I Wayan Mulyana Kusuma Mengangkat Fenomena Rendahnya Pendidikan Budi Pekerti Menjadi Garapan Pakeliran

I Wayan Mulyana Kusuma Mengangkat Fenomena Rendahnya Pendidikan Budi Pekerti Menjadi Garapan Pakeliran

Salah Wadi, foto by GC

Salah Wadi, foto by GC

Dewasa ini ada kecendrungan dalang-dalang kita memainkan wayang kulit untuk menghibur ( menyajikan tontonan ) dari pada memberikan tuntunan kepada masyarakat penonton. Akibatnya masyarakat cenderung untuk datang ke pertunjukan wayang kulit untuk mendapatkan hiburan ringan,(I Wayan Dibia, “Seni Pewayangan Bali Dewasa Ini” dalam Kegiatan Program Semi-Que, 2004, p.3) maka atas dasar itulah penulis ingin menggarap pakeliran inovatif” Salah Wedi ” yang ingin menarik minat penonton untuk kembali melihat indahnya seni budaya yang tentunya akan dikemas sekian rupa agar kelihatan  menarik. Adapun beberapa aparatus yang akan dipakai ialah : kelir wayang Jawa lengkap dengan gawangnya , memakai penerangan dari LCD untuk menambah khasanah pertunjukan, menampilkan teknik permainan wayang ( tetikesan ), dengan tidak mengurangi struktur pewayangan tradisi.

Fenomena-fenomena yang sering terjadi pada jaman sekarang, yang kita jumpai juga dalam sebuah berita di majalah, koran, tv, radio, maupun siaran-siaran lainnya, yaitu banyak para orang tua tidak bertanggung jawab yang sering tidak menginginkan hasil darah daging dari mereka sendiri. Oleh karenanya banyak para orang tua sering membuang bayi mereka sendiri. Sehingga seorang anak yang lahir tanpa orang tua, mengakibatkan pendidikan budi pekerti dan mental seorang anak itu berkurang. Mengakibatkan anak itu merasa diri paling kuat, apa ia inginkan harus terpenuhi, ini dikarenakan pendidikan dari orang tua sangat penting. Dengan adanya fenomena seperti ini, penggarap ingin mentransfer ke dalam suatu pertunjukan seni pewayangan.

Kesenian wayang sangat berkaitan erat dengan kehidupan manusia karena dalam perkembangannya hidup manusia ,wayang sangat relevan dipakai sebagai  sumber penerangan dalam bertindak. Kita sebagai manusia bisa mencontoh dan bercermin pada nilai-nilai yang terkandung didalamnya baik nilai lahiriah  maupun rohaniah dari sebuah pertunjukan kesenian wayang. Wayang dipandang sebagai symbol hidup dan kehidupan manusia yang lebih bersifat rohaniah daripada lahiriah(Sri Mulyono, Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang, Sebuah Tinjauan Filosofis, diterbitkan oleh PT. Gunung Agung, Jakarta, 1983, p.15).

Masa depan seni pewayangan nampaknya perlu ditingkatkan lagi kualitasnya untuk mampu mewujudkan perannya secara maksimal sebagai salah satu pilar pertahanan serta elemen penguat kehidupan budaya Bali sebagaimana yang diharapkan oleh banyak orang. Dengan adanya pertunjukan inovasi yang evolusi pertunjukan wayang telah berkembang sedemikian rupa dengan menggunakan dukungan media elektronik, diharapkan wayang tetap eksis sejalan dengan berkembangnya zaman agar kesenian leluhur tidak punah.

