
Seminar Nasioanal Fakultas Seni Pertunjukan 2019
Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar Menyelenggarakan seminar nasional.

Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar Menyelenggarakan seminar nasional.
Civitas akademika Institut Seni Indonesia Denpasar turut serta menjadi pengisi acara dan menyukseskan pawai budaya “The Economy and Life in Bali” yang telah digelar serangkaian pertemuan tahunan IMF-World Bank belum lama ini. “Dalam pawai budaya tersebut, bagaimana ekonomi itu kaitannya dengan kehidupan masyarakat Bali. Kehidupan orang Bali dari lahir sampai mati ada ritualnya, dan ritus itu dilakukan dengan suka cita,” kata Rektor ISI Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha SSKar, MHum, di Denpasar, Selasa. ISI Denpasar dalam pawai budaya yang disaksikan oleh Presiden Joko Widodo, Gubernur Bali Wayan Koster dan para delegasi IMF-WB di Nusa Dua, Bali, saat itu membawakan garapan tentang ritual Pecaruan Rsi Gana yakni upacara mengenai pembersihan alam semesta yang dilakukan oleh pemangku (pemimpin ritual keagamaan), serati banten (pembuat sesajen), tukang kidung, petugas ngiderang (pemutar) caru, pasukan bhuta kala dan sebagainya. Ritual tersebut juga diiringi gamelan Ketug Bumi. Menurut Prof Arya, dengan tampilan ritual yang dibawakan ISI Denpasar dan sejumlah sanggar seni di Pulau Dewata itu, sesungguhnya untuk “memancing” para delegasi dalam memaknai kehidupan masyarakat Bali dari ritual kelahiran hingga kematian, yang di dalamnya sangat lekat dengan nilai-nilai budaya. “Ada unsur pertunjukannya, pemaknaan nilai moral dan religius, serta perputaran ekonomi juga sehingga menjadi kebanggaan dan jati diri sebagai orang Bali,” ucapnya didampingi Humas ISI Denpasar I Gede Eko Jaya Utama SE, MM itu. Prof Arya menyebut untuk pawai budaya yang dimeriahkan lebih dari 1.000 seniman kolaborasi ISI Denpasar dengan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali itu, pada hakikatnya pawai budaya “keluarga besar” ISI Denpasar. “Hal itu karena kami merekrut sanggar-sanggar seni yang ada di Bali, yang sebagian besar dikelola oleh alumni ISI Denpasar. Demikian juga melibatkan siswa-siswi SMK seni yang sejatinya merupakan embrio yang akan melanjutkan pendidikan di ISI Denpasar,” ujarnya. Pihaknya memang berupaya dalam setiap kegiatan budaya yang melibatkan ISI Denpasar sebagai pengelola, tidak melepaskan keterlibatan “keluarga besar” ISI Denpasar dari embrio hingga lulusannya, sehingga semua dapat merasakan manfaatnya. “Kami sangat senang dalam pawai budaya IMF-WB itu ternyata Bapak Presiden, para delegasi, dan semua yang hadir antusias dan enjoy menyaksikan pawai budaya,” kata Prof Arya. Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerjasama ISI Denpasar I Ketut Garwa SSn, MSn berterima kasih kepada para mahasiswa dan dosen yang telah terlibat dalam pawai budaya tersebut sehingga dapat berjalan lancar dan sukses, meskipun dalam suasana perkuliahan efektif. “Dari event tersebut, mahasiswa tidak saja mendapatkan kemampuan praktik, tetapi sekaligus tata kelola seni pertunjukan dan kewirausahaan. Ikut dalam event ini bagaimana diperlukan kemampuan me-manage banyak orang dan waktu yang tersedia pun cukup singkat di luar jam perkuliahan,” ujarnya. Hal tersebut, menurut Garwa sebagai pengalaman berharga tidak saja bagi lembaga, sekaligus bagi masing-masing mahasiswa yang terlibat. “Apalagi pertemuan IMF-WB ini merupakan ajang bergengsi yang dihadiri puluhan ribu delegasi dari 189 negara. Selain terlibat dalam pawai budaya, sebelumnya tiga orang perwakilan ISI Denpasar juga berkesempatan memainkan rindik saat penandatanganan MoU Presiden Jokowi,” ucapnya. Dalam pawai budaya tersebut, selain garapan yang dibawakan oleh ISI Denpasar, kemudian dilanjutkan ritual Dewa Yadnya dari Sanggar Paripurna, Gianyar berupa upacara persembahan terhadap Dewi Sri Sedana sebagai Dewi Kemakmuran. Lalu, ritual kelahiran yang dibawakan Sanggar Penggak Men Mersi, Denpasar. Selanjutnya berturut-turut tampil ritual Raja Sewala atau Upacara Menek Kelih dari Sanggar Seni Pancer Langiit, Badung, ritual potong gigi dari SMK 3 Sukawati, Gianyar, ritual perkawinan oleh Sanggar Gumi Art, Denpasar, dan ritual kematian yang menampilkan prosesi upacara ngaben tradisi Puri oleh Sanggar Gases, Denpasar. Pawai juga dimeriahkan dengan sejumlah mobil hias.
