Analisis Teks Visual Kartun Oom Pasikom

Kiriman : I Wayan Nuriarta (Dosen Program Studi Desain Komunikasi Visual FSRD ISI Denpasar)

ABSTRAK

GM.Sudarta mengatakan bahwa ada banyak peristiwa yang membuatnya betah menjalani hidup sebagai kartunis. Rekaman peristiwa yang dicatat dalam karya kartunnya selalu membuat pembacanya tersenyum. Narasi-narasi besar yang menyangkut persoalan sosial politik digambarkan dengan apik. Salah satunya kartun pada Sabtu, 16 September 2017 pada koran Kompas. Teks Visual kartun Oom Pasikom dapat dimaknai (1) KPK terus bekerja memberantas korupsi dengan melakukan OTT ditengah-tengah adanya oknum-oknum politikus di Senayan yang ingin lembaga KPK ini dibubarkan. Apapun sindiran dan kritik yang dilontarkan kepada KPK oleh pihak-pihak yang tidak senang dengan kerja KPK, KPK tidak pernah gentar untuk menangkap para koruptor. (2) sejalan dengan itu, presiden Jokowi juga (diharapkan) terus bekerja untuk kepentingan rakyat Indonesia meskipun ada banyak kritik yang dilontarkan oleh lawan-lawan politik Jokowi terhadap kabinet Kerja.

Kata Kunci: Teks Visual, Kartun Oom Pasikom, Kritik Sosial

Selengkapnya dapat unduh disini

Kritik Seni Pada Bentuk Bangunan Museum Tsunami Aceh

Kiriman : I Made Wisnu Wardana (Mahasiswa Program Studi Seni Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Denpasar)

ABSTRAK

Museum merupakan tempat untuk menyimpan, melestarikan dan media pembelajaran dari suatu peninggalan kebudayaan. Salah satunya adalah Museum Tsunami Aceh. Museum ini diresmikan pada 2009 dan dijadikan museum yang menyimpan segala sesuatu peninggalan tsunami yang pernah meratakan Kota Banda Aceh. Tujuan didirikannya useum tsunami adalah untuk mengenang peristiwa bencana alam terbesar yang pernah dialami Aceh. Secara keseluruhan desain bangunan Museum Tsunami Aceh terinspirasi dari bencana alam tsunami Aceh, di mana suasana pada saat seseorang berada di dalam pusaran atau gulungan ombak yang mengharapkan sebuah bantuan untuk menyelamatkan hidupnya. bentuk dari museum tsunami terinspirasi dari gulungan ombak dan kapal penyelamat. Diharapkan peristiwa yang telah meratakan bangunan dan menghilangkan banyak jiwa dapat selalu dikenang, melalui desain bentuk luar bangunan museum tsunami. Namun, perlu sudut pandang yang benar agar makna dalam bentuk bangunan dapat sampai ke orang yang melihat.

Kata kunci : museum, Tsunami, aceh, bentuk luar bangunan, sudut pandang

Selengkapnya dapat unduh disini

Diana Spencer: Surealisme Dalam Mashab Batuan Ala Wayan Bendi

Kiriman : Made Tiartini Mudarahayu (Mahasiswa Program Pascasarjana (S2), Institut Seni Indonesia Denpasar)

Abstrak

Dibutuhkan kesadaran bagi peneliti lokal untuk mau mendalami segala bentuk kearifan lokal Bali, seperti masalah seni lukis tradisi. Seni lukis mashab Batuan misalnya, merupakan salah satu dari beberapa jenis lukisan tradisi yang ada di Bali. Seni lukis mashab Batuan memiliki keunikan tersendiri yang sesungguhnya dapat menjadi sumber kajian bagi peneliti lokal. Salah seorang tokoh seni lukis penerus mashab Batuan adalah Wayan Bendi, yang karyanya berbeda dengan kebanyakan seniman Batuan lain. Konsep penciptaan seni Wayan Bendi menekankan imajinasi dalam berkarya, karena imajinasi menurutnya tidak pernah salah. Hal ini yang menyebabkan keunikan karyanya, seperti pada lukisannya yang berjudul Diana Spencer. Unsur garis pada karya Wayan Bendi tegas dengan tekanan yang merata pada semua sisi lukisan. Tidak terdapat transisi ketebalan garis antara objek lukisan di depan dengan objek lukisan di belakang. Bentuk-bentuk yang diproduksi Wayan Bendi merupakan bentuk-bentuk naïf atau kekanak-kanakan, tidak anatomis, tidak sesuai dengan proporsi tubuh manusia. Warna-warna pada karyanya didominasi oleh warna monokromatik. Namun Wayan Bendi juga tetap memberi emphasis dengan mengahdirkan warna merah, biru dan putih pada ikon-ikon yang ia jadikan pusat perhatian, contohnya adalah pada ikon bendera United Kingdom.

Kata Kunci: Mashab Batuan, Wayan Bendi, Imajinasi, Diana Spencer, Naif.

