Penerapan Unsur Desain Pada Busana Ready-To-Wear Perempuan Plus Size Brand Pofeleve

Kiriman :  Ayu Krisna Gayatri Sari Dewi (Mahasiswa S2 Institut Seni Indonesia Denpasar)

ABSTRAK

Busana ready to wear Brand Pofeleve dalam rancangannya mengandung nilai estetika dilihat dari unsur desain yang meliputi warna, garis, tekstur, dan bentuk. Warna merupakan unsur penting dalam objek desain. Warna dapat menampilkan identitas atau citra yang ingin disampaikan. Penggunaan garis yang tepat pada busana ready-to-wear dapat mempengaruhi look pada sebuah busana. Tekstur merupakan keadaan permukaan suatu benda. Tekstur dapat mempengaruhi penampilan suatu benda, baik secara visual (berdasarkan pengelihatan) maupun secara sensasional (berdasarkan kesan terhadap perasaan). Bentuk merupakan hasil hubungan dari beberapa garis yang memiliki area dan bidang dua dimensi yang memiliki panjang dan lebar. Pada fashion bentuk dilihat dari siluet busana. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif dan interpretatif. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan penerapan unsur desain dan interpretasi dari penulis yang dilihat dari warna, garis, tekstur, dan bentuk dengan demikian diharapkan mampu menunjukkan kepada para konsumen atau perempuan plus size agar dapat memilih busana yang sesuai dengan bentuk tubuh mereka.

Kata kunci: Warna, Garis, Tekstur, Bentuk, Pofeleve

 

Selengkapnya dapat unduh disini

 

Perkembangan Desain Kain Tenun Gotia dalam Indrusti Fashion Era Globalisasi

Kiriman : I Wayan Dedy Prayatna (Mahasiswa Program Studi Seni Pascasarjana)

ABSTRAK

Dewasa ini di masyarakat Bali, sangat terpengaruhi arus moderenisasi maupun globalisasi  dengan fenomena  revolusi insdrustri 4.0 yang di akibatkan oleh pariwisata. Globalisasi di Bali berkaitan erat dengan pariwisata, kemajuan pariwisata dapat memberikan benefit pada kebudayaan Bali itu sendiri, positif maupun negativ yang harus dijalankan oleh masyarakat. Kain Gotia merupakan  salah satu kain sakral, yang di ciptakan ratusan tahun oleh warga desa sejak dahulu  dimana sekarang  terjadinya perkembangan dalam desain fashion  perkembangan dari warna dan ukuran  motif yang di hasilkan yang mengalami pergeseran nilai bentuk dan makna baru. sehingga terciptanya  karya kain tenun Gotia dengan bentuk motif dan warba  baru, Kain Gotia yang berkembang dari segi warna dan ukuran  saat ini  sesungguhnya bukanlah kain yang ‘sukla’ (suci) karena tidak melalui proses upacara atau ritual keagamaan. Sehingga tetap dapat dikembangkan lagi, sepanjang masih menjaga pakem keeksistensian kain Gotia sendiri yang kental akan nilai filosofis. Fashion sebagai sarana komunikasi non verbal, tidak serta merta mengesploitasi kain sakral hanya karena melihat keunikan motif kain tersebut. Melainkan bagaimana fashion menjadi sebuah sarana untuk menyampaikan pesan melalui kreativitas mengekspresikan kekayaan wastra nusantara tanpa menghilangkan atau merendahkan nilai sakral maupun filosofi dari wastra  bebali tersebut. 

Kata Kunci : Globalisasi, Kain Gotia, Perkembangan, Pariwisata

 

Selengkapnya dapat unduh disini

 

Praktik Kitsch Dalam Pekembangan Wastra Songket Bali

Kiriman : Ni Putu Elsye Andriani Delfina (Mahasiswa Program Studi Seni Magister Program Pascasarjana ISI Denpasar)

