Jes Gamelan Fusion

Jes Gamelan Fusion

Kiriman: I Wayan Eris Setiawan, Mahasiswa PS Seni Karawitan ISI Denpasar.

            Jes Gamelan Fusion merupakan sebuah group musik yang dibentuk oleh I Nyoman Windha pada tanggal 31 Januari 2006. Group musik ini terlahir dari adanya kegelisahan dan kepedulian Windha terhadap kesenian Bali di masa-masa yang akan datang. Darikegelisahannya itulah memunculkan keinginan untuk mewujudkan sebuah gagasan yang mungkin bisa dikatakan agak radikal yang sebenarnya semata-mata sebagai ekspresi yang meluap betapa ia mencintai Bali. Ide ini lahir dari rasa peduli dan pengamatannya meneropong dan menyayangi Bali dari jauh yang juga didukung oleh pengalamannya mengajar di beberapa group gamelan dan tari Bali di Amerika Serikat serta kontribusi penempaan dan pengalamannya belajar komposisi musik di Mill College. Disamping itu ia juga mengakui bahwa pengalamannya berkolaborasi dengan Indra Lesmana dalam konser kolosal Megalitikum Kuantum (2005) telah memberikan motivasi yang kuat buat Windha untuk membentuk group musik Jes Gamelan Fusion ini.

Fusi dari gamelan yang terbuat dari bambu dan tembaga ini diintegrasikan menjadi sebuah barungan gamelan yang sistem nadanya dilaras mendekati tangga nada diatonis. Sejalan dengan konsep fusion yang diungkapkan Windha, dalam Jes Gamelan Fusion ini ia juga juga menggunakan beberapa instrument gamelan Jawa seperti kendang Ciblon dan sitar Jawa; alat-alat musik barat seperti biola, keyboard, bas gitar, drum set, saxsophone dan alat-alat musik non gamelan lainnya seperti djembe, dan tabla.

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa gamelan Jegog adalah salah satu jenis perangkat gamelan yang menjadi ciri khas daerah Jembrana. Sebuah karya seni yang lahir di bumi makepung ini banyak memiliki kekhasan yang yang dapat membedakannya dengan ensambel gamelan lainnya di Bali. Kekhasan itu dapat diamati dari sistem pelarasannya yang menggunakan laras pelog empat nada, penampilannya yang selalu enerjik. Demikian juga halnya dengan gamelan Semar Pagulingan yang sudah memiliki kekhasan yaitu memakai laras pelog tujuh nada. Lalu kenapa Windha memilih kedua ensambel ini untuk digabungkan dan dirubahnya sistem pelarasan yang sudah mentradisi dari kedua ensambel tersebut mendekati tangga nada diatonis? Apakah ia tidak akan merusak dari khasanah budaya yang sudah ada?

Menurut Windha, aspek musikal Jes Gamelan Fusion dibentuk atas dasar pertimbangan konsepsi musikal yang telah diperhitungkan dengan masak-masak. Pengabungan Jegog dengan Semar Pagulingan tidak semata-mata digabung begitu saja, namun berangkat dari aspek estetik-musikal yang cermat dan atas pertimbangan yang jeli dalam hal pemilihan nada dasar yaitu mengambil tonika nada diatonis untuk digunakan dalam kedua ensambel itu. Dengan tonika nada diatonis tersebut, secara praktis akan membuat kedua ensambel ini akan lebih mudah berinteraksi dan beradaptasi dengan instrument musik Barat. Pembuatan nada yang tidak sama dengan aslinya juga dilakukan atas dasar pertimbangan model atau jenis musik yang akan dihasilkan. Windha menambahkan bahwa dengan memakai media ini ia akan coba menggarap komposisi musik dengan menggunakan konsep-konsep musik jazz.

Inovasi yang dilakukannya terhadap gamelan Jegog dan Semar Pagulingan tidak membuatnya menjadi khawatir akan pertanyaan apakah perbuatannya itu dapat dikatakan merusak dari kesenian tradisi atau tidak. Justru Windha memberi jawaban dengan memberi pertanyaan ”apakah kemunculan gamelan seperti Semarandhana yang juga merupakan penggabungan dari gamelan Gong Kebyar dan Semar Pagulingan akan merusak dari keberadaan gamelan lainnya di Bali?” Windha menegaskan bahwa apa yang ia perbuat sekarang justru akan menambah keragaman seni yang di miliki Bali dan ini merupakan sebuah usaha yang dilakukannya untuk dapat dipersembahkan kepada tanah kelahirannya

Instrumentasi dan Jumlah Instrument

            Media ungkap yang digunakan oleh I Nyoman Windha adalah Jes Gamelan Fusion. Jes adalah singkatan dari Jegog dan Semar Pagulingan, serta gamelan fusion didefinisikan sebagai sebuah perpaduan gamelan. Intrumen gamelan Jegog dan Semar Pagulingan yang dipakai disini tidaklah komplit, namun yang dipakai hanya beberapa instrument saja yang diperhitungkan sesuai dengan kebutuhan garap.

