BENTUK WAYANG BHUTASIU DI ATAS DAUN LONTAR : penciptaan karya seni

Kiriman : I Gusti Ngurah Agung Jaya CK. SSn., M.Si ( Program Studi Kriya FSRD ISI Denpasar ) 

ABSTRAK

penjelasan secara ilmiah tentang unsur-unsur seni rupa, memudahkan dalam penilaian sebuah karya seni baik karya dua dimensi, tiga dimensi dan multi dimensi Obyek itu bisa juga merupakan obyek kesenian, di mana aspek-aspek yang di “ukur” adalah aspek-aspek estetikanya. Bila ketiga selera dari ketiga pengamat digabungkan maka bisa didapatkan perbandingan yang re- levan, yang meyakinkan. Karena itu Estetika yang dapat melakukan pengukuran disebut Estetika Instrumental. (Instrument perkakas, alat, yang dipergunakan untuk suatu pekerjaan).

Obyek itu bisa juga merupakan obyek kesenian, di mana aspek-aspek yang di “ukur” adalah aspek-aspek estetikanya. Bila ketiga selera dari ketiga pengamat digabungkan maka bisa didapatkan perbandingan yang re- levan, yang meyakinkan. Karena itu Estetika yang dapat melakukan pengukuran disebut Estetika Instrumental. (Instrument perkakas, alat, yang dipergunakan untuk suatu pekerjaan).

Masalah bahasa verbal sebagai media komunikasi, namun dalam perkembangannya penggunaannya merambah ke berbagai bidang ilmu termasuk seni rupa. Oleh karena seni rupa pada dasarnya berupa tanda dan berupa media komunikasi non-verbal, maka teori ini ‘dipinjam’ untuk keperluan pembahasan bahasa visual yang ada pada seni rupa.

Wujud Tuhan Yang Maha Esa dalam agama Hindu, menjadi Akasara, dimana aksara itu menjadi sebuah kekuatan yang maha dasyat, Jika disatukan akan menjadi kekuatan alam semesta, dalam ajaran Hindu dikenal dengan kekuatan Panca maha bhuta yaitu: kekuatan aitr, kekuatan api, kekuatan tanah, kekuatan angin/udara dan kekuatan ruang hampa. Bentuk-bentuk panca maha bhuta ini menjadi aksara kekereb Bhutasiu.

Kata Kunci: 10 unsur seni rupa, Estetika, Seiotika, Bhutasiu

Selengkapnya dapat unduh disini

Dry Garden Jepang dan Taman Kering Indonesia Istilahnya Serupa tetapi Esensinya Berbeda

Kiriman : A.A. Gede Ardana dan I Gusti Ngurah Ardana ( Dosen PS. Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Denpasar )

Abstrak
Taman yang sudah sejak awal melengkapi bumi ini, menjadikannya semakin indah dan menarik serta segar. Tidak ada satu orangpun tahu proses pembentukannya, sudah ada dengan sendirinya sehingga sifat utamanya adalah alami. Walaupun demikian, ternyata belum mampu memenuhi tuntutan manusia penghuni bumi ini sehingga diciptakan taman lain dengan istilah taman kering. Jenis taman ini, di Jepang disebut kare-sansui karena tidak memakai material air tetapi berlokasi di halaman terbuka. Sedangkan di Indoensia, lokasinya di dalam ruangan agar perawatannya mudah maka jenis material serta tanaman yang dimanfaatkan harus yang membutuhkan air dalam jumlah terbatas juga. Berdasarkan uraian dan gambar yang dijumpai pada sejumlah pustaka dapat dinyatakan, bahwa istilah kare-sansui dalam bahasa Jepang disebut dry garden dalam bahasa Inggris yang dalam bahasa Indonesianya diartikan taman kering. Istilah yang sama ini, ternyata menampilkan objek visual yang berbeda karena esensi penciptaan taman ini memiliki latar belakang berbeda pula. Dry garden di Jepang yang disebut dengan istilah kare-sansui itu, berlokasi di halaman terbuka yang dibuat dari material terdiri atas: pasir, batu, kerikil, tanaman, lumut untuk mengesankan sifat alami dan sejenis material lainnya. Jenis taman ini memang tidak menggunakan material air, tetapi tidak terbebas dari hujan dan salju ataupun badai yang terjadi di sekitarnya. Dry garden ini dihadirkan sebagai representasi (simbolisasi) kondisi ataupun aktivitas yang terjadi di bumi ini, melalui penataan material alami agar setiap orang yang melihatnya mendapatkan interpretasi yang sangat mengesankan. Taman kering di Indonesia, memang dibutuhkan untuk memperindah suatu área di dalam ruang sehingga harus menggunakan material yang tidak banyak menuntut air. Perbedaan mendasar antara taman kering di Jepang dan di Indonesia, dapat dicermati secara konkrit dari lokasi penataan dan esensinya termasuk penggunaan air tetapi keserupaannya hanya pada jenis bahan yang digunakan pada taman tersebut.

Kata kunci: taman kering jepang dan indonesia serta perbedaan esensi.

Selengkapnya dapat unduh disini

TOKOH SRIKANDI DALAM CERITA MAHABHARATA

Kiriman : Ni Luh Putu Eka Wahyuningsih (Program Studi Tari Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar)

Abstrak

Mahabharata adalah sebuah karya sastra kuno yang berasal dari India. Secara tradisional, penulis Mahabharata adalah Bhagawan Byasa atau Vyasa. Buku ini terdiri dari delapan belas kitab, maka dinamakan Astadasaparwa. Selain berisi cerita kepahlawanan (wiracarita), Mahabharata juga mengandung nilai-nilai Hindu, mitologi dan berbagai petunjuk lainnya. Oleh sebab itu kisah Mahabharata ini dianggap suci, teristimewa oleh pemeluk agama Hindu. Dalam Mahabharata disebutkan ada seorang tokoh perempuan yang gagah berani bernama Srikandi. Srikandi merupakan reinkarnasi dari Dewi Amba yang akan membalaskan dendamnya kepada Sang Bhisma.