Kita bisa lihat dari jenis-jenis kesenian yang ada, seni pertunjukan wayang merupakan suatu pertunjukan yang multi kompleks dan multi fungsional. Dibuktikan dengan masuknya berbagai unsur seni diantaranya : seni tari, seni suara, seni lukis, seni kria, seni musik, dan seni sastra di dalam setiap kali pertunjukannya. Sedangkan, fungsi multi fungsional yaitu sebagai sarana upacara, sebagai sumber penerangan, filsafat, pendidikan moral, serta ajaran-ajaran budi pakerti kepada para penonton. Keterkaitan antara wayang dengan upacara khususnya di pulau Bali tidak terlepas dari upaya pelestarian kesenian wayang tersebut. Hal ini tampak dalam berbagai kegiatan upacara dimana pertunjukan wayang tidak terlepas dari upacara yang berlangsung serta disesuaikan dalam fungsi dan kegunaannya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas serta untuk melakukan suatu upaya untuk pelestarian wayang, melalui ini penggarap ingin mengambil judul ‘Salah Wedi’(Bapak I Ketut Kodi Wawancara di rumahnya (Singapadu), Senin, 19 Januari 2009) yang bersumber dari cerita  Lontar Kala Tattwa dengan cerita lahirnya Kala ke dunia yang mencari orang tuanya.

Cerita ini sebelumnya sudah pernah digarap dalam bentuk pakeliran layar lebar oleh I Gusti Putu Sudarta,SSP, MSn dengan memakai judul “Kama Salah”. Dalam kesempatan, walaupun cerita ini sudah pernah digarap, tetapi penulis akan mencoba lagi menggarap ceritanya ke dalam bentuk garapan pakeliran yang bentuk teatrikal dan penyajiannya berbeda. Istilah garapan mempunyai banyak pengertian, apalagi istilahnya juga digunakan dalam percakapan sehari-hari. Di dalam dunia pedalangan istilah garapan disamakan dengan istilah sanggit (kawi dalang) yang artinya kretivitas dalang di dalam menafsir unsur-unsur pakeliran untuk mencari kemantapan penyajiannya, yakni memakai layar atau kelir wayang Jawa lengkap dengan gawang kelirnya.

Memperhatikan perkembangan pewayangan Bali yang terjadi dalam arus global ini dimana  banyak nilai – nilai yang sarat akan makna agaknya menjadi sesuatu  yang sangat membosankan. Sebuah realita yang ada bahwa belakangan ini ( sejak awal tahun 1980-an )”dominasi” seni pewayangan terutama wayang kulit dikalangan masyarakat Bali sudah jauh berkurang. Walaupun pertunjukan wayang kulit oleh dalang – dalang tertentu masih mampu menyedot penonton dalam jumlah besar, secara umum minat masyarakat terhadap seni pertunjukan wayang kulit sudah jauh menurun.

3rd SSEASR Conference, Bali, Indonesia INAUGURAL EVENT

Wednesday June 03, 2009

Inaugural Session 8:30-09:30

Dignitaries take their position at the Stage 08:20- 08:30

Inaugural Prayer/Music 08:30 -08:35

Organising Chair, Prof  Dr.  I Wayan Rai welcome speech        08:35 -08:40

Chair, Steering Committee Prof IBG Yudha Triguna invitation speech 08:40 -08:45

IAHR( CIPSH, UNESCO) President  Prof Ms Rosalind Hackett  addresses 08:45 -08:50

SSEASR President Prof   Amarjiva Lochan speaks       08:50 -09:00

Hon’ble  Governor, Bali H.E. Mr I Mangu Pastika’s address 09:00 -09:05

Hon’ble Indian Ambassador H. E. Mr Biren Nanda’s address 09:05 -09:15

Hon’ble Culture Minister, RI, Ir. Jero Wacik inaugural speech 09:15 -09:25

Vote of Thanks and the VIP Group Photo on Stage 09:25 -09:30

Keynote Session 09:30 -10:30

Introduction of the Keynote Speaker

Prof. Wang Gungwu, Chairman, the East Asian Institute, National University of Singapore

Cultural Diffusion and Inter-Ocean Exchange: Past and Present (Chaired by Amarjiva Lochan, President, SSEASR)