            Gamelan Jegog yang digunakan disini adalah gamelan Jegog Tingklik. Jegog Tingklik adalah bentuk lain dari Gamelan Jegog Jembrana dimana alatnya berbentuk Jegog bilah/daun yang menggunakan resonator lepas, namun hanya instrument Jegognya saja yang memakai resonator yang menyatu dengan sumber getarnya. Adapun intrumen yang digunakan yaitu:

  1. Sepasang instrumen barangan yang berdaun 10;
  2. Sepasang instrumen undir yang berdaun 10;
  3. Sepasang instrument jegog berdiri yang berdaun  10;

Mengenai gamelan semar Pagulingan, instrument yang digunakan disini yaitu:

  1. satu tungguh instrument trompong;
  2. Sepasang gangsa pemade yang berdaun 14;
  3. Sepasang instrumen jublag yang berdaun 10;
  4. Sepasang instrumen jegogan yang berdaun 7;
  5. Sebuah instrumen gentorag;
  6. sebuah instrumen rebab;
  7. Sepasang instrumen gong (lanang wadon);
  8. Sebuah instrument ceng-ceng gecek (ceng-ceng kecil);
  9. Sepasang instrument kendang cedugan (lanang wadon);
  10. Sepasang kendang krumpungan/kendang palegongan (lanang wadon).

Jes Gamelan Fusion Selengkapnya

Genggong

Genggong

Kiriman: I Made Budiarsa, Mahasiswa PS Seni Karawitan ISI Denpasar

Genggong merupakan sebuah instrument musik yang sudah kita warisi sejak zaman yang lampau. Sebagai instrumen musik tua, Genggong memiliki bentuk yang sangat kecil dan nampaknya sangat sederhana. Meskipun demikian, alat music ini memiliki teknik yang cukup rumit. Genggong merupakan sebuah instrumen musik yang sangat menarik. Alat musik ini terbuat dari pelepah enau (Bahasa Bali Pugpug), berbentuk segi empat panjang dengaan ukuran panjang kurang lebih 16 cm dan lebar 2 cm. Ditangah- tengahnya sebuah pelayah sepanjang kurang lebih 12 cm; pada ujung kanan di buat lubang kecil tempat benang itu diikatkan pada sebuah potongan bambu kecil sepanjang 17 cm, sedangkan pada ujung kirinya diikatkan kain sebagai tempat pegangan ketika bermain. Genggong sering dimainkan oleh para petani sambil melepas lelah di sawah, kadang- kadang di mainkan di rumah, bahkan tidak jarang bahwa seseorang memainkan genggong dengan maksud menarik perhatian wanita (kekasihnya), sebagaimana halnya dilakukan dengan instrumen suling. Hanya saja dengan adanya parkembangan dunia yang sangat pesat dewasa ini, kebiasaan untuk menarik perhatian wanita dengan menggunakan genggong semakin jarang kita jumpai.

            Jumlah tungguhan dalam satu perangkat gambelan genggong, pada masing-masing sekha didapatkannya adanya jumlah maupun jenis tungguhan yang berbeda-beda. Perbedaan penggunaan tungguhan-tungguhan dalam satu perangkat merupakan hal yang umum di kalangan karawitan bali.

Jumlah Instrumentasi

Instrumen utama yaitu Genggong yang terbuat dari Pugpug terdiri dari dua jenis yaitu:

Beberapa buah Genggong yang bertugas membentuk jalinan-jalinan.

Seperti dari apa yang telah dijelaskan diatas bahwa alat music ini terbuat dari pelepah enau (Bahasa Bali Pugpug), berbentuk segi empat panjang dengaan ukuran panjang kurang lebih 16 cm dan lebar 2 cm. Ditangah-tengahnya terdapat sebuah pelayah sepanjang kurang lebih 12 cm; pada ujung kanan di buat lubang kecil tempat benang itu diikatkan pada sebuah potongan bambu kecil sepanjang 17 cm, sedangkan pada ujung kirinya diikatkan kain sebagai tempat pegangan ketika bermain.

Alat yang disebut Sompret. Dimana suara yang ditimbulkan menyerupai suara katak.

Alat ini pula sama bahannya terbuat dari pelapah enau (Pupug dalam bahasa Bali). Tungguhan ini tidak memiliki ikuh capung seperti pada gambar diatas, namun hanya memiliki sebuah pelayah sebagai sumber bunyinya.

Selain dari dua yang telah disebutkan diatas terdapat beberapa instrument lain, diantaranya :

Sepasang kendang krumpungan.

Nama dari salah satu tungguhan yang bahan utamanya terdiri dari kayu dan kulit. Kayu digunakan pada bagian bantang sedangkan kulit digunakan pada bagian penukub. Kendang krumpungan dimainkan dengan tehnik mamukul dengan tangan (tanpa menggunakan panggul), seperti kendang kekebyaran. Perbedaan pada kendaang kekebyaran dengan kendang krumpungan terletak pada ukurannya serta cara menabuhnya. Pada kendang krumpungan, tebokan yang kedil dipukul pada bagian atasnya dengan jari-jari, sehingg amenimbulkan bunyi “teng” dan “tong”. Kendang krumpungan selalu dimainkan dengan cara berpasangan (tidak ada kendang tunggal).

Satu buah Plentit.

