Gamelan Semara Dhana (SD) Di Banjar Padangtegal Kaja

Kiriman : I Wayan Diana Putra (Dosen Prodi Pendidikan Seni Pertunjukan FSP, ISI Denpasar)

Pulau Bali merupakan salah satu pulau di Nusantara yang memiliki beragam jenis kesenian yang bernilai estetika tinggi. Kesenian tersebut meliputi arsitektur, patung, lukisan, tari, wayang, dan salah satu yang populer adalah karawitan. Masyarakat Bali lebih mengenal seni karawitan sebagai ‘gamelan’ atau ‘gong’.  Kartawan mengatakan: “Di Bali sedikitnya terdapat tiga puluh enam jenis barungan gamelan yang masing-masing mempunyai karakteristik, repertoar, jenis instrumental, bentuk serta fungsi yang berbeda-beda” (2005:175). Dewasa ini mungkin jumlah tersebut telah bertambah dibuktikan dengan munculnya gamelan jenis baru seperti: Manikasanti dan Ciwa Nada oleh I Wayan Sinti, Gamelan Salukat oleh Dewa Alit, dan Gamelan Jes Fushion oleh I Nyoman Windha. Dari sekian banyaknya jenis barungan dengan berbagai karakternya masing-masing, barungan gamelan Smara Dhana (SD) adalah salah satu jenis barungan yang begitu familiar dengan aktivitas berkesenian yang penulis geluti.

Di dalam masyarakat Bali sendiri khususnya di kalangan seniman karawitan Bali, barungan gamelan SD sudah tidak asing lagi keberadaan dan eksistensinya, tetapi di kalangan seniman bahkan masyarakat pencinta seni lainnya seperti di Jawa, Sunda, Minang, Makasar, dan daerah lainnya di Nusantara mungkin belum begitu mengenal apa itu gamelan SD. Untuk mengenalkan keberadaan dan eksistensi dari gamelan Smara Dhana ini di Nusantara, maka diperlukan sosialisai dengan menggunakan piranti ‘analisa’ sebagai pisau bedah. Di sini peranan masyarakat pendukung (local genius) dari gamelan SD sendiri sangat penting, karena melaluinya informasi sedetail mungkin dapat digali dan didapatkan secara akurat, dan misi untuk mengenalkan gamelan jenis ini di

Nusantara bisa terwujud. Hal itu disebabkan, masyarakat pendukung dari gamelan SD itu sendiri dapat langsung berhadapan dengan objek yang dikaji melalui aktivitas berkesenian maupun kegiatan sosial religius di masyarakatnya.

Selengkapnya dapat unduh Disini

Manajemen Pementasan Reguler Sekeha Kecak Terena Jenggala Desa Padangtegal, Ubud, Bali

Kiriman : I Wayan Sudira (53), PNS & Kelihan Sekeha Kecak Terena Jenggala, Desa Padangtegal, Ubud. Jl. Hanoman, No. 2, Banjar Padangtegal Kaja, Ubud, Gianyar, Bali.

Manajemen berasal dari kata manage yang berarti mengatur. Jadi manajemen merupakan rangkaian jaringan pekerjaan dalam mewujudkan sebuah tujuan yang dilakukan oleh seseorang, kelompok kecil, atau kelompok besar. Dasar tindakan manajemen yang erat kaitannya dengan motif ekonomi yaitu bagaimana orang dapat memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya telah dikenal manusia sejak lama (Murgiyanto, 2004:7). Dalam sebuah menajemen diawasi oleh seorang pimpinan yang disebut manager. Definisi lain tentang manajemen menurut Winardi adalah sebuah proses yang khas yang terdiri dari aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan pengawasan, yang dilaksanakan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang ditetapkan dengan bantuan manusia dan sumber-sumber daya yang lain (Alfiro, 2014:4).

Manajemen  membantu  organisasi  seni pertunjukan  mencapai  tujuan  secara  efektif dan  efisien (Purnomo, 2019:118). Manajemen sebagai sebuah tata kelola kerja dalam organisasi juga diberlakukan pada bidang pertunjukan yang disebut manajemen pertunjukan. Manajemen pertunjukan adalah proses merencanakan serta melahirkan kebijakan, mengorganisasikan, mengelola, memimpin, dan mengendalikan sumber daya manusia, keuangan, fisik, teknologi dan informasi yang berhubungan dengan pertunjukan.  Dalam hal lain juga disebut dengan sebuah pola kerja tersruktur dan terarah untuk menghasilkan sebuah pertunjukan yang ideal dan berjalan lancar.

Selengkapnya dapat download disini

Loading...