Pemanfaatan Limbah Batu Padas Sebagai Benda Kerajinan Patung Di Desa Batubulan Gianyar Bali

Oleh: Drs. I Nyoman Parnama Ricor.

Dalam kancah kesenirupaan kata “kreatif” senantiasa menjadi tuntutan pelakunya. Tujuannya bermacam-macam, seperti kebebasan ekspresi, penemuan baru, peningkatan kualitas karya, pencarian diri, bahkan politik, ekonomi, dll. Maka dari itu dalam perguruan tinggi seni di Indonesia diselipkan mata kuliah “Eksperimen Kreatif”. Seni Rupa ITB telah  melaksanakan kuliah ini tahun 70 an. Hasil karya yang muncul banyak ditunjukkan oleh seniman patung Drs. G. Sidharta  Soegijo dengan karya-karya yang mempergunakan beragam media dan hasilnya sangat mengagumkan (Rizki A.Z. 1997: 4).  Perkembangan selanjutnya pada perguruan tinggi seni lainnya juga melengkapi kurikulumnya dengan Mata Kuliah Eksperimen Kreatif seperti FSRD ISI Denpasar.

Terkait dengan hal diatas para seniman dan perajin hendaknya mempunyai keselarasan visi dengan misi yang berbeda sesuai media yang dipakai. Hasil yang diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi yang menyeimbangkan dan melestarikan alam.

Desa Batubulan Kabupaten Gianyar yang dekat dengan Kota Denpasar merupakan jalur wisata yang terkenal dengan pergelaran tari barong yang disuguhkan kepada wisatan asing di Bali. Hampir setiap hari ada pementasan tari barong di desa ini. Desa ini juga dikenal masyarakat luas sebagai pembuat seni kerajinan patung dari bahan batu padas dan batu hitam. Berbagai bentuk dan ukuran produk kerajinan patung dengan mudah dapat dilihat di sepanjang jalan di Desa Batubulan.  Kedua profesi di atas seolah telah menjadi trade mark penduduk dan desa Batubulan.

Dari pengamatan peneliti, beberapa tahun terakhir ini terlihat ada perubahan yang terjadi pada pembuatan patung tersebut. Para perajin patung mendaur ulang kembali serpihan-serpihan batu padas sisa pahatan. Kreatifitas perajin dalam memanfaatkan kembali sisa-sisa hasil pahatan merupakan langkah yang perlu dihargai karena mereka akhirnya dapat menekan harga pembelian bahan baku. Dengan harga bahan baku yang relatif lebih murah dari batu padas asli maka produk akhirnya dapat dijual lebih murah sehingga bisa lebih bersaing dengan produk sejenis.

Pemanfaatan kembali (daur ulang) limbah batu padas ini memberi dampak positif terhadap lingkungan pekerja. Karena bahan ini dianggap beban di tempat kerja, maka banyak perajin patung menjualnya sebagai bahan campuran pembuatan tanah liat genteng dengan harga murah. Namun sekarang hal tersebut tidak terjadi lagi. Proses daur ulang membawa dampak yang positif terhadap lingkungan dan kesejahtraan perajin.

Bertolak dari paparan di atas penulis akhirnya meneliti bagaimana proses daur ulang limbah batu padas tersebut sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan baku benda kerajinan seperti patung dan benda kerajinan lainnya. Disamping itu penulis ingin melihat bagaimana daya saing benda kerajinan ini  yang terbuat dari bahan baku daur ulang dengan benda kerajinan yang terbuat dari batu padas asli (tanpa daur ulang).

Pengertian Seni Patung

Karya seni patung dapat digolongkan menjadi dua yaitu seni patung sebagai media ekpresi jiwa siseniman patung, bentuknya bisa realis sampai ke abstrak. Seni patung untuk seni, sifatnya indivual. Kedua seni patung sebagai media kerajinan yang tujuannya untuk komsumsi pasar, dibuat oleh perajin, karyanya dapat digandakan, pembuatannya merupakan tuntutan pasar. Maka dari itu wujud visualnya merupakan cerminan kebutuhan pasar.  Selain pemilahan di atas jenis patung juga dapat dilihat dari jenis bahan yang digunakan, bentuk, fungsi dan sebagainya.

