Dosen Perlu Ajarkan Mahasiswa untuk Cerdas Menggunakan Gawai (Gadget)

Kiriman : Dr. Ni Ketut Dewi Yulianti, S.S., M.Hum (Ps. Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Denpasar)

dan Drs. I Gusti Bagus Priatmaka, M.M. (Ps. Desain Mode, Fakultas Seni Rupa dan Desain, ISI Denpasar)

Abstrak

Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada dosen dan mahasiswa untuk menggunakan gawai (gadget), yang di dalamnya tentu ada paket internet untuk mengakses media sosial, dengan cara yang cerdas. Hal ini sangat penting untuk didiskusikan mengingat saat ini sering terjadi kelalaian mahasiswa dalam mengikuti kuliah, seperti melihat media sosial saat perkuliahan dan juga terjadi banyak masalah lainnya karena penggunaan gawai dengan cara berlebihan.

Dua hal utama yang diulas dalam tulisan ini adalah tentang bagaimana cara dosen memberikan pemahaman kepada mahasiswa untuk cerdas dalam menggunakan gawai untuk menjadi generasi muda dengan pribadi yang makin hari, makin baik dan kedua, nilai-nilai karakter bangsa apa saja dari  18 nilai-nilai karakter bangsa yang ada dapat ditingkatkan dengan menggunakan gawai (gadget) dengan cara cerdas.

Selengkapnya dap[at unduh disini

INOVASI DAN DESAIN BERKELANJUTAN : MENATA KEMBALI PERADABAN DALAM BAYANG KONSUMERISME

Kiriman : I Putu Udiyana Wasista (Program Studi Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Denpasar)

Abstrak

Isu pembangunan berkelanjutan membawa banyak dilema dalam perkembangannya. Terjadi kontradiksi antara tujuan pelestarian lingkungan, dinamisme ekonomi, inovasi desain, dan sikap desainer. Tulisan ini menggunakan studi literatur untuk menelusuri dan membahas isu di atas. Hasilnya, inovasi menjadi penggerak dalam perekonomian dan peradaban. Akan tetapi di sisi lain, inovasi menjadi senjata berbahaya bagi ketahanan lingkungan, karena adanya konsumerisme yang tidak terkontrol. Hal ini menyebabkan inovasi yang ditunggangi oleh konsumerisme menjadi bahaya laten dalam pembangunan berkelanjutan. Perlu adanya rasa tanggung jawab dari stakeholder dan desainer dalam berinovasi. Lalu diperlukan edukasi produk dan dampaknya terhadap lingkungan, untuk mengurangi kebiasaan konsumtif yang merusak lingkungan. Senada dengan itu, perlu juga adanya infrastruktur untuk menunjang pembangunan berkelanjutan.

Kata kunci : inovasi, berkelanjutan, konsumerisme.  

Selengkapnya dapat unduh disini

KOMUNIKASI VISUAL KARTUN SOMPRET KARYA I WAYAN SADHA

Kiriman : I Wayan Nuriarta (Program Studi Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Denpasar)

 

ABSTRAK

Ada kekhasan tersendiri yang dimiliki kartun Sompret karya I Wayan Sadha jika dibandingkan dengan karya kartunis Indonesia maupun Bali pada khususnya. Pertama, kekhasan itu adalah keterikatannya dengan budaya Bali. Penghayatannya yang mendalam pada budaya Bali menghadirkan kartun Sompret sebagai representasi opininya terhadap berbagai persoalan yang melanda budaya Bali. Kartun Sompret memberikan kritik dalam berbagai aspek kehidupan. Kedua, dari segi penggunaan bahasa, kartun Sompret karya I Wayan Sadha juga menunjukan keunggulannya. Dialog-dialog bahasa Bali yang ditampilkan dengan campuran ungkapan-ungkapan dan ekspresi-ekspresi yang khas milik orang Bali, bukan milik budaya-budaya lain. Kartun Sompret memanfaatkan cara bercerita satu panel. Dengan bentuk panel segiempat, salah satu kartun dalam buku Celoteh Anjing Sompret menghadirkan tiga ilustrasi manusia dan satu ilustrasi anjing. Secara denotatif kartun ini bercerita tentang satu keluarga di Bali yang telah selesai mengikuti upacara adat. Sadha menggambarkan keluarga atau masyarakat Bali setelah selesai mengikuti upacara keagamaan membeli makanan tidak lagi di warung orang Bali dengan masakan khas Bali, tetapi dengan pakaian adat setelah selesai sembahyang membeli makanan di tempat dengan merek “Barat”. Penggambaran ini ditunjukan dengan adanya pilihan menu fried celeng, fried kakul, fried dongkang. Secara konotatif kartun ini dapat dibaca sebagai perkembangan arus global di Bali. Masyarakat Bali tidak bisa tertutup terhadap perkembangan arus global atau arus modern Barat. Masyarakat Bali dipandang sebagai masyarakat konsumsi.