Tungguhan iini terbuat dari potongan bamboo dengan lubang yang menganga pada bagian atasnya berfungsi sebagai resonator. Pada bagian sisi dari lobang tersebut ditancapkan besi kecil dimana nantinya bilah yang akan dipukul ditancapkan. Perlu diingat Pada bagian pangkal besi diisi karet agar suara yang dihaslkan dari bilah tersebut dapat optimal.

Satu buah Gong Pulu.

Gong pulu menggunakan dua buah bilah, satu dengan yang lainnya mempunyai nada yang sama dengan sedikit perbedaan frekwensi, sehingga menimbulkan efek ombak. Stik atau panggul yang dipergunakan mirip dengan panggul jegog hanya yang membedakannya adalah berbentuk huruf V, dimana dua panggul dikaitkan menjadi satu.

  1. Tungguhan Tawa-tawa (tambur)

Salah satu tungguhan sejenis kajar dibuat dari perunggu, berbentuk bundar dengan ukuran garis tengah sekitar 31 cm. tungguhan tawa-tawa tidak menggunakan tatakan seperti tungguhan kajar atau ceng-ceng. Tungguhan tawa-tawa ditabuh dengan cara meletakkannya di atas tekukan tangan kiri dan dipegang pada bagian batis. Tungguhan ini ditabuh dengan satu orang dengan menggunakan sebuah panggul terbuat dari kayu dimana pada bagian ujungnya dibungkus dengan kain agar dapat menimbulkan bunyi yang empuk. Saat menabuhnya tidak disertai dengan tutupan seperti pada tungguhan kajar. Namun dalam peranannya dalam genggong tungguhan ini biasanya diletakkan diatas paha saat dalam posisi bersila.

beberapa buah suling kecil dan menengah

Suling merupakan alat musik tiup dengan tehnik pernafasan tanpa terputus-putus (Ngunjal Angkihan). Secara suling di Bali terbuat dari bamboo. Dilihat dari cara memainkannya suling, jenis suling terdapat dua macam, yaitu suli yang ditiup pada bagian ujung dan suling yang ditiup pada bagian atas. Suling yang ditiup pada bagian atas biasanya menggunakan suwer dengan lubang pada bagian bawahnya. Saat memainkannya, jenis suling ini berada di depan pemain. Suling dalam hal ini biasanya bermain menyajikan bantang gending atau lagu pokok.

Genggong Selengkapnya

Indera Penciuman dalam Dunia Seni, sebuah resensi

Indera Penciuman dalam Dunia Seni, sebuah resensi

Kiriman: Ida Bagus Surya Peradantha, SSn., MSn

            Pembahasan tentang indera penciuman ini terdapat pada bab VII dari buku yang berjudul “Tubuh Sosial” karangan dari penulis Anthony Synnott. Penciuman merupakan indera yang sebenarnya memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Ia berperan begitu vital dalam setiap interaksi sosial, seperti soal makanan dan minuman, terapi, agama, industri, relasi klas etnik sosial, (dan bahkan ke dalam ranah seni), bau-bauan ada di mana-mana dan memiliki fungsi yang sangat beragam.

            Ada tiga jenis bau-bauan yang bisa dibedakan, yaitu :

  • bau-bauan alami               :  contohnya bau-bauan tubuh
  • bau-bauan pabrik             : contohnya parfum, polusi, limbah pabrik,
  • bau-bauan simbolik          :  contohnya metafor-metafor bebauan.

Tiga jenis bebauan ini tidak sepenuhnya terpisah, karena dalam situasi apapun, ketiganya hadir berpadu bersama. Namun secara konseptual, ketiganya sesungguhnya terpisah.

            Largey & Watson ( 1972 ) dalam artikelnya yang berjudul “ The Sociology of Odours “ menegaskan : Bebauan memiliki banyak sisi ; penanda ikatan, simbol status, penjaga jarak, suatu teknik manajemen kesan, lelucon, atau protes anak sekolah dan sinyal bahaya dan di atas semuanya, bebauan adalah pernyataan mengenai sesorang, siapapun dia. Artinya disini bahwa penciuman bisa mendefinisikan individu ataupun kelompok, sebagaimana indera yang lain, dan penciuman juga bisa menjadi perantara bagi interaksi sosial.

            Kontradiktif terhadap beberapa pernyataan di atas bahwa secara mengejutkan, 57% dari total 182 sampel mahasiswa menyatakan lebih memilih kehilangan indera penciuman mereka dibanding indera yang lainnya. Beragam alasan pun diberikan, mulai dari penciuman relative tidak penting, kecuali menginformasikan bau roti gosong, penciuman terkait dengan alergi, sinus dan sebagainya, sehingga tidak merasa begitu kehilangan jika indera ini tak ada.