Joged Pingitan Desa Pengosekan Direkonstruksi.
Komitmen ISI Denpasar Selamatkan Tradisi Langka
Koordinator Pusat Pengabdian Kepada Masyarakat LP2MPP Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Dr. I Ketut Muka P. M.Si., mengatakan, pihaknya tengah melakukan upaya rekonstruksi terhadap kesenian yang hampir punah yakni Joged Pingitan di Desa Pengosekan, Kecamatan Ubud, Gianyar. Kegiatan rekonstrsuksi dimulai sejak Maret dan ditargetkan rampung Agustus 2018.
ISI Denpasar, kata Muka, ikut terlibat dalam pelestarian dan pemajuan kesenian Bali. Salah satu upaya strategis yang dilakukan adalah melakukan rekonstruksi kesenian langka atau yang hampir punah yang ada di masyarakat. Untuk Joget Pingitan yang menjadi obyek rekonstruksi adalah tari, tabuh dan kostum, dengan menggunakan metode observasi, ceramah, diskusi, pelatihan, pementasan, selanjutnya tahap evaluasi, dan dokumentasi.
“Merupakan kewajiban ISI Denpasar merekonsstruksi seni pertunjukan tradisi seperti ini agar tidak terlanjur punah,” kata Muka di sela pembukaan rekonstruksi di Banjar Pengosekan, Desa Mas, Ubud, Jumat (11/5) lalu. Melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat (pengabmas) ini, diharapkan para dosen, mahasiswa, alumni dan tokoh seni dapat membantu masyarakat melakukan rekonstrsuksi seni pertujukan tradisi, sekaligus melakukan penelitian yang selanjutnya dapat dikembangkan dalam proses belajar mengajar di kampus.
Dalam kesempatan yang sama, Rektor ISI Denpasar Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.S.Kar., M.Hum memaparkan, rekonstruksi adalah program unggulan lembaga yang dipimpinnya. Setiap tahun, ia mengaku berusaha menyelenggarakan rekonstruksi di sejumlah daerah di Bali yang bertujuan untuk mengimbangi semaraknya lahirnya garapan baru.
“Garapan baru sangat marak. Ada yang sudah yang bisa dinikmati, namun parahnya banyak juga yang arahnya tidak jelas,” kata Arya. Untuk itu, perlu dilakukan penggalian dan pelestarian (rekonstruksi) terhadap kesenian yang hampir punah. Jika sudah terlanjur punah, diakui sangat susah untuk merekonstruksi kembali. “Daya ingat para sesepuh, akan kami padukan dengan kemampuan dosen untuk merekonstruksi. Kalau tiang baca di Lontar Tutur Catur Muni-muni, Joged Pingitan ini salah satu kesenian istana, selaini Semar Pegulingan, Pelegongan, dan bebarongan,” imbuh dia didampingi Humas I Gede Eko Jaya Utama, SE., MM.
Kadis Kebudayaan Kabupaten Gianyar I Gusti Ngurah Wijana mengaku menyambut baik kegiatan yang dimotori LP2MPP ISI Denpasar tersebut. menurutnya, di sejumlah desa di Gianyar juga memiliki joged serupa, namun pihaknya mengarahkan rekonstruksi di Pengosekan didasari atas nilai kesakralan. “Kami dengar di Desa Payangan juga ada (Joget Pingitan) tapi kami pilih di Pura Taman Limut, Duwen Ida Betrara iriki,” katanya sembari mengucapkan terimakasih atas komitmen ISI Denpasar dalam upaya pelestarian.