Kata Kunci : Astadasaparwa, Suci, Reinkarnasi, Bhisma

Selengkapnya dapat unduh disini

NILAI SENI DALAM KARYA KARAWITAN “GERAUSCH”

Kiriman : I Gede Putu Resky Gita Adhi Pratista (Program Studi Seni, Program Magister, Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Denpasar)

Abstrak

Karya musik Gerausch merupakan sebuah karya musik yang memberikan nuansa baru dalam penciptaan seni karawitan. Karya tersebut berakar dari pemahaman bahwa seni tidak selalu indah. Berdasarkan konsepsi tersebut, maka disusun karya musik yang berlandaskan pada bunyi bising. Asosiasi penikmat musik secara umum bahwa bising tersebut tidak enak untuk didengar. Namun asosiasi tersebut dipatahkan dengan hadirnya musik Gerausch. Bunyi yang bising dapat disusun menjadi musik dan dapat diapresiasi sebagai sebuah karya seni. Penilaian terhadap karya tersebut dapat dilakukan dengan dua aspek nilai seni, yakni nilai intrinsik dan nilai ekstrinsik. Penilaian secara intrinsik pada karya tersebut mengenai aspek formal bentuk karya yang terindera atau intramusikal. Sedangkan penilaian secara ekstrinsik mengenai aspek diluar musik atau ekstramusikal, yang melatarbelakangi terciptanya karya musik Gerausch. Melalui kedua aspek penilaian karya seni tesebut maka dapat diperoleh hasil analisis yang menyeluruh pada karya musik Gerausch.

Kata Kunci: Gerausch, Karawitan, Musik, Nilai.

 

Selengkapnya dapat unduh disini

KRITIK PADA PEMENTASAN KARYA BEBARONGAN BARU DI BENTARA BUDAYA BALI

Kiriman : I Kadek Agus Cahaya Suputra (Program Studi Seni Program Magister Pascasarjana Institut Seni Indonesia Denpasar)

Abstrak

Penulisan karya tulis ini bertujuan untuk memaparkan tentang kritik pada pementasan karya bebarongan baru di bentara budaya Bali. Gamelan Bebarongan dalam Catur Muni-Muni disebut dengan Semara Ngadeg, adalah barungan madya yang berlaras pelog (lima nada), dipakai mengiringi dramatari Barong Ket. Adapun yang menjadi latar belakang penulisan ini karena pementasan karya bebarongan baru ini memberikan wawasan dalam berkomposisi. Pada akhir pementasan juga terdapat ruang diskusi sehingga para penikmat dapat bertanya langsung kepada komposer karya tersebut Jadi, sangat menarik jika dibahas melalui apresiasi dalam kritik seni. Pagelaran Bebarongan Baru di selenggarakan di Bentara Budaya pada tanggal 25 Oktober 2015 menyajikan komposisi tabuh bebarongan yang di sertai dialog atau diskusi dari penonton dengan komposer tabuh. Dalam acara pagelaran tabuh bebarongan baru ini dipentaskan tiga komposisi tabuh bebarongan yaitu Tabuh Pisan Bebarongan, Bah Ruang dan Sembur Tangi.

Kata Kunci : Kritik, Apresiasi, Bebarongan Baru.

 

Selengkapnya dapat unduh disini

PERMAINAN INSTRUMEN GONG DALAM KARYA I WAYAN SADRA

Kiriman : I Putu Danika Pryatna (Program Magister Seni Pascasarjana Institut Seni Indonesia Denpasar)

ABSTRAK

Pada zaman postmodern ini kita mengenal istilah from follow fun yang memiliki arti bentuk mengikuti kesenangan. Teori postmodern ini sangatlah cocok jika dikaitkan dengan ideologi seorang seniman kontemporer. Seniman kontemporer adalah seorang seniman yang menganut paham kebebasan, dimana paham kebebasan tersebut menjadi ideologinya di dalam sebuah proses penciptaan karya seni. I Wayan Sadra adalah seorang seniman kontemporer yang mengantut paham bahwa setiap instrumen musik bisa dimainkan dengan bebas dengan cara melepaskan beban kultur yang melekat padanya. Karya musik Daily yang diciptakannya adalah sebuah karya musik kontemporer yang menganut paham postmodern. Penelitian ini bersifat deskriftif kualitatif, diamana data dari penelitian ini akan diperoleh dengan teknik wawancara, pandangan empiris dan studi pustaka. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah ditemukannya sebuah teori postmodern di dalam karya I Wayan Sadra yang berjudul Daily ini. teori postmodern yang mengemukakan pendapat form follow fun menjadi acuan bagi I Wayan Sadra dalam proses penciptaan karyanya. Karya ini memiliki tiga bagian yaitu bagian pertama yang menggesek lempengan besi, bagian kedua menyeret gong, dan bagian ketiga melempar telur ayam kampung pada lempengan besi panas yang berbentuk kanvas. Dari ketiga bagian musik ini yang paling fenomenal adalah bagian kedua yang menyeret instrumen gong, sehingga banyak seniman-seniman yang mengecam perbuatannya karena melanggar etika dari permianan instrumen gong yang sesungguhnya.

Kata Kunci: Ideologi, Kontemporer, Instrumen Gong, Daily, Menyeret.

 

Selengkapnya dapat unduh disini

Loading...