            Di samping itu pula, organ penciuman dipandang rendah oleh karena sedikitnya kosakata yang khusus bagi penciuman. Penciuman hanya mengenal kosakata enak atau tidak enak, harum atau bau dan juga netral. Bila kita bandingkan dengan indera pengelihatan, ia akan tergantung dari intensitas cahaya yang masuk ke retina, sehingga bisa membedakan warna. Indera pengecapan memiliki 4 bentuk rasa yaitu : manis, asam, asin , pahit. Indera suara memiliki satuan ukuran kencang rendahnya suara, tergantung vibrasi yang tercipta dari sumber bunyi, yang disebut Decibel (db). Indera sentuhan ditentukan oleh temperatur, ambang rasa sakit, tekanan, dan respon kulit terhadap listrik dan variabel lainnya. Namun, tentang indera penciuman, tidak ada konsesnsusnya. Yang dibutuhkan disini hanyalah penghayatan semata.

            Jika kita melihat ke belakang, maka tidaklah mengherankan apabila sebagian orang memandang remeh indera penciuman ini. Aristoteles, pada jaman dahulu telah mengembangkan suatu hierarki indera yang sangat jelas :

            “di bagian atas terdapat indera pengelihatan dan pendengaran, karena bisa melihat kecantikan dan mendengar musik yang dapat membimbing menuju Allah.

             di bagian bawah terdapat indera cita rasa dan sentuhan hewani, yang kerap kali disalah gunakan oleh kerakusan dan nafsu yang menjauhkan manusia dengan Tuhan.

             penciuman berada di antara kedua bagian ini. Ia tak dapat disalahgunakan, juga tak dapat memimpin menuju Tuhan.”

Masih cukup banyak beberapa tokoh pada jaman dahulu yang menolak dan meremehkan keberadaan indera penciuman. Termasuk Helen Keller yang sejak usia 19 bulan mengalami buta tuli. Ia menyatakan indera penciuman sebagai “malaikat jatuh”, tetapi menekankan “keagungan indera yang telah kita tolak dan remehkan ini”. Mengapa malaikat jatuh, mungkin saja dapat diartikan sebagai anugerah Tuhan kepada dirinya untuk dapat melanjutkan hidup, dan selanjutnya ditolak atau diremehkan. Tetapi, mau tidak mau, penciuman itulah aset “berharga” yang ia miliki selain mungkin sentuhan untuk dapat memaknai segala yang terjadi di sekitarnya.

            Secara fisiologis, penciuman adalah indera yang sangat kuat. Dengan latihan, seseorang yang sehat akan mampu mendeteksi antara 10 sampai 40.000 bau yang berbeda. Sementara para ahli seperti ahli parfum atau pencampur whiski, dapat membedakan hingga 100.000 bau. Statistic ini memang tidak mutlak dan sulit dibuktikan kebenarannya. Bagaimanapun juga, dari sana dapat dilihat betapa penciuman pun memiliki peranan penting secara fisiologis, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk meniadakan indera yang satu ini.

            Penciuman juga sering diasosiasikan dengan memori. Pengalaman–pengalaman yang terjadi pada masa lalu sering kali terbangkit ketika seseorang mencium bau yang khas. Dan sebaliknya pula, ketika seseorang mencium sesuatu, memorinya akan jauh melenggang ke masa lalu dimana bau-bauan itu pernah ia rasakan sebelumnya. Seperti yang dialami oleh Gilbert dan Wycoski ( 1987 : 524 ), salah satu penciuman favoritnya adalah bau pupuk kotoran sapi. Bau tersebut membawanya pada liburannya yang indah di tempat sang bibi di Ohio selatan saat masa kanak-kanak dulu. Mungkin inilah yang oleh Hellen Keller dikatakan sebagai “penyihir kuat” karena mampu membawa kita melintasi ribuan mil dan tahun-tahun yang telah dilewati karena teringat dengan bebauan tadi.

            Ada satu hal menarik yang dapat dipetik dari pernyataan Gilbert dan Wycoski, dimana bau pupuk kotoran sapi itu menurut mereka harum karena menimbulkan memori yang indah. Ini menunjukkan bahwa bau fisik dan realitas metafisik secara simbolis saling timbal balik, dimana saat-saat yang baik sama dengan bau-bauan yang enak. Karena itu, bau-bauan sering kali dievaluasi sebagai positif atau negatif berdasarkan konteks yang diingat. Dengan demikian, makna dari bau-bauan ekstrinsik dan terkonstruksi secara individual atau sosial.

Indera Penciuman dalam Dunia Seni, sebuah resensi selengkapnya

 

Penempatan Posisi Ketinggian Monitor Diturunkan Dapat Mengurangi Keluhan Subjektif Para Pemakai Kaca Bifokal, Bagian I

Penempatan Posisi Ketinggian Monitor Diturunkan Dapat Mengurangi Keluhan Subjektif Para Pemakai Kaca Bifokal, Bagian I

Oleh: I Dewa Ayu Sri Suasmini, S.Sn,. M. Erg. Dosen Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar

PENDAHULUAN

Dewasa ini  komputer adalah  suatu sarana yang sangat penting dalam dunia kerja, hampir setiap kantor baik pada kantor pemerintah atau kantor swasta, lembaga pendidikan, tingkat rumah tangga atau dunia usaha pasti dijumpai komputer. Pada awal munculnya alat ini, komputer hanya digunakan sebagai sarana untuk pengolahan data. Seiring dengan perkembangan teknologi, sekarang ini komputer juga mengalami kemajuan, yaitu sebagai sarana informasi yang sangat cepat, murah, dan mudah yang tidak dimiliki oleh fasilitas informasi lainnya seperti telepon, fax maupun via pos. Dapat dikatakan bahwa komputer adalah suatu sarana yang dapat mempermudah manusia dalam beraktivitas baik dalam menyelesaikan tugas (mengolah data) maupun   untuk memperoleh informasi.