Seni patung merupakan perwujudan dalam bentuk tiga dimensi artinya bentuk yang mempunyai volume (suatu bentuk yang memiliki ukuran tinggi, lebar dan panjang) baik padat maupun hampa, dapat dilihat dari segala sudut, memiliki serba muka (multi surface). dapat dilihat dari segala sudut muka, samping, belakang, atas, atau bawah.

Bentuk pada seni patung merupakan perwujudan seni rupa yang paling kongkrit dapat diterima oleh indra manusia. Bentuk patung adalah utuh tidak ada sudut yang luput penglihatan, tidak ada bagian terkecilpun tersembunyi. Herbert Read mengatakan bahwa seni adalah kesatuan utuh yang serasi dari semua elemen, estetis, garis, ruang, warna, terjalin dalam satu kesatuan yang disebut bentuk (Soedarso, SP (ed), 1992).

Seni Kriya Dalam Ekonomi Kreatif

Seni Kriya Dalam Ekonomi Kreatif

Karya Kriya Seni

Karya Kriya Seni

Oleh: I Made Sumantra. Kriya (craft) merupakan salah satu nomenklatur dalam kreatif ekonomi, adapun pengertian ekonomi kreatif yaitu: “ Creative economy where the major inputs and outputs are ideas” demikian John Howkins dalam bukunya The Creative Economy: How People Make Money From Ideas. Ide adalah suatu komediti yang dapat dieksplorasi dengan tiada habisnya. Manusia dengan akal budinya disertai kreativitas yang ditempatkan dalam lingkungan yang kondusif akan mampu menghasilkan produk-produk kreatif bernilai ekonomi. Bidang-bidang yang mencangkup dalam koridor ekonomi kreatif terdapat di dalamnya craft (kriya).

Souvenir dan kriyawan merupakan salah satu mata rantai penting industri pariwisata. Hal ini dapat dilihat pada sentral-sentral seni kriya di Bali di mana telah menjadi bagian penting mata rantai kunjungan wisata ke Bali.

Belanja souvenir di Bali menjadi motivasi utama, 30-40% penjualan produk merupakan interaksi langsung dari kunjungan wisatawan/ pembelian retail, sementara 60-70% adalah produk ekspor (wholesale). Produk-produk kriya Bali telah menjadi elemen penunjang interior dan eksterior fasilitas kepariwisataan (hotel, rumah makan, taman kota, pusat Spa, kesehatan, dan sebagainya), baik di kota-kota lain di Indonesia maupun di luar negeri.

Melihat potensi kekayaan seni kriya Indonesia yang begitu tinggi menjadi sangat penting untuk dikembangkan menjadi kontributor utama dalam era ekonomi kreatif ini. Karena dari semua nomenklatur ekonomi kreatif yang ada seni kriya tidak tergantung pada teknologi tinggi baik perangkat keras maupun perangkat lunak yang mahal harganya. Seni kriya sangat sesuai dengan kondisi sosial-budaya Indonesia dan dapat mendorong penigkatan ekonomi kerakyatan. Industri kriya dapat dikembangkan secara padat karya sehingga dapat memberikan pekerjaan kepada masyarakat.

Makin menyusutnya sumber daya alam diperlukan suatu kearifan dalam mengolah alam dan cara-cara lain untuk memutar roda perekonomian bangsa Indonesia. Salah satu cara yaitu menerapkan ekonomi kreatif sebagai sumber perekonomian. Pengembangan seni kriya dapat dijadikan suatu model ekonomi kreatif di Indonesia. Seni kriya dapat dilakukan dengan memanfaatkan materi dari alam maupun sentetis. Dengan eksplorasinya material dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin bahkan dari limbah sekalipun dapat dihasilkan produk kriya.

