“Ku Tak Sabar” Penampilan Gus Teja Memukau ASI 2013

“Ku Tak Sabar” Penampilan Gus Teja Memukau ASI 2013

gus tejaKiriman: Ni Putu Astrini, Ni Kadek Oka Aryanti, I KadekAnggaDwi Putra, dan I Gusti Ayu Agung Aryawaningrat P. (Mahasiswa Tv dan Film ISI Denpasar).

Denpasar- Pembukaan Art Summit yang ke 7 berlangsung secara spektakuler di Bali, tepatnya di Gedung Natya Mandala Institut Seni Indonesia Denpasar pukul 19.00 wita malam kemarin(8/10). Pembukaan festival dan seminar internasional pada pertunjukan seni  kontemporer yang bertajuk Art Summit Indonesia (ASI) 2013 berlangsung di empat tempat yang berbeda yaitu Bali, Jakarta, Yogyakarta dan Surakarta. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Republik Indonesia, Mari Elka Pangestu juga hadir dalam pembukaan Art Summit ini. Selain itu suasana semakin klasik karena para undangan termasuk menteri mengenakan pakaian batik cirikhas bangsa Indonesia.Tidak hanya itu para undangan juga di suguhkan papertunjukan dari beberapa seniman kontemporer, salahsatunya Agus Teja Sentosa atau yang lebih akrab disapa Gus Teja.

Pada pembukaan ASI, alumni ISI Denpasar tahun 2005 ini menampilkan musik kontemporer berjudul Ku Tak Sabar, yang bertemakan cinta dibalut nuansa humor yang menggelitik khusus diciptakan untuk acara Art Summit 2013. Beliau menegaskan musik Ku Tak Sabar terinspirasi dari kerinduan yang tak tertahankan, lama tak berjumpa dengan pujaan hati dan beliau mengungkapkan perasaan itu dalam sebuah karya musik dengan nuansa humor yang menggelitik. Beliau dengan ketiga personilnya mengaku sangat bersemangat untuk turut ikut serta dalam mengisi acara ini. Dengan alat musik yang dibilang tidak biasa, Gus Teja bereksperimen dengan peralatan ibu rumah tangga seperti baskom, gelas, gayung dan sebagainya yang tak lasim digunakan untuk bermain musik pada umumnya yang mampu memukau penonton yang hadir malam itu.

Namun dibalik penampilannya, beliau mengungkapkan ada beberapa kendala yang di hadapi saat melakukan gladi yaitu masalah sulitnya mengatur waktu karena para personil Gus Teja mempunyai kesibukan masing-masing dan kurangnya profesionalitas dari pihak panitia saat pementasan yang berlangsung terlambat.“Dengan adanya Art Summit ini menjadi wadah para seniman untuk berkarya dan menampilkan karyanya pada orang banyak agar seni menjadi lebih bergairah”, tutur Gus Teja.

Jay Shita, Tarian Kontemporer Tentang Kesetaraan Gender

Jay Shita, Tarian Kontemporer Tentang Kesetaraan Gender

jaysitaKiriman: Galih Seta Dananjati, I Gusti Komang Bagus Dharma Putra, Moch. Zulfiqar R.A., I Putu Kurniawan Adi Putra (Mahasiswa PS TV dan Film ISI Denpasar)

Denpasar- Dalam penyelenggaraan Art Summit Indonesia VII pada Selasa (8/10) kemarin, ISI Denpasar mementaskan sebuah tarian kontemporer yang berjudul “Jay Shita”. Jay sendiri diambil dari Bahasa Sansekerta yang berarti kesucian atau keagungan, sedangkan Shita merupakan nama dari istri Rama yang seorang tokoh pewayangan. Tarian yang menceritakan tentang sosok perempuan yang kuat dalam menghadapi berbagai macam diskrimansi oleh pihak laki-laki ini melibatkan sepuluh penari, yaitu lima penari laki-laki dan lima penari perempuan. Dari segi musik, tarian kontemporer ini diiringi oleh kolaborasi antara alunan gamelan Bali dengan alunan biola yang dikemas secara kontemporer. Tarian ini pun menjadi pementasan pamungkas yang sukses menutup acara pada malam itu

Pementasan kali ini pun dibuat lebih menawan dengan penggunaan teknologi video mapping, yaitu teknologi visualisasi grafis video pada sebuah obyek. Hal ini terbukti ketika beberapa bagian tarian yang menampilkan teknologi ini membuat para penonton yang menyaksikan selalu dibuat berdecak kagum. Seperti pada adegan ketika Shita berusaha dibakar dimana video mapping menampilkan visualisasi nyala api pada keseluruhan latar panggung yang bertempat di gedung Natya Mandala ISI Denpasar. Tak heran apabila persiapan yang dilakukan kelompok ini terbilang cukup lama, yaitu selama sekitar satu bulan. Surya Oka, selaku pencipta tarian ini juga menuturkan tidak ada kendala yang berarti dalam persiapan pementasan kali ini, hanya kendala menyamakan waktu mengingat para penari tetap harus menjalani proses perkuliahan.