Full Schedule Download in here

Pameran Lukisan “Nuansa Alam” Mahasiswa Lukis Semester 2 ISI Denpasar

Pameran Lukisan “Nuansa Alam” Mahasiswa Lukis Semester 2 ISI Denpasar

Pameran

Pameran

Alam merupakan sumber inspirasi bagi manusia dalam berkesenian. Bagaimana manusia yang jaman dulunya berusaha “mempelajari” alam dengan kontemplasi dan perenungannya, sehingga menghasilkan karya seni yang bersifat religius spiritual. Hendaknya pada jaman sekarang ini alam agar dijaga sedemikian rupa agar harmonis, dapat memberikan inspirasi berkesenian dan kesinambungan kehidupan manusia itu sendiri. Itu terungkap dalam sambutan Pembantu Rektor I ISI Denpasar Drs. I Ketut Murdana, MSn dalam pembukaan Pameran Lukisan “Nuansa Alam” oleh mahasiswa lukis semester 2 ISI Denpasar yang tergabung dalam kelompok KUAS 2008 (Komunitas Anak Seni 2008) di gedung Kriya Art Centre Denpasar. Terdapat 32 karya yang dipamerkan dalam kesempatana ini, 30 mahasiswa lukis dan 2 mahasiswa Kriya dan rencananya pameran ini akan berlangsung dari tanggal 23 Mei-6 Juni 2009. Acara tersebut dihadiri oleh dekan FSRD, Kaprodi Kriya, Cokorda Ngurah Gede Pemecutan dari Museum Sidik Jari, dosen-dosen FSRD ISI Denpasar, mahasiswa peserta pameran, pengunjung dan pengamat seni rupa. Murdana juga mengingatkan tantangan seniman saat sekarang adalah bagaimana menggali identitas diri sebagai seorang seniman akademis dengan selalu menciptakan inovasi-inovasi baru dalam berkarya. Juga pentingnya pengetahuan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) bagi seniman untuk melindungi hak dan kesejahteraannya secara hukum.

Menurut ketua Panitia Pameran I Ketut Alit Wijaya tujuan dari terselenggaranya pameran ini adalah untuk mengangkat kredibilitas seni lukis di khalayak umum, memberikan citra positif bagi kampus ISI Denpasar khususnya FSRD Jurusan Seni Lukis, mengangkat nama komunitas dan kelompok seni dan memperkuat rasa persaudaraan antar mahasiswa 2008. Harapannya ke depan adalah untuk bersama-sama berjalan melangkah ke depan dengan menghasilkan karya yang berkualitas dan bertaksu. Untuk Teknik yang dipakai pada pameran ini kebanyakan dipakai cat air, transparan, plakat, realis, tradisi modern, impressionism dan abstrak. Uniknya di bagian Kriya mahasiswa mengangkat ukiran Dayak-Kalimantan yang cukup eksotik dan menarik. Dosen pembimbing dalam kegiatan ini Drs. I Wayan Mudana. M.Par menerangkan bahwa kegiatan pameran ini merupakan hasil karya rangkaian dari mata kuliah Menggambar I dan menggambar II Jurusan Seni Lukis. Dimana mahasiswa diharapkan mampu untuk memindahkan alam ke dalam media gambarnya dengan mengasah kemampuan psikomotoriknya, sesuai dengan kurikulum berbasis kompetensi. Semoga ke depannya mahasiswa mampu mengasah kemampuan teknis, menggali potensi diri dan menambah wawasan, sehingga berimbas kepada kualitas karya mahasiswa itu sendiri.

Dekan FSRD Dra. Ni Made Rinu, MSi mengucapkan selamat dan berterima kasih terhadap pihak-pihak yang berkreja keras agar pameran ini dapat terlaksana, juga para dosen pembimbing yang telah membimbing mahasiswa sehingga dapat menyelesaikan karya sesuai dengan yang diharapkan. Dilihat dari kualitas karya sungguh mengejutkan, bagaimana tidak karya-karya mahasiswa semester 2 ini terlihat seperti karya mahasiswa semester 6. Rinu juga mengucapkan salut atas keberanian mahasiswa untuk mengadakan pameran, itu membuktikan kemauan atau keinginan mahasiswa yang kuat yang mengasah kemampuan yang didapatnya di kampus di dalam ajang pameran. Mungkin ke depannya perlu dicarikan tempat pameran yang lebih luas dengan ditambah hadirnya para kritikus seni, sehingga lebih mengasah dan menambah wawasan kemampuan mahasiswa dalam berkesenian. Sebagai jajaran struktural Rinu tidak henti-hentinya mendorong jurusan lain agar mengadakan ajang untuk mengasah kemampuan mahasiswa di luar kampus seperti pameran, workshop, seminar, dll. Sehingga mahasiswa dapat dimatangkan dengan interaksi langsung dengan masyarakat/stakeholder yang akan menggunakan jasa mereka kelak. Dengan jalan demikian mahasiswa memahami kemampuan dan potensi yang dapat mereka kembangkan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, selain menggali identitas dirinya dalam konteks penciptaan karya yang berkualitas.