Namun dalam penembangan kriya ini, terdapat beberapa permasalahan baik pada produk, pemasaran, SDM maupun sektor pariwisata itu sendiri. Di mana untuk produk ada beberapa kasus, produk kriya dirasakan kurang menarik karena bentuknya yang berat dan rentan terhadap kerusakan/ patah. Kriyawan seringkali kurang memperhatikan display produk untuk menarik konsumen (produk kebanyakan ditata seadanya). Seringkali ditemukan, bahwa kemasan produk kriya untuk ritail masih rendah, belum memperhatikan unsur kemudahan, keamanan, estetika, yang bisa meningkatkan nilai jual produk. Interaksi dengan industri sekala besar/ekspor dan permintaan pasar menjadikan bentuk dan ragam hias produk lokal banyak dipengaruhi oleh unsur luar, sehingga kehilangan kekhasannya.

Sebelum berbicara pasar, harus dilihat terlebih dahulu sejauh mana daya saing produk seni kriya Indonesia di pasar domestik maupun internasional. Ada beberapa masalah menyangkut daya saing produk kriya Indonesia antara lain: masalah disain, masalah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan masalah pemasaran.

Selengkapnya Seni Kriya Dalam Ekonomi Kreatif:

Local Content Dalam Karakter DKV Untuk Membangun Keunggulan Budaya Lokal

Oleh: I Nengah Sudika Negaradan Ida Bgs. Kt. Trinawindu

Bali merupakan daerah pariwisata yang sudah terkenal di seluruh dunia. Untuk memperkenalkan berbagai obyek wisata yang ada di Bali diperlukan media informasi yang memadai, salah satu media tersebut adalah media desain komunikasi visual. Unsur pembentuk desain komunikasi visual terdiri dari teks/huruf, ilustrasi/gambar dan warna. Dari unsur tersebut dapat ditampilkan berbagai budaya Bali sebagai local content media komunikasi visual sehingga budaya kita dapat lebih dikenal. Dengan menampilkan local content dalam unsur media tersebut setidaknya kita ikut berpartisipasi membangun Bali dari sisi budaya dan diharapkan tercipta keunggulan budaya lokal.

Selama ini upaya untuk menampilkan local content dalam media desain komunikasi visual sudah ada, kita sudah upayakan mulai dari bidang akademis yaitu di lembaga institusi ISI Denpasar telah diupayakan dengan megarahakan tugas-tugas perancangan desain komunikasi visual untuk menampilkan budaya lokal sehingga nantinya tercipta desain-desain yang menampilkan budaya Bali, apapun tema/kasus  yang diangkat (sosial/kampanye atau komersial) diupayakan mengandung unsur lokal. Tetapi kalau kita lihat di lapangan media komunikasi visual yang berupa iklan, baliho, poster, dan lain-lain sangat terbatas menampilkan budaya lokal, lebih banyak menampilkan budaya luar Bali bahkan masih banyak yang menampilkan budaya dari luar negeri, sehingga tidak mendukung keunggulan lokal Bali. Salah satu penyebabnya adalah, Bali hanya sebagai tempat beredarnya media tersebut, artinya media tersebut diproduksi di luar Bali dan bukan oleh orang Bali.

Saat ini jumlah alumni desain komunikasi visual yang berhasil ditamatkan oleh ISI Denpasar kian tahun semakin banyak sehingga designer-designer tersebut nantinya diterima  bekerja pada perusahaan bidang desain komunikasi visual dan diharapkan dapat menciptakan desain-desain yang menampilkan budaya Bali.

Local Content Dalam Karakter DKV Untuk Membangun Keunggulan Budaya Lokal, selengkapnya:

Perbaikan Kursi Kerja Menurunkan Keluhan Sistem Muskuloskeletal Dan Meningkatkan Produktivitas Perajin Destar

Perbaikan Kursi Kerja Menurunkan Keluhan Sistem Muskuloskeletal Dan Meningkatkan Produktivitas Perajin Destar

Oleh: Ida Ayu Kade Sri Sukmadewi

Judul Asli:

Perbaikan Kursi Kerja Dan Pemberian Teh Manis Saat Istirahat Pendek Menurunkan Keluhan Sistem Muskuloskeletal Dan Meningkatkan Produktivitas Perajin Destar Di Desa Gerih

KursiKerajinan destar merupakan salah satu bentuk industri kecil yang berkembang di desa Gerih Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung, dengan jumlah perajin 21 orang semua laki-laki. Ukuran bahan destar 115 cm X 115 cm, ukuran tersebut bisa dijadikan satu destar disebut destar bungkulan dan bisa dijadikan dua destar disebut destar jejatoran biasa.