Seperangkat komputer yang paling sederhana terdiri dari Layar Monitor, CPU, Keyboard, Mouse, dengan seperangkat unit ini kita sudah bisa melakukan aktivitas mengetik. Untuk bisa mengunakan seperangkat komputer tersebut dengan nyaman dan aman maka letak dari bagian-bagian komputer ini harus diatur sesuai dengan fungsi dan disesuaikan juga dengan pengguna atau operator. Desain workstasion VDU yang ergonomi atas dasar ukuran antropometri pemakai akan dapat menurunkan keluhan Occupationl Ceruicobbrachial Syndrome (OCS) yang biasanya dialami para penguna komputer termasuk mereka yang memakai kacamata bifokal. Keluhan lain yang biasa digunakan oleh pengguna komputer adalah kelelahan pada mata akibat dari lamanya menatap layar monitor atau bisa juga akibat dari posisi monitor yang tidak sesuai kondisi dengan pemakai.

Posisi ketinggian monitor yang baik adalah sejajar garis mata dengan sudut penglihatan 200. Penelitian Ardana (2005) menyatakan bahwa penggunaan monitor di bawah meja menyebabkan kelelahan mental dan keluhan muskuloskeletal operator komputer lebih berat daripada monitor di atas meja. Hal ini dapat dijelaskan bahwa penggunaan monitor yang sejajar dengan garis mata dapat mengurangi keluhan yang biasa dialami operator. Para pemakai kacamata bifokal juga menggunakan posisi monitor yang sejajar dengan garis mata sehingga pada saat melihat ke layar monitor posisi kepala diangkat ke atas dan mendongak. Sikap ini dilakukan karena untuk melihat ke monitor lensa yang digunakan adalah lensa plus yang posisinya berada di bawah.

Sikap kerja para pemakai kacamata lensa bifokal yang melakukan aktivitas mengetik dengan posisi monitor sejajar garis mata dan saat melihat ke layar monitor posisi kepala mendongak, dan  sikap seperti ini dilakukan selama mengetik.   Dengan sikap kerja yang demikian maka akan dapat menimbulkan suatu masalah akibat dari peralatan atau sarana  tidak sesuai dengan kondisi manusia sebagai pengguna. Apabila dilakukan dalam kurun waktu lama  akan menimbulkan kelelahan dan apabila dilakukan secara terus menerus akan mengakibatkan stress. Untuk menghindari kelelahan akibat dari sikap yang tidak alamiah tersebut,  maka peralatan tersebut harus diatur sesuai dengan kebutuhan dan tubuh manusia.   Bekerja dengan sikap yang tidak ergonomis dapat menimbulkan berbagai keluhan diantaranya adalah timbulnya berbagai keluhan, kelelahan, bahkan kecelakaan. Menurut Carayon (1995), untuk mengurangi keluhan–keluhan dari penguna komputer, dapat dilakukan dengan memperbaiki desain kerja, memperbaiki penampilan sistem komputer.

Dari pengamatan pendahuluan yang dilakukan terhadap pengguna komputer yang memakai kacamata lensa bifokal dan yang sudah biasa melakukan aktivitas mengetik dengan komputer dengan posisi monitor sejajar dengan garis mata, sehingga posisi kepala saat melihat ke layar monitor mendongak. Setelah melakukan aktivitas mengetik dalam waktu yang cukup lama banyak yang mengeluhkan pegal pada leher belakang. Hal ini diakibatkan saat melihat ke layar monitor dengan ketinggian monitor sejajar dengan garis mata sehingga untuk melihat ke layar monitor  leher diangkat sehingga mendongak, karena lensa yang biasa dipergunakan untuk melihat layar monitor berada di bagian bawah. Untuk memperbaiki sikap tersebut maka salah satu alternatif yang bisa dilakukan adalah dengan menyesuaikan posisi ketinggian layar monitor. Dalam penelitian ini dilakukan perbaikan dengan menurunkan posisi ketinggian monitor dari posisi standar yaitu berada di bawah garis mata dengan cara melepaskan bagian bawah atau poros dari komputer. sehingga posisi monitor berada dibawah garis mata operator. Dari perbaikan ini  hasil yang diperoleh diharapkan dapat mengurangi keluhan subjektif para pengguna komputer yang menggunakan kacamata lensa bifokal.

METODE

Observasi: dengan mengamati langsung para penggunaan komputer yang menggunakan kacamata bifokal.

Untuk mengetahui keluhan subjektif : diberikan  kuesioner kelelahan mata modifikasi yang terdiri dari 10 item  dengan menggunakan empat skala likert.

Untuk mengetahui keluhan muskoloskleletal diberikan kuesioner Nordic Body Map modifikasi empat skala likert.

