupan multilingualisme. Campur kode memiliki pengertian sebagai penggunaan unsur bahasa berbeda dalam tuturan bahasa pertama yang digunakan. Unsur tersebut bisa berupa kata, istilah, maupun frase. Campur kode memiliki fungsi tertentu sehingga hal ini bisa terjadi. Fungsi yang paling menonjol di sini adalah fungsi referensial dan fungsi metalinguistik. Fungsi referensial mengacu pada fungsi campur kode ketika bahasa yang pertama digunakan tidak memiliki kata atau istilah sebagai rujukan pada suatu objek tertentu. Fungsi metalinguistik mengacu pada fungsi ketika penutur dengan sengaja menyelipkan unsur bahasa berbeda ke dalam bahasa pertama, meskipun sudah ada istilah dalam bahasa pertama untuk merujuk suatu objek tertentu.

Kata Kunci: Campur Kode, Fungsi Referensial, Fungsi Metalinguistik

Selengkapnya dapat unduh disini

PENGARUH LINGKUNGAN AKADEMIS PADA KARYA PUTU SUTAWIJAYA

Kiriman : I Wayan Nuriarta ( Dosen Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Denpasar )

Abstrak

Putu Sutawijaya yang tumbuh di medan seni Yogyakarta dengan sadar melakukan pembacaan ulang terhadap seni rupa Bali, ia membuat ikon-ikon Bali seperti punggelan (kepala) Barong pada media kanvasnya, dengan warna-warna yang mencerminkan budaya Hindu-Bali seperti merah, putih, hitam dan coklat tua. Karya-karya yang menampilkan tubuh-tubuh yang dinamis memperlihatkan karya Putu Sutawijaya senantiasa mempersoalkan gerak tubuh. Kecendrungan untuk mengahadirkan tubuh-tubuh pada karyanya sudah muncul pada tahun 1998, ketika Putu Sutawijaya memulai karirnya sebagai seniman. Sejalan dengan pemaham tentang seni, Putu Sutawijaya juga mempelajari hal-hal yang formalistik dalam menilai karya seni terkait dengan pengolahan visual pada esensi rupa (aspek-aspek seni rupa; garis, bidang, warna, ruang dan tekstur). Dalam kenyataannya, perupa-perupa modern di Indonesia sebagaian besar merupakan produk akademis. Para seniman Bali yang tumbuh antara tahun 1970-1990an, dengan sadar melakukan pencarian unsur-unsur rupa dalam budaya tradisi yang berdasarkan budaya Hindu-Bali. Mereka juga tumbuh dari dunia akademis, dimana mereka diperkenalkan dengan kaidah-kaidah formal dan estetika seni rupa modern. Kaedah-kaidah formal inilah yang mendukung penciptaan karya-karya Putu Sutawijaya sebagai seniman. Kesemua karya- karya Putu Sutawijaya ini terwujud berkat adanya pengaruh budaya, adat-istiadat dan ajaran Hindu-Bali. Selain itu, dukungan akademis juga sangat berperan dalam menyusun wujud rupa kedalam bidang kanvas sesuai dengan aspek kaidah-kaidah formal.

Kata Kunci: Seniman, Putu Sutawijaya, Kaedah Akademis, Karya Seni Rupa, Bali

Selengkapnya dapat unduh disini

Loading...