Hal senada disampaikan Kelian Pemaksan Pura Taman Limut I Nyoman Narda. Selaku ‘tuan rumah’ pihaknya siap membantu, mendukung dan memfasilitasi segala hal yang diperlukan selama proses rekonstruksi berlangsung hingga masuk ke tahap akhir.
Menurutnya, menjaga tradisi warisan leluhur yang sakral adalah suatu kewajiban bersama. Ia pun mengajak seluruh pihak untuk berdoa supaya segala tujuan dilancarkan oleh Ida Sesuhunan. “Pinaka krama titiang ngaturang suksesmaning manah. Domogi Joged Pingitan Duwen Ida Betara iriki nenten punah. (Selaku warga saya mengucapkan terimakasih. Semoga Joged Pingitan yang sakral ini tidak punah),” pungkas Narda.
Kunjungi Link Dibawah ini untuk info detail :
http://pasca.isi-dps.ac.id/pengumuman/seminar-nasional-pemajuan-seni-untuk-membangun-kebudayaan-dan-peradaban-yang-berkepribadian/
Siapkan Sendratari Rekontruksi ” Jayaprana” Karya Empu Seni I Wayan Beratha
Guru Besar Institut Seni Indonesia ( ISI) Denpasar Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST,MA telah memasuki masa Purnabakti ( pensiun) per tanggal 1 Mei 2018. Selama mengabdi 44 tahun di lembaga seni sejak berstatus ASTI, kemudian STSI hingga menjadi ISI Denpasar, dedengkot seni tari yang dikenal ‘ macanya ASTI’, namanya begitu disegani di jagat seni.
Nah, sebagai wujud pengabdian di dunia pendidikan seni, Prof. Wayan Dibia tak kenal berhenti untuk berkarya. Jagat Bali akan kembali digetarkan lewat sebuah sajian karya seni berkelas , yaitu persembahan sendratari rekontruksi berjudul Jayaprana, pada Minggu ( 6/5) mendatang , bertempat di Panggung Terbuka Nertya Mandala, Kampus ISI Denpasar.
Garapan sendratari garapan Prof. Dibia kali ini merupakan karya rekontruksi , dimana sendratari inilah yang pertama kali dibuat oleh empu seni I Wayan Beratha ( 1962). Selain sajian sendratari, Prof. Dibia juga melepas dua buku, yaitu biografi yang ditulis dirinya dan buku yang khusus dipersembahkan oleh para dosen dari Fakultas Seni Pertujukan ISI.
Prof. Dibia mengatakan, garapan sendratari ini dipersembahkan serangkaian pelepasan pensiun sebagai penanda dirinya mengabdi selama mengajar di kampus ISI . ” Saya sudah 44 tahun mengabdi di lembaga ini mulai ASTI, lantas STSI hingga menjadi ISI Denpasar, untuk menandakan itu Pak Rektor ISI mengadakan pelepasan dengan garapan Sendratari Jayaprana, dan saya juga akan meluncurkan 2 buku ,” jelas Prof. Dibia disela sesi latihan di Gedung Wayan Beratha Kampus ISI Denpasar, Kamis (3/5).
Menariknya, pria kelahiran Singapadu, Gianyar 14 April 1948 menegaskan, garapan sendratari ini murni serius, dikemas dalam olahan gerak, tari, lakon yang diikat dengan iringan musik seperti awal diciptakan pak Wayan Beratha. ” Menarik, karena pak rektor juga ikut megamel, didukung para dosen , jurusan kerawitan, tari dan pedalangan,” jelas lulusan S2 dan S3 yang diselesaikan di Amerika itu.
Lebih rinci dijelaskan, garapan ini dibilang istimewa, karena sendratari inilah yang memberikan landasan bagi perkembangan berkesenian di Bali. Namun dirinya mengamati perkembangan sendratari belakangan ini mulai bergeser. ” Jadi, konsep garapan benar – benar dihitung, baik tari, lakon diikat oleh musik, kalau kita lihat belakangan, banyak garapan sendratari yang bergeser, sekarang sendratari hanya jadi tontonan, enak ditonton saja tetapi konsepnya lemah. Sedangkan garapan ini, kita tentukan dengan terukur , dalang ruangnya terukur, penari, lakon dan iringan benar benar terukur, ” ungkap lulusan ASTI Denpasar 1975.
