Bertepatan dengan ritual adat Perang Topat yang dilaksanakan oleh umat Hindu dan Islam di Pura Lingsar yang berlokasi di Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada hari Minggu (3/12) lalu, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar melakukan kegiatan ngayah ke Pura Lingsar, Lombok.

Pura Lingsar merupakan peninggalan zaman Raja Anak Agung Gede Ngurah, keturunan Raja Karangasem Bali yang sempat berkuasa di sebagian pulau Lombok pada abad ke-17 silam. Dalam pura ini, ada dua bangunan besar yakni Pura Gaduh sebagai tempat persembahyangan umat Hindu, dan bangunan Kemaliq yang disakralkan sebagian umat muslim Sasak dan masih digunakan untuk upacara-upacara ritual adat hingga kini. Masyarakat Desa Lingsar, selalu menggelar ritual perang topat atau perang ketupat pada hari ke-15 bulan ke tujuh pada penanggalan Sasak Lombok, yang disebut purnama sasih kepitu (Purnama bulan ketujuh), atau hari ke 15 bulan ke enam pada penanggalan Hindu Bali, yang disebut purnama sasi kenem (Purnama bulan keenam).

Menariknya, rombongan yang ikut serta dalam kegiatan ngayah ini adalah dosen-dosen senior dari Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar dan juga mahasiswa asing peserta Program Darmasiswa RI Jurusan Seni Tari. Diantaranya adalah Rektor ISI Denpasar sendiri (Prof. Dr. Arya Sugiartha) berserta para wakil rektor dan dosen dosen Karawitan senior lainnya. Mereka secara langsung ikut serta mengiringi penari dengan gamelan, dan penari yang dimaksud juga merupakan dosen-dosen senior dari jurusan tari, dan salah satunya adalah Guru Besar yang juga merupakan mantan rektor ISI Denpasar (Prof. Dibia). Para penonton pun sangat antusias dalam menyaksikan penampilan yang dibawakan oleh ISI Denpasar.

Loading...