Pameran ini seyogyanya dilakukan 3 bulan yang lalu namun terganjal ujian tengah semester dan rencananya kedepan akan dilaksanakan tahunan. Semoga pemeran ini menginspirasi kita semua agar mencintai alam dan memberikan respon positif bagi kemajuan ISI Denpasar.

Yudisium Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar meluluskan 47 Orang Mahasiswa

Yudisium Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar meluluskan 47 Orang Mahasiswa

img_1020

(Denpasar-humasisi) Sebanyak 47 orang mahasiswa Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar telah  diyudisium pada hari Sabtu (30 Mei 2009), yang bertempat di gedung Natya Mandala ISI Denpasar.  Acara tersebut merupakan Runtutan dari acara Ujian Akhir Mahasiswa FSP ISI Denpasar yang  sebelumnya menggelar pementasan karya tugas akhir yang bertempat di gedung Natya Mandala ISI  Denpasar dari tanggal 18 – 21 Mei 2009 bagi mahasiswa yang mengambil penciptaan, dan ujian  konprehensif pada tanggal 26 Mei 2009 bagi mahasiswa yang menempuh jalur pengkajian, dan  terakhir Yudisium yang merupakan pengumuman kelulusan para mahasiswa yang dilaksanakan pada  hari Sabtu (30/5) ini. Acara tersebut dihadiri oleh seluruh mahasiswa yang telah mengikuti Ujian  Tugas Akhir, seluruh dosen Penguji, para Pembantu Rektor, kepala Biro Akademik Institut, jajaran  struktural FSRD, seluruh Dosen dari FSRD, staf dan panitia.

Dalam kesempatan itu ketua Panitia sekaligus pembantu Dekan I FSP ISI Denpasar Ni Ketut Suryatini, S.SKar., M.Sn. menerangkan bahwa dari 47 orang para lulusan tersebut 19 orang berasal dari jurusan tari, 24 orang jurusan karawitan, dan 4 orang dari jurusan Pedalangan. Pada kesempatan tersebut Suryatini juga mengumumkan mahasiswa-mahasiswa yang memperoleh IPK tertinggi, nilai karya terbaik serta 3 besar skripsi terbaik pada Ujian Tugas Akhir semester ganjil tahun ajaran 2008/2009 ini. Adapun mahasiswa tersebut adalah, untuk IPK peringkat pertama diraih oleh I Gde Made Indra Sadguna dari Jurusan Karawitan dengan IPK akhir 3,94. Posisi kedua diraih oleh I.B. Gde Surya Peradantha dari Jurusan Tari dengan IPK 3,91 serta pada peringkat ketiga, I Wayan Mulyana jurusan Pedalangan dengan IPK 3,77.

Sedangkan untuk 10 besar penyajian karya seni terbaik diraih oleh I Gede Gusman Adhi Gunawan (Tari), I Kadek Indra Wijaya (Karawitan), Putu Tiodore Adi Bawa (Karawitan), Ni Putu Ariani (Tari), I.B. Gede Surya Peradantha (Tari), Putu Wika Setia Budi Artiningsih (Tari), I Putu Pery Prayatna (tari), I Made Mujana (Karawitan), I Kadeak Astawa (Karawitan), serta Putu Arif Mahendra (tari).