Prof. Dibia menekankan, ruang yang terukur yang dimaksud adalah, tidak adanya improvisasi berlebihan, baik penari, dalang dan iringan musik. ” Jadi sendratari ya dimana dalangnya, gerak penarinya terukur, artinya disini diperlukan penari yang benar – benar bisa menari, waktunya tepat, durasinya tidak molor, ” tegas Prof. Dibia sembari memberi arahan para penari dan penabuh secara detail.
Sementara itu Rektor ISI Denpasar Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha , S.Skar, M.Hum merasa bangga Bali khususnya ISI memiliki tokoh budayawan sekelas Prof. Dibia. ” Beliau dulu waktu saya masih kuliah, dikenal dengan sebutan macannya ASTI, beliau mengajar tegas, lugas, konsisten dengan waktu, kalau salah dibilang salah. Tapi dengan cara itu anak- anak didiknya jadi disiplin. Beliau mengajar ketegasan , kedua beliau memiliki pengetahuan lengkap, mulai praktek kesenian sejak kecil, bapaknya seorang penari arja terkenal . Mengenyam pendidikan seni, zaman itu sudah kuliah di Asti Yogya, S2 dan S3 di Amerika. Saya sendiri dibimbing pak Dibia, saya bangga dengan beliau , ” sanjungnya.
Prof. Arya menuturkan, sekarang Prof. Dibia purnabakti, namun kita masih membutuhkan keahlian beliau. Untuk itu selain pelepasan, sekaligus kita mengangkat kembali pak Prof. Dibia menjadi dosen non PNS. ” Kita akan tetap membutuhkan Prof. Dibia untuk mengajar di kampus ISI,” tandasnya.
Lantas, terkait pementasan sendratari Jayaprana ini, Prof . Arya mengakui dipersiapkan dengan matang dengan melibatkan para dosen, mahasiswa dari seni pertunjukan termasuk dirinya ikut megamel. ” Saya ikut megamel, sebagai pengugal ( pemimpin melodi), dimana dalam garapan merekonstruksi sendratari ini diciptakan pertama kali di Bali oleh pak Beratha, ini menarik sekali makanya saya ikut ambil bagian dalam sajian nanti,” jelas Rektor asal Pujungan, Pupuan Tabanan ini.
Lanjut dia, dalam penyajian garapan sendratari ini tidak ada improvisasi, jadi penjiwaan harus benar, sendratari itu tidak gampang. Ada penyesuaian, antara gerak, tari, lakon. ” Selain sendratari kita juga tampilkan karya pak Prof. Dibia yang terkenal yaitu Tari Manukrawa yang diciptakan sekitar tahun 1975, jadi pementasan ini sangat menarik, kami akan mengundang para tokoh, seniman, budayawan, terlebih bagi kepentingan keilmuan sangat diperlukan sebagai ruang pembelajaran,” ungkapnya.
Prof. Arya berharap, kehadiran garapan sendratari disajikan oleh Prof. Dibia ini dapat dilihat diamati dipelajari oleh mahasiswa. jangan sampai kita tidak mengenal yang lama – lama, proses perkembangan seni itu terus berlanjut, dengan catatan basisnya kuat yaitu akar tradisi. ” Harapanya, kita sepakat basis pengembangan tidak boleh meninggalkan tradisi. Anak -anak itu sebelum mengenal dunia modern, atau dikenal kosmo itu harus dikuatkan tradisi, kalau tidak kuat tradisinya, maka karya karyanya cendrung tak berisi,” tegasnya.
Garapan Sendratari ini dibagi dalam 7 babak, mulai babak pertama dari Jayaprana tinggal di gubuk di Kalianget, kemudian menginjak remaja, dan diperintahkan sang raja mencari calon istri hingga bertemu Layonsari. Namun kisah percintaan Jayaprana dan Layonsari berujung tragis. Bagaimana kisahnya , nantikan pagelaran selengkapnya, Minggu ( 9/5) mendatang.
Sementara itu, Humas ISI Denpasar I Gede Eko Jaya Utama, SE menyebutkan jumlah seniman yang dilibatkan untuk penabuh berjumlah 30 orang, kemudian penari sekitar 50 orang. ” Pementasan sendratari ini akan menarik untuk itu para pegiat seni, baik di lingkup ISI maupun undangan dari para tokoh, budayawan sangat diharapkan tidak melewatkan pagelaran ini, pada Minggu 9 Mei di Kampus ISI,” pungkasnya.