PEMBAHASAN

Tinjauan Ergonomi

Ergonomi adalah suatu ilmu, teknologi, dan seni untuk menyerasikan peralatan, mesin, pekerjaan, sistem,organisasi dan lingkungan dengan kemampuan, keahlian dan keterbatasan manusia sehingga tercapai suatu kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, nyaman, aman, efisien dan produktif dengan memanfaatkan tubuh manusia secara optimal dan maksimal (Manuaba, 2000).

Terdapat tiga hal penting yang mendasar untuk mencapai kondisi kerja yang ergonomi yaitu:

  1. Ergonomi menitik beratkan manusia sebagai center (human-centered), yaitu dalam ergonomi manusia merupakan fokus/ hal utama yang harus diperhatikan, akan mesin atau peralatan. Dalam mendisain atau redesain suatu peralatan, harus selalu mempertimbangkan manusia sebagai pengguna peralatan tersebut.
  2. Ergonomi membutuhkan bangunan sistem kerja yang terkait dengan pengguna. Dalam hal ini bahwa mesin dan peralatan yang merupakan fasilitas kerja harus disesuaikan dengan performen manusia.
  3. Ergonomi memfokuskan pada perbaikan sistem kerja. Dimana dalam suatu proses disain atau redesain harus disesuaikan dengan perbedaan kemampuan dan kelemahan masing-masing individu.

Dalam pendekatan ergonomi yang diutamakan adalah keseimbangan antara kemampuan tubuh manusia dan tugas kerja. Kemampuan tubuh seseorang tergantung dari karakteristik seseorang (yang berkaitan dengan faktor-faktor usia, jenis kelamin antropometri, pendidikan, pengalaman, status, agama/ kepercayaan, status kesehatan, kesegaran tubuh).

Faktor-faktor tuntutan tugas antara lain meliputi:

Dalam perancangan stasiun kerja dengan mempergunakan komputer maka penerapan ergonomi sangat diperlukan sehingga tercipta keserasian antara manusia dengan sistem kerja, agar tidak terjadi suatu sikap paksa atau tidak alamiah.

Peralatan Komputer

Komputer adalah seperangkat peralatan yang terdiri dari monitor, CPU, Keyboard, dan mouse. Peralatan kerja ini termasuk paling minimal yang sudah bisa dipergunakan untuk mengetik. Pada saat mengetik pemakai selalu berhadapan dengan layar komputer. Monitor merupakan display yang ditampilkan yaitu berupa sumber informasi sesuai dengan kontrol yang diinginkan atau ditekan oleh pemakai. Menurut Jaschinski-Kruza, 1991, penggunaan layar monitor pada pekerja dengan Visual Display Unit biasanya memerlukan jarak pandang yang berkisar pada jarak 50 cm sampai 90 cm (rata-rata 74cm) untuk kenyamanan operator sendiri.

Penempatan Posisi Ketinggian Monitor Diturunkan Dapat Mengurangi Keluhan Subjektif Para Pemakai Kaca Bifokal, Bagian I, selengkapnya

I Ketut Jemet

I Ketut Jemet

Kiriman: Kadek Dwi Cipta Adi Kusuma, Mahasiswa PS. Seni Karawitan

I Ketut Jemet adalah salah satu tokoh seniman yang terkenal di Sigaran. Beliau lahir di Keluarga yang sederhana, dengan Ibu Ni Ketut Duruna dan Ayah I Gede Made Giyet. Beliau terlahir di Banjar Sigaran tahun 1918, dengan tiga saudara laki-lagi, beliau yang paling kecil. Beliau pun sangat berbahagia dengan keluarganya walaupun dalam kehidupan yang sangat sederhana.

Di umurnya yang sudah menginjak 10 tahun, beliau pun menuntut ilmu di SD Jegu. Walaupun dengan berjalan kaki dan mamakai pakaian dari kulit kayu, beliau tetap rajin dan tekun belajar demi masa depannya. I Ketut Jemet diajar oleh dua orang guru, yaitu Pak Nebek dan Pak Nerara, tetapi pada jaman itu sekolahnya terganggu karena waktu itu negara Indonesia masih dijajah oleh Jepang. Setelah belajar di sekolah beliau dan temannya disuruh menanam pohon kapas dan pohon keliki. Saking ketakutannya beliau dan temannya mau melakukannya. Sesampainya beliau di rumah, tidak lupa terus setiap malam belajar nyuling dan menari yang diajari oleh Gurun Serik. Beliau pun belajar dengan tekun, karena beliau sangat senang seni.

Setelah I Ketut Jemet 2 tahun menuntut ilmu di SD Jegu, beliau berhenti sekolah karena semua sekolah diberhentikan oleh Jepang. Pada akhirnya diumurnya yang ke-12 tahun I Ketut Jemet bekerja di PU diajak oleh Jepang, yaitu membawa pisang dari Sigaran ke Peken Badung memakai gedebeg yang didorong dengan berjalan kaki. Beliau bekerja di Kediri tepatnya di Dodik yang diajak Jepang, dimana beliau disuruh membuat rumah dibawah tanah.