Kata Kunci: kartun, masyarakat konsumsi, semiotika, desain komunikasi visual

 

 Selengkapnya dapat unduh disini

Epos Mahabharata Sebagai Sumber Lakon Tarian Bali

Kiriman : I Wayan Budiarsa  (Program Pascasarjana Program Studi Seni, Program Doktor ISI Denpasar)

Abstrak

Epos Mahabharata yang berkembang di Nusantara khususnya di Jawa dan Bali merupakan pengaruh dari India dan menjadi sumber cerita beberapa tari, drama tradisonal maupun tarian kreasi garapan baru.  Mahabharata yang terbagi menjadi Asta Dasa Parwa (18 parwa) termasuk kesusastraan kuna hasil dari tulisan Rsi Byasa. Terlepas dari alur cerita peperangan antara Pandawa dan Korawa di Kuruksetra, secara teologi epos ini mengandung filosofi tuntunan kehidupan dalam bermasyarakat, sebagai pemimpin, beragama, jalan menuju dharma, moksa, dan meyakini esensi keberadaan Tuhan yang tertuang dalam Bhagawad Gita. Di Bali, keterkaitan seni pertunjukan dengan ritual agama sangatlah kental sehingga dalam penyampaian tuntunan rohani selalu diselipkan dalam tontonan kesenian. Melalui pengolahan imajinasi estetis senimannya, sumber itihasa Mahabharata diwujudkan ke dalam seni pertunjukan seperti wayang wong parwa, tari kreasi legong keraton Supraba Duta, tari kreasi Satya Brasta, tari Wiranjaya adalah diantara dari sekian tarian yang bersumber dari wiracarita Mahabharata.

Kata Kunci: epos, Mahabharata, sumber lakon, tari, dramatari.

Abstract

The Mahabharata epic that developed in the archipelago, especially in Java and Bali, is an influence from India and has become the source of stories for several dances, traditional dramas and new dance creations. Mahabharata which is divided into Asta Dasa Parwa (18 parwa) is an ancient literary result of Rsi Byasa’s writings. Apart from the story line of the war between Pandavas and Kauravas in Kuruksetra, theologically this epic contains the philosophy of guiding life in society, as a leader, as a religion, the path to dharma, moksa, and believing in the essence of God’s existence as contained in the Bhagawad Gita. In Bali, the connection between performing arts and religious rituals is so strong that the delivery of spiritual guidance will inserted into the performance of art. Through the processing of the artist’s aesthetic imagination, the sources of the Mahabharata itihasa which are embodied in the performing arts such as wayang wong parwa, Supraba Duta legong keraton dance creations, Satya Brasta dance creations, Wiranjaya dances are among the dances that originate from the epic Mahabharata.

Keywords: epic, Mahabharata, source of the story, dance, dance and drama.