Pada proses menjahit, para perajin menggunakan kursi dengan ketinggian dudukan    42  cm   tanpa menggunakan dudukan rotan.  Tinggi mesin  jahit  75  cm,  tinggi pedal dari lantai 9 cm dengan kemiringan 250. Pada proses menjahit, perajin melakukan pekerjaannya dengan sikap paksa (membungkuk dan penggunaan anggota gerak bagian atas tubuh dalam keadaan terangkat)

Pada akhir pekerjaan ini dilaksanakan, perajin merasakan keluhan pada sistem muskuloskeletal terutama di bagian pantat, bahu, leher, punggung , dan betis. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh ukuran kursi yang tidak sesuai dengan antropometri perajin, kerasnya dudukan kursi, jenis pekerjaan yang bersifat menoton, dan tidak ada istirahat pendek, apalagi hal ini berlangsung selama 8 jam dalam satu hari dengan tidak melakukan istirahat pendek dan perajin tidak disediakan minum, sehingga asupan gizi perajin tidak terjaga serta sistem kerja borongan membuat pekerja memaksakan diri  untuk tetap bekerja meskipun dalam keadaan lelah. Penelitian Manuaba (1998 a) menyatakan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara keluhan leher dan bahu dengan periode kerja, sikap kerja duduk dan tinggi badan, serta terdapat 32,17 % mengeluh sakit di leher dan 43,48 % mengeluh sakit di bahu.

Dari uraian di atas terlihat ada beberapa masalah ergonomi, yang menjadi masalah utama dan perlu segera dilakukan perbaikan adalah masalah kursi kerja yang tidak sesuai dengan antropometri perajin dan masalah asupan gizi perajin. Masalah ergonomi tersebut apabila tidak segera diperbaiki, tentunya akan dapat memberikan beban berlebihan, menimbulkan keluhan muskuloskeletal yang akan diikuti oleh menurunnya tingkat produktivitas kerja. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian dalam upaya mengatasi masalah yang muncul. Untuk maksud tersebut dilakukan penelitian berupa  perbaikan-perbaikan kondisi kerja. Upaya pendekatan partisipasi dengan perajin dan pihak perusahaan menunjukkan hasil bahwa alternatif perbaikan yang dipilih adalah perbaikan kursi kerja sesuai antropometri perajin dengan menggunakan dudukan rotan dan pemberian teh manis saat istirahat pendek. Upaya intervensi ini dipilih berdasarkan urgensi, murah, dan mudah dilakukan. Dengan perbaikan-perbaikan ini diharapkan dapat menurunkan gangguan sistem muskuloskeletal, tidak cepat lelah dan meningkatkan produktivitas kerja.

Perbaikan Kursi Kerja Menurunkan Keluhan Sistem Muskuloskeletal Dan Meningkatkan Produktivitas Perajin Destar, selengkapnya:

Sekaa-Sekaa Gambang di Kota Denpasar

Sekaa-Sekaa Gambang di Kota Denpasar

Kiriman I Gede Yudatha (Dosen Program Studi Seni Karawitan ISI Denpasar)

Gamelan GambangSebagai salah satu seni pendukung aktivitas ritual dalam masyarakat Bali, keberadaan kesenian Gambang tersebar di seluruh kabupaten dan kota. Dari survey yang dilakukan ASTI Denpasar (sekarang ISI) pada tahun 1988 tercatat tidak kurang dari 82 barung gamelan Gambang masih dapat di jumpai di Bali dimiliki oleh desa, sekaa, lembaga formal dan perorangan (Rai, S. 1998:2). Jumlah tersebut tentunya cukup besar bagi sebuah kesenian golongan tua, karena bentuk kesenian tua lainnya populasinya lebih sedikit dari gamelan Gambang. Namun demikian di wilayah Kota Denpasar kesenian ini merupakan salah satu kesenian langka. Bila dibandingkan dengan gamelan lainnya seperti Gong Kebyar, Pelegongan, Angklung dan yang lainnya, populasi gamelan Gambang dapat dihitung dengan jumlah jari tangan.