Walaupun setiap hari bekerja, I Ketut Jemet juga tidak lupa dengan bakat seninya, setiap malam beliau terus berlatih menari dan nyuling dengan gurunya. Hingga akhirnya beliau pun diajak gurunya meseka Arja, yaitu di Seka Arja Griya Sigaran pada tahun 1933, beliau mendapat peran Kartala karena beliau sudah pintar menari dan menyanyi. Waktu itu Arja Griya Sigaran sangatterkenal karena dihidupkan oleh Kartalanya yaitu I Ketut Jemet. Arja Griya Sigaran sangat digemari oleh penonton, arja itu kupah setiap hari walaupun hanya berjalan kaki yang menyusuri wilayah Tabanan. Tahun 1936 I Ketut Jemet ikut meseka di Seka Topeng Jegu, dimana beliau mendapat peran menjadi Jauk Keras. Topeng itu pun juga terkenal dengan I Ketut Jemet.

I Ketut Jemet mengakhiri masa remajanya tahun 1938 di umurnya yang ke-20 tahun beliau menikah dengan seorang gadis cantik dari Banjar Cepag yang bernama Ni Made Ngebet. Setelah pernikahannya berumur 1 tahun beliau cerai dengan istrinya, karena ada masalah keluarga. 2 tahun beliau membujang beliau pun kawin lagi. Nyentana ke Riang dengan istri Ni Made Ridet, belum ada 2 tahun beliau cerai dengan istrinya. Tahun 1943 beliau lagi kawin dengan gadis dari Sigaran yang bernama Ni Made Sendri. Akhirnya beliau dikaruniai 2 orang anak yang bernama I Wayan Sender dan I Made Ruta, beliau menghidupi keluarganya dengan bekerja menjadi tukang bangunan. Disamping itu beliau mendapatkan sedikit uang dari Griya dan Seka Tupeng Jegu, bertepatan dengan Angklung Sinar Jaya yang mulai berkembang tahun 1955 yaitu mencari gending kekebyaran yang dilatih oleh Pan Losin. Beliau pun ikut meseka Angklung beliau menjadi tukang sulinnya. Angklung Sinar Jaya pun terkenal karena ciri khas dan kepintaran para penabuhnya termasuk I Ketut Jemet. Dan Arja Griya dikembangkan oleh I Ketut jemet, yaitu menjadi Arja Calon Arang yang diiringi oleh Angklung. Arja Calon Arang itu terkenal karena beliau, sampai kupah ke Buleleng, dengan ciri khas Rangda matumbeg. I Ketut Jemet sangat senang karena bisa memajukan Arja Griya dan Angklung Sinar Jaya Sigaran. Akhirnya diumurnya yang ke-50 tahun I Ketut Jemet ditinggal istrinya untuk selamanya dengan 3 orang cucu, yaitu I Wayan Rutika, I Made Satria dan Ni Wayan Rutini. Beliau pun sangat sedih tetapi 1 tahun beliau mengakhiri kesedihannya. Beliau lagi menikah dengan I Wayan Kesel, anak cucunya sangat bahagia walaupun dengan ibu tirinya.

Sekitar tahun 2002 I Ketut Jemet mendirikan Sekehe Shanti yang diberinama Sekehe Shanti Lilacita Dharma Kanti, beliau sebagai tukang suling, selain sekehe itu beliau juga ngebon meseka ke Jegu karena kemahirannya sebagai tukang suling beliaupun banyak mempunyai sekehe. Termasuk beliau menjadi guru Nabe di Paguyuban yang didirikan tahun 2007 yaitu Peguyuban Cipta Dharma Sigaran. Dan sampai sekarang pun ikut maseka Angklung dan beberapa Sekehe lainnya, walaupun di umurnya sudah 93 tahun didarah beliau masih mengalir seni itu.

I Ketut Jemet, selengkapnya

Gamelan Palegongan di Banjar Binoh Kaja, Denpasar Utara

Gamelan Palegongan di Banjar Binoh Kaja, Denpasar Utara

Kiriman I Wayan Denny Saputra, Mahasiswa PS. Seni Karawitan ISi Denpasar.

         Banjar Binoh kaja atau sering juga disebut Desa Legong Keraton yang terletak Desa Ubung Kaja, Kecamatan Denpasar Utara. Kegiatan upacara yadnya sering dilaksanakan di Banjar Binoh kaja ini. Untuk mendukung upacara yadnya tersebut biasanya difungsikanlah gamelan palegongan untuk mengiringi upacara yadnya. Gamelan palegongan ini digunakan untuk mengiringi upacara yadnya / piodalan yang ada di Binoh sebanyak 17 kali dalam 6 bulan yang pasti dilaksanakan dari dulu. Itu dikarenakan di Binoh terdapat 14 tempat suci/Pura dan persembahyangan secara rutin di Bale Banjar Binoh .Namun, sebelumnya Banjar Binoh Kaja ini belum memiliki gamelan palegongan yang ada hanya seperangkat gamelan gender wayang dan bebatelan yang difungsikan untuk mengiringi upacara yadnya yang ada di Binoh. Di Banjar Binoh Kaja juga terdapat kesenian gambuh dan gambang. Gamelan palegongan ada di Binoh diperkirakan sekitar tahun 1910-an. Gamelan palegongan berada di Binoh karna adanya faktor sejarah antara Puri Tain Siat dengan krama Binoh ,gamelan palegongan ini diperkirakan berasal dari pemecutan ,sebelum gamelan palegongan ini berada di Binoh , juga pernah berada di Padang Sumbu. Dan sampai sekarang kapan gamelan ini dibuat belum diketahui.