ABSTRAK

Wastra Songket Bali adalah wastra tradisional yang diwariskan oleh para leluhur, sehingga memiliki nilai-nilai filosofi di dalamnya. Sejak awal proses pemintalan benang dengan cara tradisional hingga ditenun, semua dilakukan menggunakan alat tradisional yang disebut cag-cag. Namun, seiring kemajuan teknologi informasi, terjadi perubahann yang cukup signifikan pada wastra songket Bali. Pada era revolusi industri saat ini, inovasi terus terjadi dalam segala hal khususnya bidang fesyen. Khususnya pada wastra songket Bali, proses produksinya dilakukan menggunakan mesin dengan teknik print dan bordir, sehingga berpengaruh pada berbagai aspek seperti nilai filosofi, tradisi, dan penurunan nilai estetika dari wastra tersebut. Fenomena seni ini tidak terlepas dari kemajuan zaman yang menuntut segala hal dilakukan dan dikerjakan dengan teknologi massal, sehingga dapat bersaing secara global. Dalam dunia global berkembang beberapa idiom-idiom estetika postmodern salah satunya yaitu kitsch. Praktik kitsch dianggap sebagai seni palsu dan seni bernilai rendah (bad taste), dikarenakan keotentikan dan orisinalitas dari suatu karya mengalami penurunan. Hal itulah yang terjadi pada wastra Songket Bali saat ini. Songket Bali yang dulunya memiliki nilai tinggi sebagai karya handmade adiluhung, kini menjadi karya massal, tidak mengandung nilai tradisi dan filosofi didalamnya, sehingga dapat disebut sebagai karya seni rendah. Pada artikel ini penulis menggunakan metode kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, kepustakaan dan dokumentasi. Dampak positif songket Bali produksi massal, mampu bersaing dalam industri fesyen. Dampak negatifnya, terjadinya perubahan nilai tinggi dari karya seni menjadi karya bernilai rendah, sehingga songket Bali kehilangan originalitasnya.

Kata kunci: Kitsch, Songket Bali, Globalisasi, Revolusi industri

Selengkapnya dapat unduh disini

 

KRITIK SENI PADA BENTUK BANGUNAN PURA LANGGAR BUNUTIN BANGLI

Kiriman : A A Istri Novyani Nirmaladewi (Mahasiswa Program Pascasarjana Magister Seni ISI Denpasar)

Abstrak

Keberadaan dan kedatangan umat Islam yang berasal dari berbagai daerah Indonesia di Bali cukup beragam. Orang Islam tersebar dimana-mana, berbaur, bersatu dan bertoleransi serta beralkulturasi. Penelitian Pusat Arkeologi Nasional sejak 1980 sudah terfokus terhadap peninggalan Islam di Bali seperti  makam-makan tua, masjid-masjid tua, naskah-naskah tua, pemukiman Islam, Pusat Kerajaan di Bali, pembauran kebudayaan dan kekerabatan serta lainnya, menunjukkan suatu akulturasi yang baik dan damai. Bentuk akulturasi yang masih terjalin hingga saat ini bisa dilihat melalui perkembangan arsitektur Pura di Bali. Salah satunya adalah Pura Langgar Bunutin. Pura Langgar Bunutin berada di Desa Bunutin, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli.  Pura Langgar Bunutin merupakan salah satu objek Pura di Bangli yang memiliki arsitektur khas dengan percampuran dua budaya Hindu dan Islam. Mengenai sejarah Pura Langgar Bunutin, ada kaitannya dengan sebuah nama Langgar yang mempunyai kemiripan dengan dengan sebuah langgar atau musholla, tempat sembahyang umat muslim. Hal ini menjadi tonggak keterkaitan kebudayaan Islam yang masuk ke wilayah Bali sehingga sedikit banyak mampu mempengaruhi gaya arsitektur dan pernak -pernik pura ini. 

Kata kunci: Pura Langgar, Islam, Musholla, Gaya arsitektur.

 

Selengkapnya dapat unduh disini

UPCYCLING KONTAINER, SEBUAH KRITIK SENI

Kiriman : I Putu Gede Andy Pandy (Mahasiswa Program Studi Seni Magister Pascasarjana ISI Denpasar)