Populasi tersebut kemudian mengalami peningkatan dimana dari hasil rekonstruksi yang dilakukan oleh masyarakat di daerah Binoh, Ubung Kaja, Denpasar Barat, pada 28 September 2004 berhasil di wujudkan kembali kesenian Gambang di wilayah tersebut, dimana sebelumnya sudah dinyatakan punah. Selanjutnya pada tahun 2008, atas inisiatif pemerintah dan seniman Kota Denpasar melalui Dinas Kebudayaannya diadakan kembali 4 (empat) barung Gamelan Gambang yang nantinya akan disebar ke empat wilayah kecamatan di Kota Denpasar. Dari hasil pendataan tersebut hingga saat ini terhitung terdapat 9 (sembilan) barung gamelan Gambang yang tersebar di wilayah Kota Denpasar.

Sekaa Gambang Pura Klaci, Desa/Banjar Sebudi Sumerta Klod

Pura Klaci merupakan sebuah tempat persembahyangan masyarakat yang terdapat di wilayah Banjar Sebudi, Desa Sumerta Klod. Pura ini disungsung oleh sekelompok keluarga serta masyarakat yang terdapat di sekitarnya. Sebagai ebuah tempat persembahyangan, sebagaimana pura-pura yang lainnya perayaan piodalan atau petirtan dilaksanakan setiap enam bulan sekali yaitu bertepatan pada hari Sabtu, Saniscara Umanis Watugunung atau bertepatan dengan perayaan Hari Raya Saraswati yang merupakan peringatan terhadap turunnya Ilmu Pengetahuan.

Di dalam pura tersebut tersimpan seperangkat barungan gamelan Gambang yang disebut dengan Gambang Piturun yang mana gamelan tersebut dipergunakan sebagai pengiring ritual keagamaan yang dilaksanakan di pura tersebut. Gamelan ini sangat disakralkan oleh para pendukungnya dan hanya para pengempon pura saja yang berhak untuk memainkannya. Adapun Gambang Piturun yang dimaksud adalah bahwa kesenian tersebut merupakan warisan secara turun-temurun para generasi pengempon pura dari masa lampau.

Keberadaan kesenian ini di wilayah Desa Sebudi sangat dikenal oleh masyarakat disekitar desa. Seringkali gamelan ini ditanggap oleh masyarakat untuk ritual keagamaan yang dilaksanakan. Ada yang mananggap sebagai pembayaran kaul, dan ada juga yang menanggap untuk dipergunakan sebagai pengiring upacara keagamaan seperti upacara Pitra Yadnya (Ngaben, Nyekah) dan Dewa Yadnya (Odalan di Sanggah Kemulan atau di pura). Pada masa yang lampau sekaa Gambang Pura Kelaci memiliki kewajiban ngayah di Puri Denpasar setiap dilaksanakan upacara Pitra Yadnya dan Dewa Yadnya.

Sekaa Gambang Banjar Bekul, Penatih

Sebagaimana halnya sekaa Gambang yang terdapat di Pura Klaci, keberadaan sekaa Gambang di Banjar Bekul juga sangat dikenal oleh masyarakat di sekitarnya. Gamelan ini disimpan di Banjar Bekul, Penatih. Menurut penuturan I Nyoman Warka (wawancara tanggal 18 Desember 2009), awal mula keberadaan kesenian Gambang di Banjar Bekul adalah paica (pemberian) Ida Betara Leluhur Penglingsir dari Griya Bajing Kesiman pada tahun 1930-an dan awalnya diamong oleh leluhur keluarga besar I Nyoman Warka, pada sekitar tahun 1970-an, seiring dengan semakin maraknya perkembangan gamelan Gong Kebyar, atas permintaan warga banjar Bekul kerawang bilah saron dari gamelan ini dimohon untuk dilebur dijadikan gamelan Gong Kebyar, dan untuk selanjutnya gamelan Gambang tersebut menjadi tanggung jawab masyarakat Banjar Bekul. Sebagai imbalan atas permintaan tersebut, masyarakat Banjar Bekul senantiasa melakukan ayah-ayah (kewajiban) setiap dilaksanakannya upacara keagamaan di Griya Bajing, dan saat pelaksanaan upacara dewa yadnya dan pitra yadnya, sekaa Gambang memiliki kewajiban untuk ngayah selama upacara dilangsungkan.