Ni Ketut Suryatini tidak bisa menyembunyikan kebanggaannya terhadap hasil yang diraih dari para lulusan yudisium sekarang ini, setelah beberapa tantangan yang dihadapi namun mereka dapat menunjukan karya terbaiknya. Terbukti dari nilai yang diperoleh dari para mahasiswa yang mengikuti yudisium yang rata-rata memuaskan.

Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Pj. Dekan FSP ISI Denpasar I Ketut Sariada, S.ST. dalam sambutannya pada acara tersebut. Sariada sangat bangga terhadap hasil yang telah dicapai oleh para lulusan dan diharapkan dapat dipertahankan. Sehingga ketika memasuki dunia kerja karyanya dapat diterima oleh stake holder atau masyarakat yang membutuhkan karya seni. Pada kesempatan itu pula Sariada mengungkapkan rasa bangganya atas yudisium ini apalagi hasil yang telah dicapai mahasiswa yang sangat memuaskan. Pesannya agar para lulusan menjaga kualitas karyanya dengan maksimal dalam hubungannya nanti dengan masyarakat di dunia kerja nanti. Apalagi tahun 2009 ini pemerintah mencanangkan sebagai Tahun kreatif yang harus dijawab oleh para kalangan akademisi seni sebagai tantangan dalam berkesenian.

Acara tersebut diikuti dengan sangat antusias oleh para pesertanya dan diakhiri dengan acara jabat tangan antar mahasiwa dan dosen, sebagai ucapan perpisahan dan terima kasih atas bimbingannya selama ini. Sungguh mengharukan sekaligus membanggakan dan harapan untuk kelangsungan masa depan dunia kesenirupaan dan desain di bali maupun secara mengglobal.

Humas ISI Denpasar melaporkan

Alumni ISI Denpasar Selama 13 tahun berada di Belgia

Alumni ISI Denpasar Selama 13 tahun berada di Belgia

Penuturan I Made Agus Wardana (alumnus ISI Denpasar) kepada kami melalui email.

Agus Wardana Main Kendang

Agus Wardana Main Kendang

I Made Agus Wardana  lahir di Pegok Sesetan, Denpasar pada tanggal 25 Nopember 1971 yang saat ini bekerja sebagai Staf Pensosbud KBRI brussel, menuturkan lewat email kepada kami mulai dari kenapa berada di Belgia sampai pada pembentukan sekehe Gong Saling Asah

Awal keberangkatannya ke Belgia dimulai dari tahun 1995, Pemerintah daerah Bali menghibahkan Seperangkat Gamelan Bali kepada KBRI Brussel. Atas inisiatif Dubes RI Bapak Sabana Kartasismita saat itu meminta seorang guru pengajar Gamelan dan tari untuk mengajarkan gamelan Bali di belgia. Pada tahun 1996, Direktur STSI Denpasar (Dr. I made Bandem) mengirimkan Made agus wardana untuk menjadi tenaga pengajar. Dibentuklah berbagai grup gamelan Bali seperti Grup gamelan Konservatorium brussel, Grup gamelan KBRI brussel, grup gamelan Arjuna, grup gamelan Dharma wanita KBRI brussel, grup gamelan Anak-anak, grup gamelan Saling Asah, grup DUO made, grup gamelan pelajar Indonesia.

Mengajar Tari di SD dan SMP Joseph

Mengajar Tari di SD dan SMP Joseph

keberadaan grup gamelan tersebut, menjadikan Belgia sebagai pusat kebudayaan Bali di Eropa, Partisipasi grup gamelan tersebut dalam berbagai event di Belgia berdampak sangat positif terhadap pengembangan kebudayaan Indonesia di belgia, sekaligus menjadi ujung tombak dalam upaya meningkatkan citra positif Indonesia di Belgia dan Uni Eropa.

gamelan dan tari Bali sangat menarik bagi kalangan pelajar di Belgia. Mereka sangat antusias belajar gamelan dan tari. Tidak ketinggalan sekolah anak-anak cacatpun ikut berpatisipasi dalam kegiatan Workshop yang dilakukan diseluruh Belgia.