Selengkapnya dapat unduh disini

Antara Kreativitas, Industri Hiburan, Dan Seni Tradisi Sebagai Landasan Berkarya Untuk Komersial Dengan Materi Tari Janger Dari Bali

Kiriman : I Nyoman Galih Adi Negara (Mahasiswa Pascasarjana Institut Seni Indonesia Denpasar)

ABSTRAK

Sebuah karya seni pasti memiliki pesan, serta bisa menyentuh jiwa penikmatnya, baik dalam seni pertunjukan maupun seni rupa. Banyak bentuk kesenian telah tercipta atas dasar kreativitas serta kearifan lokal di suatu tempat. Seni pertunjukan adalah seni yang bersifat temporer atau sementara, biarpun sudah ada alat untuk mengabadikan seni pertunjukan, namun seni tersebut tetaplah bersifat temporary. Hal tersebut dikarenakan seorang penari tidak akan pernah bisa melakukan gerakan yang sama dalam satu tarian di waktu yang berbeda. Seni pertunjukan khususnya di Bali sangatlah terkenal, terutama seni tradisinya. Tariannya, musiknya, serta seni pertunjukan lainnya, sudah dikenal hingga manca negara. Dewasa ini industri kreatif berkembang sangat pesat, dari permintaan pariwisata hingga permintaan pribadi, terus membanjiri seni pertunjukan di Bali. Pelaku-pelaku seni berlomba-lomba untuk memberikan suatu pembaharuan agar produknya laku terjual. Salah satu usahanya adalah berkreasi dengan seni tradisi yang ada di Bali, mengingat pamor yang telah dimiliki oleh seni tradisi Bali.

Kata kunci : Seni tradisi, Komersial, Industri kreatif

Selengkapnya dapat unduh disini

Kartun Konpopilan Pada Koran Kompas (Kajian Bahasa Rupa)

Kiriman : I Wayan Nuriarta (Ps Desain Komunikasi Visual FSRD ISI Denpasar)

Abstrak

Untuk menghadirkan humor ataupun kritik, sebuah kartun pada Koran biasanya memanfaatkan dua teks yaitu teks visual dan teks verbal. Teks visual yang dimaksudkan adalah gambar-gambar, baik bentuk manusia, tumbuhan maupun binatang. Sementara teks verbal adalah rangkaian kata-kata yang bisa dibaca serta memiliki makna sesuai pesan yang ingin disampaikan. Kedua teks ini sama-sama saling memperkuat pesan yang ingin disampaikan sang kartunis, baik itu pesan humor maupun kritik. Jika salah satu dari teks ini tidak ada, biasanya pesan sangat susah dipahami bahkan sangat mungkin terjadi kegagalan komunikasi sebuah karya kartun. Dua teks ini menjadi begitu penting karena saling membutuhkan satu sama yang lainnya. Kartun Konpopilan yang hadir pada Koran Kompas Minggu justru berbeda. Kartun ini dengan tegas menyatakan ‘dirinya’ adalah sebuah karya komunikasi visual. Artinya kartun Konpopilan hanya memanfaatkan teks visual saja dalam menyampaikan pesan. Salah satu kartun Konpopilan yang hadir pada Koran Kompas 21 Februari 2016 hadir dengan cara bercerita komik strip yang terdiri dari 4 panil. Bahasa Rupa isi wimbanya menghadirkan manusia bercaping dengan satwa kucing dan harimau. Kartun ini bercerita tentang bencana banjir.

Kata Kunci: Kartun Konpopilan, Bahasa Rupa, Koran Kompas

Selengkapnya dapat unduh disini

Kajian Poskolonialitas Pada Arsitektur dan Desain Interior Taman Ujung Karangasem

Kiriman : Dr. Drs. I Gede Mugi Raharja, M.Sn (Dosen Prodi Desain Interior FSRD ISI Denpasar)

Abstrak

Taman Ujung (Sukasada) merupakan taman peninggalan Kerajaan Karangasem yang  mulai dibangun oleh Raja A.A. Gde Djelantik pada 1901, kemudian dilanjutkan oleh Raja A.A. Bagus Djelantik pada 1909 – 1920. Taman Ujung yang ada sekarang, merupakan hasil revitalisasi pada 2004. Sebelumnya, Taman Ujung mengalami kerusakan akibat erupsi Gunung Agung pada 1963, bencana gempa bumi pada 1976, 1978, dan 1980. Wacana poskolonialitas Taman Ujung direpresentasikan melalui rancangan arsitektur dan desain interiornya yang bersifat hibrid. Oleh karena, Raja Karangasem ingin menunjukkan kepada dunia Barat bahwa orang Bali saat masih dijajah oleh Belanda, telah mampu mendesain taman dengan perpaduan desain taman modern dan gaya desain taman tradisional Bali. Representasi desain hibrid tersebut menghasilkan bentuk baru identitas, melalui perwujudan bangunan paviliun modern di tengah kolam. Desain Taman Ujung juga merepresentasikan adanya diplomasi kebudayaan dengan identitas etnik. Hal ini ditunjukkan oleh adanya kreasi ragam hias bergaya tradisi Bali, tetapi memvisualkan singa bermahkota dan mahkota diapit oleh dua ekor singa. Ragam hias ini terinspirasi oleh mahkota Ratu Wilhelmina dan simbol Kerajaan. Kreativitas lokal ini menunjukkan adanya diplomasi kebudayaan dengan Kerajaan Belanda dan tetap menjunjung tinggi identitas etnik Bali. Diplomasi kebudayaan melalui ragam hias oleh Raja Karangasem, menunjukkan bahwa Raja Karangasem telah melakukan upaya negosiasi secara damai dengan Kerajaan Belanda. Sehingga tak perlu lagi melakukan perang, untuk membina hubungan harmonis yang dapat mengalirkan kemajuan bagi Kerajaan Belanda.

Kata Kunci: Hibrid, Diplomasi, Ragam Hias, Negosiasi, Etnik  

Selengkapnya dapat unduh disini 

 

Loading...