Kontainer adalah peti atau kotak yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan International Organization for Standardization (ISO) sebagai alat atau perangkat pengangkutan barang. Banyaknya kontainer, baik yang masih layak difungsikan sebagai pelindung barang dalam pengangkutan ataupun yang sudah tidak sesuai dengan standar pelindung pengangkutan barang, dapat difungsikan sebagai bahan bangunan atau unsur pembentuk ruang. Material kontainer merupakan bahan bangunan ekologis, karena memenuhi kriteria sebagai alternatif penerapan material ekologis yang dapat digunakan sebagai bahan yang dapat digunakan kembali sebagai bahan bangunan dan sesuai dengan konsep yang ada pada kriteria green building. Pada tulisan ini dikritisi fungsi dan kreatifitas desain pada container, yang dikhususkan sebagai pembentuk ruang untuk menampung aktivitas perkantoran dengan berbagai macam perilaku kerja. Salah satunya adalah Kantor Vasaka yang memanfaatkan kontainer sebagai unsur pembentuk ruang. Dalam mengkritik fungsi dan kreatifitas desain bangunan kontainer ini, menggunakan metode eksploratif dan dianalisis dengan metode kualitatif. Unsur pembentuk ruang merupakan merupakan salah satu bagian dari desain interior. Unsur ini terdiri dari beberapa bagian yaitu lantai, dinding dan plafon. Pada Kantor Vasaka, unsur dinding dan plafon dilapisi dengan bahan peredam panas dan unsur lantai dilapisi dengan keramik. Penggunaan kontainer sebagai material Kantor Vasaka, secara umum telah mengaplikasikan konsep ekologis dengan baik, melalui beberapa kreatifitas dan strategi desain. Di antaranya penghijauan yang cukup luas, efisiensi energi, pencahayaan alami yang memadai, massa bangunan yang ramping, dan elemen shading sebagai peneduh. Kantor Vasaka ini berkontribusi dalam green building melalui penerapan bahan dan dimensi kontainer pada unsur pembentuk ruangnya. Simpulan dari tulisan ini adalah, bahwa kontainer memenuhi fungsi sebagai unsur pembentuk ruang kantor yang berkelanjutan dan dapat mengurangi efek global warming serta terwujudnya kelestarian alam demi generasi mendatang.

 

Kata Kunci: Ekologis, Kreatifitas, Dimensi, Pembentuk Ruang

 

 Selengkapnya dapat unduh disini

 

Kontroversi Masyarakat Jawa Terhadap Keberadaan Tari Bedhaya Segoro Kidul Di Bali, Sebuah Kritik Seni

Kiriman : Ni Ketut Santi Sukma Melati ( Mahasiswa Ps. Seni Program Magister Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Denpasar )

 

ABSTRAK

Tari Bedhaya merupakan tarian kebesaran yang hanya dipertunjukkan ketika penobatan serta upacara peringatan kenaikan tahta Sunan Surakarta. Budaya Islam ikut memengaruhi bentuk-bentuk tari yang berkembang sejak zaman Majapahit. Penari yang semula berjumlah 7 orang, kemudian dirubah Sunan Kalijaga menjadi 9 penari, disesuaikan dengan jumlah Wali Sanga. Oleh Sunan Pakubuwono I dinamakan Bedhaya Ketawang, termasuk jenis Tarian Jawa Bedhaya Suci dan Sakral. Di beberapa tempat, ada kepercayaan masyarakat, bahwa setiap Tari Bedhaya Ketawang dipertunjukkan, dipercaya Kangjeng Ratu Kidul akan hadir sebagai penari ke sepuluh. Dalam mitologi Jawa, sembilan penari Bedhaya Ketawang menggambarkan sembilan arah mata angin yang dikuasai oleh sembilan dewa. yang disebut dengan Nawasanga. Saat ini di Bali juga telah diciptakan tari Bedhaya Segoro Kidul oleh Senator Arya Wedakarna sebagai konseptor, dan I Gede Suta Bagas Karayana sebagai Koreografer. Inspirasinya dari Jawa yang menggunakan pemaknaan dan bentuk yang hampir serupa dengan tari Bedhaya yang ditarikan di Keraton. Penarinya delapan orang sebagai abdi (dayang) dan satu orang penari sebagai Ratu Pantai Laut Selatan. Bentuk koreografinya percampuran antara gerak tari Bali dan didominasi oleh gerak tari Jawa. Kostumnya bernuansa hijau dan menggunakan tatanan penggunaan busana tari Bedhaya di Jawa. Keberadaan tari Bedhaya Segoro Kidul di Bali memunculkan kontroversi, terutama dari kalangan masyarakat Jawa, yang sangat paham terhadap keberadaan konsep Bedhaya.

 

Kata Kunci: Penobatan, Tahta, Ratu Kidul, Nawasanga, Kontroversi.

 

Selengkapnya dapat unduh disini

Loading...