Koreografer Surya Oka saat diwawancara

Koreografer Surya Oka saat diwawancara

Ketika ditanya mengenai makna yang terkandung dalam tarian ini, Surya Oka menuturkan sengaja mengangkat isu kesetaraan gender dalam pementasan tarian Jay Shita kali ini. Beliau merasa bahwa kaum perempuan sampai saat ini masih sering mendapatkan diskriminasi dalam berbagai hal. “Yang ingin saya sampaikan kepada penonton pada pementasan kali ini adalah bagaimana pun juga wanita harus tetap menjaga kesucian dan keagungannya” ungkap pria yang juga mengajar sebagai dosen di ISI Denpasar ini.

Pembukaan Art Summit Indonesia 2013 Digelar di ISI Denpasar

Pembukaan Art Summit Indonesia 2013 Digelar di ISI Denpasar

Rektor ISI Denpasar (kanan) memberi kenang-kenangan kepada Menteri Parekraf (kiri)

Rektor ISI Denpasar (kanan) memberi kenang-kenangan kepada Menteri Parekraf (kiri)

Kiriman: Nyoman Lia Susanthi, S.S., M.A. (Dosen PS. TV dan Film).

Denpasar- Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia setiap tahun menggelar festival dan seminar internasional pada pertunjukan seni  kontemporer yang bertajuk Art Summit Indonesia (ASI). Tahun 2013 ini  ASI VII diadakan di empat tempat berbeda yaitu Bali, Jakarta, Yogyakarta dan Surakarta. Pembukaan Art Summit yang ke-7 berlangsung secara spektakuler di Bali, tepatnya di Gedung Natya Mandala Institut Seni Indonesia Denpasar pukul 19.00 wita malam kemarin (8/10). Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Republik Indonesia, Mari Elka Pangestu juga hadir sekaligus membuka Art Summit Indonesia 2013 ini.

Dalam sambutannya Mari mengatakan, kegiatan seperti itu akan meningkatkan apresiasi dan kreativitas seni kontemporer. “Penyelenggaraan ASI kali ini diadakan di beberapa kampus seni yang ada di Indonesia, dengan tujuan memberi peluang kepada seniman khususnya para pendidik seni untuk menunjukkan kreativitas seni kontemporernya” ungkapnya. Marie menambahkan dengan melihat karya seniman pertunjukkan dunia, maka ada proses pembelajaran yang bisa dikembangkan menjadi suatu pertunjukkan yang lebih memiliki nilai artistik.

ISI Denpasar sebagai tuan rumah dalam penyelenggaraan ASI ini mampu menata suasana kampus menjadi indah dengan nuansa garden party. Rektor ISI Denpasar, Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.Skar., M.Hum dalam opening remak menyambut baik penyelenggaraan ASI Indonesia diselenggarakan di ISI Denpasar. “Terimakasih atas kepercayaan yang diberikan ISI Denpasar dalam penyelenggaraan ASI Indonesia” ungkap Dr. Arya. Pihaknya menambahkan bahwa gelaran yang dilaksanakan di empat kota ini sangat baik, selain memberi ruang bagi seni pertunjukkan di tanah air, juga mampu menunjukkan eksistensi seni kontemporer Indonesia dalam kancah internasional.

Foto bersama seniman usai pementasan

Foto bersama seniman usai pementasan

Suasana perhelatan yang mengambil tema : “Contemporary Art and the Making of list Market” semakin meriah karena partisipasi penonton cukup tinggi, serta hampir semua audiens mengenakan pakaian batik cirikhas bangsa Indonesia, termasuk Ibu menteri dan undangan lainnya.

Acara pembukaan dikaitkan momentum dengan penyelenggara APEC di Bali yang dihadiri para kepala negara kawasan Asia Pasifik. Dalam kegiatan itu ditampilkan, lima karya tari dan musik kontemporer. Tiga karya seni seniman ISI Denpasar yakni “Tangkep” karya Wayan Sutirtha (koreogtrafer) dan Nyoman Kariasa (Komponis). Juga “Ku Tak Sabar” karya Gus Teja dan “Jay Sita” karya Gede Oka Suryawan yang seorang koreografer, dengan iringan musik oleh I Gede Mawan.

ASI juga menghadirkan mitra dari luar yaitu turut tampil Ensamble Reconsil Vienna (Austria), Arco Renz (Belgia), Solid States (Jerman), Bulssang (Korean National Contempany- Korea Selatan), Smashed Gandini Junggling (United Kongdom). Diketahui, ajang tahunan Art Summit Indonesia (ASI) ini selalu mengundang mitra dari dalam dan luar negeri sekaligus media untuk saling memberikan pemahaman dan komunikasi antar pelaku seni pertunjukkan.

Loading...