Konser Againts Rasisme

Konser Againts Rasisme

Berkolaborasi dengan seniman belgia, adalah sebuah pengalaman yang sangat berharga, memadukan irama dan tempo gamelan bersama perkusi modern ataupun gesekan chello beradu dengan suling Bali memberikan perpaduan rasa baru. pokoknya saya suka berkolaborasi musik bu;

Grup gamelan saling Asah didirikan tahun 1998 berawal dari pertemuan saya dg Dr. Zachar Laskewicz seorang seniman musik, teater, drama. Dia memperoleh PHdnya di Universitas Gent, Belgia di bisang seni.

Saling Asah beranggotakan warga Belgia dan warga Indonesia berjumlah 15 orang. Grup ini memainkan gamelan gong kebyar dengan memainkan tabuh dan tari tradisional seperti : Pendet, Panyembrama, margapati, cendrawasih, legong keraton, baris, topeng, dll. Nama saling asah diambil dari bahasa bali ASAH (rata/sama). saling asah = kebersamaan dalam musik.

Sejarah Pendirian Pura Agung Santi Bhuwana

Sejarah Pendirian Pura Agung Santi Bhuwana

Laporan I Made Agus Wardana S.s.n Alumni ISI Denpasar Program Studi Seni Karawitan, dan sebagai Komunitas Nyame Bali di Belgia

Kori Agung

Kori Agung

Berawal dari sebuah kecintaan warga Belgia, Eric Domb kepada Bali. Pada bulan juli 1978 Eric Domb bersama orang tuannya mengunjungi pulau Bali yang tersohor itu. Keindahan alam Bali saat itu tidak mungkin diragukan lagi,  sawah yang asri, pantai yang bersih dengan  tradisi budaya yang masih asli memikat hati Eric Domb.  Semenjak itu, kecintaan kepada Bali semakin mengebu-gebu. Berulang kali melakukan perjalanan wisata dan mempelajari budaya Bali serta menjelajahi daerah lainnya di tanah air.  Sedemikian dekatnya dengan Bali sehingga tercetuslah gagasan luar biasa yaitu membangun pura seukuran aslinya. Pada tahun 2006 dimulailah pembangunan pura dengan mendatangkan arsitek muda Bali I Ketut Padang Subadra. Ketut Padang dibantu oleh para pemahat dan pengukir dari Bali yang berjumlah 8 orang. Selama 2 tahun lebih bekerja siang dan malam  dalam suasana berkabut dan bersalju. Berkat semangat ngayah yang dimiliki oleh para seniman Bali ini akhirnnya Pura itupun terwujud.  Untuk menjaga keaslian pura dan bangunan lainnya di area taman Indonesia, batu paras hitam dan batu lereng gunung merapi sengaja diimpor dari Bali dan Jawa Tengah sampai 320 kontainer.

Parc Paradisio

Pura Agung

Pura Agung

Parc Paradisio, dibangun pada tahun 1993 di kota Brugelette, 80 km dari kota Brussel. (50 menit dengan kendaraan roda empat dari Brussel).   Ditengah-tengah parc paradisio terdapat sebuah kastil tua dengan menara setinggi 30 meter. Lokasi brugelette  yang terletak di pinggiran kota dikelilingi oleh hamparan tanaman gandum dan jagung. Pada awal pendiriannya merupakan sebuah taman wisata burung, namun dalam perkembangan parc paradisio menjadi taman konservasi flora dan fauna dengan koleksi 3500 species binatang dan 1500-an species tanaman dan tumbuhan. Tidak mengherankan jenis tanaman Indonesia seperti pohon pisangpun dapat tumbuh di area parc paradisio.

Parc paradisio dibuka untuk umum dari bulan april sampai november. Dengan harga tiket dewasa 18.50 euro (260 ribu rupiah), anak-anak 13.50 Euro (195.000 rupiah) pengunjung dapat menikmati parc paradisio dari pukul 10.00 hingga 17.00. Pada tahun lalu jumlah pengunjung mencapai 800.000 orang mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnnya atraksi ataupun koleksi jenis binatang seperti jerapah, gajah dan lain-lain.

Loading...