SEMARANG – Banyak guru besar hanya nama atau biasa disebut ’’GBHN’’. Kritik itu disampaikan Ketua Dewan Pendidikan Kota Semarang Prof Dr Rasdi Ekosiswoyo MSc di sela-sela seminar Membedah Kebijakan Inpassing Guru Non-PNS yang digelar Kelompok Diskusi Wartawan Jateng, di Hotel Santika, Minggu (27/3).
’’Banyak guru besar di perguruan tinggi yang GBHN atau guru besar hanya nama. Mereka sehari-hari hanya perished atau sekadar mengajar. Setelah mengajar lalu pulang,’’ kata Prof Rasdi.
Seharusnya, menurut mantan rektor Unnes Semarang itu, seorang guru besar harus tenure dan published dan lebih baik lagi jika go public. ’’Istilah GBHN itu pernah dicuatkan oleh Pak Muladi beberapa tahun silam. Namun, kenyataannya sampai saat ini, guru besar yang hanya perished atau sekadar mengajar masih tetap banyak,’’ tuturnya.
Padahal, selain mendapatkan gaji sebagaimana PNS yang lain, guru besar tiap bulan mendapat satu kali gaji tunjangan profesi (sertifikasi) dan dua kali gaji tunjangan kehormatan. ’’Ini kan eman-eman. Pemerintah sudah menggaji para guru besar demikian banyak, tapi sehari-hari mereka hanya mengajar,’’ ujarnya.
Prof Rasdi menyatakan, banyak hal yang bisa dilakukan para guru besar selain mengajar. Antara lain, membuat berbagai kegiatan, baik yang berkaitan dengan civitas academica maupun masyarakat pada umumnya. ’’Tiap guru besar kan punya interes di bidangnya. Ya, dia bisa membuat kajian-kajian, pengembangan ilmu pengetahuan, menjadi pembicara di berbagai seminar, dan sebagainya. Pendeknya, guru besar itu harus published atau kalau perlu go public,’’ ujarnya. (D6-37)
Sumber: suaramerdeka.com