Selengkapnya dapat unduh disini

KRIYA DAN PASAR PARIWISATA

Kiriman : I Komang Arba Wirawan (Program Studi Produksi Film dan Televisi FSRD ISI Denpasar)

Abstrak

Bali sebagai pusat pariwisata dunia membutuhkan peran pendukung seni dan budaya. Seni kriya sebagai produk souvenir tourist dibutuhkan selain berkualitas juga memiliki brand/merek. Tujuan penelitian ini adalah mempetakan produk kriya yang memiliki brand/merek sehingga dapat menjadi brand image bagi tourist dan memenangkan persaingan destinasi global. Model penta helix (Hendriyana) sesungguh dapat diterapkan untuk mencapai produk kriya yang berkualitas. Penerapan teori brand (Kotler), memiliki fungsi tambahan yang kuat dan dapat memberi nilai tambah pada produk kriya tersebut sehingga dapat menjadi brand image bagi tourist. Diperlukan usaha-secara berkelanjutan pengembangan produk yang memenuhi faktor untuk mengevaluasi kualitas produk: Kinerja, Inti Produk, Keistimewaan, Kendala, Spesifikasi, Daya Tahan, Kecepatan, Daya Tarik, dan Persepsi. Kontribusi diperlukan usaha-secara berkelanjutan pengembangan produk yang memenuhi faktor untuk mengevaluasi kualitas produk: Kinerja, Inti Produk, Keistimewaan, Kendala, Spesifikasi, Daya Tahan, Kecepatan, Daya Tarik, dan Persepsi. Hasil menunjukkan diperlukan pelibatan berbagai pihak yang berkolaborasi yaitu kalangan akademik, business, government, mass media/media sosial, tourist dan community untuk menciptakan brand yang mendunia memenangkan persaingan global.

Selengkapnya dapat unduh disini

PUDARNYA ANGGAH UNGGUHING BASA SENI PERTUNJUKAN DRAMATARI BALI

Kiriman : I Wayan Budiarsa (Program Pascasarjana Program Studi Seni, Program Doktor ISI Denpasar)

Abstrak

Pertunjukan dramatari di Bali dalam penyajiannya menggunakan bahasa Kawi dan bahasa Bali.  Tokoh-tokoh utamanya mengunakan bahasa Kawi, sedangkan tokoh-tokoh abdi/punakawan menggunakan bahasa Bali. Kini, sejalan dengan perkembangan jaman seni pertunjukan di Bali beberapa tokoh utama cendrung meninggalkan pakem-pakem dialog tradisi dan lebih mengutamakan adegan yang bersifat hiburan. Adegan dialog yang semestinya serius (saklek) berubah menjadi dialog hiburan yang intinya untuk mengundang tertawa penonton. Berbagai persoalan tersebut setidaknya membuat pudarnya sor singgih basa/ anggah ungguhing basa seni pertunjukan dramatari. Tidak hanya dapat kita tonton secara langsung, namun telah viral di beberapa media sosial dan menjadi daya tarik tersendiri bagi sang penanggap/ masyarakat. Rekaman audio visual yang dapat diakses secara berulang-ulang menjadi suatu tontonan hiburan bagi pengguna media sosial tersebut seperti yang di tayangkan oleh media youtube. Dapat kita simak beberapa adegan dialog bahasa Kawi dan bahasa Bali tidak ditempatkannya dengan semestinya sehingga suasananya menjadi pudar (campah).

Kata kunci: Pudar, Anggah Ungguhing basa, Kawi, Dramatari, Bali.

Abstract

The dramatic performance in Bali in its presentation uses Kawi and Balinese languages. The main characters use the Kawi language, while the servants / Punakawan use Balinese. Now, in line with the development of the performing arts era in Bali, some of the main figures tend to leave the standards of traditional dialogue and prioritize scenes of an entertainment nature. The dialogue scenes that should have been serious (saklek) turned into entertainment dialogues whose main point was to invite the audience to laugh. These various problems at least make the sor singgih basa / anggah ungguhing basa of the performing arts drama fade away. Not only can we watch it live, but it has been viral on several social media and has become the main attraction for the responders/ public. Audio-visual recordings that can be accessed repeatedly are an entertainment spectacle for social media users as broadcast by the youtube media. We can see that some of the dialogue scenes in Kawi and Balinese are not placed properly so that the atmosphere is faded (campah).

Keywords: Pudar, Anggah Ungguhing Basa, Kawi, Dramatari, Bali.

Selengkapnya dapat unduh disini

Loading...