         Setelah adanya gamelan palegongan di Banjar Binoh maka di buatlah sekaa palegongan Binoh dengan tujuan untuk upacara yadnya/piodalan. Anggota sekaanya diambil dari setiap keluarga Pura/tempat suci masing-masing sebanyak 2 orang perwakilan. Karena prinsip dasar adanya gamelan palegongan bersama sekaa ini bertujuan untuk upacara yadnya ,karena di Binoh terdapat banyak Pura  yang setiap 6 bulan terdapat 17 kali piodalan .

        Perkembangan awal gamelan palegongan Binoh berlangsung sekitar 1915 sampai 1925. Pelatih yang didatangkan ke Binoh untuk pertama kalinya adalah Ida Bagus Bode dari Kaliungu dan disusul I Wayan Lotering dari Kuta. Penari Legong Kraton Binoh generasi pertama yang muncul saat itu adalah Ni Mintar (Men Pintu) dan Ni Sempok (Men Mudji). Para penabuh generasi pertama antara lain terdiri atas penabuh kendang Ruging dan Pan Sebut. Gender gede/rambat Wayan Rengga dan Nyoman Tunas, gender barangan Runeng dan Regeg. Dalam pementasan gamelan palegongan dengan bernada 5. Selain mengiringi tarian Legong Kraton, gamelan tersebut juga mengiringi tarian Gambuh. Lagu-lagu disesuaikan dengan nada 5 atau laras pelog dengan perangkat gamelan terdiri dari atas 1 tungguh terompong sebagai pembawa melodi, 2 gender gede, 2 gender barangan, 2 jublag, 2 jegog, 4 gangsa jongkok, 4 gangsa gantung, kempur, kemong, kajar, klenong, cenceng, gentorag, rebab, seperangkat suling, serta sepasang kendang (lanang wadon) yang fungsinya memimpin dinamika lagu.

Sekitar tahun 1967 perangkat gamelan klasik (palegongan) yang kini permanen berada di Banjar Binoh Kaja nyaris lenyap/dileburkan menjadi gong kebyar dikarenakan dampak akibat pengaruh gong kebyar yang luar biasa. Namun berkat peran dan saran seniman muda ketika itu I Wayan Sinti, M.A. Gamelan palegongan tersebut tetap dipertahankan menjadi gamelan palegongan. Di samping menggarap penataan tabuh/tari legong kraton, sekaa di Binoh yang dinakhodai Djesna Winada juga mulai meningkatkan kiprahnya dengan menata lagu pengambuhan yang sudah ada. Gambelan palegongan ini merupakan warisan seni budaya leluhur yang hingga kini tetap dilestarikan dengan kukuh.

         Gamelan Palegongan dan Legong keraton merupakan tarian yang paling popular dikalangan masyarakat Bali ,termasuk juga tarian Bali yang paling terkenal di Dunia Barat ,berbagai pakar musik klasik dan tari mengagumi kehalusan,keindahan,kelincahan gerak penari serta keindahan suara gamelan pengiringnya. Dimana pada tahun 1976 -1977 Dra.Gusti Agung Susilawati bersama dengan Ni Ketut Reneng(alm) dan Ni Ketut Arini Alit SST,terlibat dalam proyek penggalian tari legong yang di pusatkan di Banjar Binoh, dengan bantuan dana yang diberikan oleh Ricard Wallis  dari kebangsaan Amerika. Sebagai peñata tabuh pada waktu itu adalah Guru Besar I Wayan Lotring,I Gusti Putu Made Geria(alm),I Wayan Beratha,I Wayan Sinti, M.A,dan sesepuh klasik banjar Binoh Kaja I wayan Djiwa,I Wayan Brata,Nyoman Suandi,Made Sumadi,dan Djesna Winada. Sekitar 10 jenis tarian legong klasik ,tabuh petegak ,dan pejongkok yang berhasil di gali dan di rekontruksi yaitu :

  1. Sekar Gendot
  2. Liar Samas
  3. Jagul palegongan
  4. Tambur
  5. Angklung
  6. Gambang
  7. Kebyang
  8. Kebyot
  9. Sadagora
  10. Kembang Jenar
  11. Candra Kanta
  12. Simbar
  13. Tabuh telu palegongan
  14. Tabuh-tabuh pegambuhan serta,
  15. Tabuh bebarongan

      Nama Sekaa Palegongan Binoh ini sengaja tidak perlu merubah nama sekaa yang sudah ada karena nama ini merupakan warisan leluhur “ Binoh” yang berarti binawa sehingga banjar binoh adalah banjar yang kabinawa, dan nama Binoh ini juga sudah di kenal di mancanegara .Di Binoh juga mempunyai istilah gamelan yang bagus adalah gamelan yang sering dipukul/dimainkan.

Gamelan Palegongan di Banjar Binoh Kaja, Denpasar Utara

Loading...