Saat ini tidak banyak aktivitas yang dapat dilakukan oleh sekaa gambang di Banjar Bekul, di samping terjadi kerusakan beberapa peralatan (instrumen), kurang diminatinya gamelan ini di kalangan generasi muda sangat menyulitkan dalam alih generasi. Sebagian besar anggota sekaa gambang ini sudah berusia lanjut dan sangat sulit dicarikan penggantinya.

Sekaa Gambang Banjar Tangguntiti, Tonja, Denpasar Utara

Berbeda dengan kedua sekaa Gambang di atas, kesenian Gambang di Banjar Tangguntiti dimiliki oleh keluarga dan saat ini disimpan di rumah Ni Wayan Warni salah seorang warga Banjar Tangguntiti. Keberadaan kesenian ini secara khusus dipergunakan untuk mengiringi upacara pitra yadnya yang dilaksanakan oleh masyarakat di sekitarnya maupun yang berada di luar desa.

Menurut penuturan Ni Wayan Warni, kesenian ini sudah diwarisi secara turun-menurun dari para leluhurnya dimana para seniman pelakunya lebih banyak berasal dari Banjar Cabe. Suatu ketika, karena sebagian besar para pelakunya berada di Banjar Cabe, gamelan ini pernah dipindahkan ke Banjar Cabe. Namun berdasarkan pawisik yang diterima oleh Ni Wayan Warni dari para leluhurnya lewat mimpi, gamelan ini akhirnya dikembalikan dan disimpan keluarga Ni Wayan Warni. Saat ini Gamelan Gambang ini masih tersimpan dalam kondisi yang baik dan sewaktu-waktu dimainkan jikalau ada anggota masyarakat yang menanggap.

Sekaa Gambang Pura Dalem Bengkel Binoh, Desa Ubung Kaja Denpasar Barat

Sekaa Gambang Banjar Binoh, Desa Ubung Kaja setelah mengalami vacuum selama beberapa tahun akhirnya berhasil direkonstrusi kembali pada tahun 2006. Keberadaan kesenian Gambang ini lebih banyak difungsikan sebagai sarana pengiring upacara di Pura Dalem Bengkel Desa Binoh Klod, yang disungsung oleh sebagian besar masyarakat Banjar Binoh.

Sekaa Gambang Wahana Gurnita, Gabungan seniman Kota Denpasar

Sekaa Gambang Wahana Gurnita terbentuk pada bulan April tahun 2008. sekaa ini merupakan gabungan dari seniman-seniman Kota Denpasar. Terbentuknya sekaa Gambang ini tidak terlepas ide Walikota Denpasar, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra yang memiliki komitmen tinggi akan keberadaan kesenian utamanya penggalian, pelestarian dan pengembangan seni klasik dan sakral di Kota Denpasar. Adanya komitmen ini juga sangat berkaitan dengan misi budaya Kota Denpasar dalam mewujudkan Denpasar sebagai Kota Budaya. Tingginya perhatian pemerintah terhadap kesenian klasik, terbukti dengan diadakannya pembelian 4 (empat) barung gamedlan Gambang dari seniman Dewa Gede Darmayasa dari Bangli. Pengadaan empat barung gamelan Gambang ini nantinya diserahkan ke masing-masing kecamatan yang ada di Kota Denpasar untuk dikelola dan dikembangkan di masing-masing kecamatan.

Adanya ide tersebut kemudian disambut dengan antusias oleh seniman-seniman Kota Denpasar, sehingga pada tahun 2008 dibentuklah sekaa Gambang Wahana Gurnita yang anggotanya direkut dari kader-kader seniman di masing-masing kecamatan di Kota Denpasar. Menurut I Ketut Suanditha selaku ketua sekaa, direkrutnya kader-kader seniman di empat kecamatan yang ada, dasar pemikirannya adalah agar nantinya kader-kader tersebut yang lebih mengembangkannya di kecamatan masing-masing (wawancara tanggal 21 Oktober 2009, di Dinas Kebudayaan Kota Denpasar).

Menyimak perkembangan yang terjadi di Kota Denpasar, walaupun secara kuantitas jumlahnya mulai mengalami peningkatan, namun dari aktivitas yang dilakukan hanya beberapa diantaranya masih eksis di masyarakat dan secara rutin dipentaskan atau di sajikan dalam rangkaian upacara keagamaan maupun event-event lainnya. Beberapa permasalahan yang terkait dengan eksistensinya, sekaa-sekaa gambang yang ada masih perlu diadakan rekonstruksi dan pembinaan demi kelangsungan hidup dari kesenian ini. Sebagaimana sekaa Gambang yang terdapat di Banjar Bekul, memperhatikan kondisi peralatan yang dimiliki sangat perlu di renovasi dan diperbaiki karena beberapa bagian dari gamelan yang dimiliki sudah rusak sehingga sulit untuk dimainkan. Sedangkan, gamelan Gambang yang terdapat di Pura Dalem Bengkel dan di Tangguntiti, perlu diadakan pembinaan secara berkesinambungan karena sebagian besar seniman pelakunya dari luar wilayah yang bersangkutan.

Transformasi Nilai-Nilai Tradisi Bali Dalam Penciptaan Seni Lukis Kontemporer

Oleh: Ni Made Purnami Utami (Dosen PS. Seni Rupa Murni)

Proses trasnformasi nilai-nilai tradisi Bali dalam penciptaan seni lukis kontemporer bisa dilakukan secara sederhana, lewat isi dan tema, dekorasi dan ekspresi. Tema tradisi seperti cerita rakyat , Ramayana dan Mahabrata, unsur-unsurseni rupa tradisi Bali yang kaya bisa diolah,ditransformasikan ke dalam seni lukis kontemporer yang punya misi dan tujuan tertentu. Hasilnya tergantung pada beberapa faktor dari proses karya seperti : identitas seniman pencipta seni, lingkungan, alat dan ketrampilan, originalitas karya dan apresiasi masyarakat pencipta seni. Karakter garis, bidang, bentuk, warna dan tektur, tujuh kaedah komposisi serta berbagai keunikan tradisi Bali bisa diolah untuk seni lukis kontemporer. Wayang Kamasan, topeng Singapadu, songket Karangasem, kerajinan kriya, sesajen dan berbagai sarana upakara merupakan contoh karya tradisi yang mengandung nilai tinggi.

Proses transformasi perlu ketekunan, ulet, teliti, sabar, optimis, percaya diri dan antosiasme yang tinggi. Penciptaan berhasil baik lewat penguasaan teknik yang sempurna serta sarana dan peralatan yang memadai. Bahan dan media yang baik harus diolah secara kreatif dan inovatif. Hasil dan mutu tinggi bisa dicapai dengan proses tahapan kerja yang sistematis. Adapun hasil-hasil karya yang dirancang dalam transformasi ukurannya relatif besar, berkisar 240 cm x 120 cm, 240 cm x 60 cm, 100 cm x 100 cm, 120 cm x 100 cm dan 120 cm x 120 cm. Bahan campuran dari kanvas, triplek, cat minyak, acrylic dan lem. Temanya sebagian besar sesajen dengan gaya kontemporer. Teknik penyelesaian dominan dengan polet, kuas, untuk membuat komposisi dan teknik jiprat untuk finising. Corak dan karakter karya lukis kontemporer memang sangat beragam, sesuai dengan konsep dan cara pandang senimannya. Identitas dan kepekaan pencipta seni berpengaruh pada hasil transformasi nilai-nilai tradisi yang mengaggumkan.

Secara ergonomis perlu pula diperhatikan stasiun kerja seniman yang nyaman, aman, sehat, bersih, agar efisiensi dan produktivitas bisa ditingkatkan.

Loading...