Lewat Penelitian, Dokumentasi dan Inventarisir Kesenian NTB, Usaha ISI Denpasar Dalam Melindungi Seni Budaya Indonesia

Lewat Penelitian, Dokumentasi dan Inventarisir Kesenian NTB, Usaha ISI Denpasar Dalam Melindungi Seni Budaya Indonesia

NTB

3 dosen ISI Denpasar tengah mengapit salah satu seniman tua Tari Batek Baris di Lingsar-NTB (Y. Rawiti). Inset: Rektor ISI Denpasar Prof. Dr. I Wayan Rai S., MA

Denpasar-Ditengah gencar-gencarnya pemberitaan tentang klaim Tari Pendet oleh pihak Malaysia, 3 orang dosen ISI Denpasar tengah melakukan penelitian untuk mendokumentasi dan menginvetarisir Seni Pertunjukan daerah Nusa Tenggara Barat. Penelitian yang berjudul “Inventarisasi dan Dokumentasi Seni Pertunjukan Tari di  Nusa Tenggara Barat” ini dimotori oleh Ketua Peneliti Drs. Rinto Widyarto, M.Si. (bidang Seni Tari Jawa) dan dua anggota I Ketut Darsana, SST., M.Hum. (bidang Seni Tari Bali) serta Dr. Ni Luh Sustiawati, M.Pd  (bidang Metodologi Penelitian). Dipilihnya Nusa Tenggara Barat sebagai Obyek Penelitian dikarenakan ISI Denpasar sebagai satu-satunya institusi seni di daerah kawasan timur Indonesia, jadi ISI Denpasar berperan dalam pengembangan Kesenian di daerah Indonesia timur sesuai dengan visinya sebagai pusat dokumentasi seni.

Menurut Rinto ini adalah bagian dari Program Hibah Kompetisi (PHK) B-Seni yang telah dimenangkan ISI Denpasar dari sejak 2007. Penelitian untuk tahun ini dibagi dua  yaitu untuk di Bali menginventarisir Tari Legong olehsalah satu dosen tari dan menginventarisir seni pertunjukan NTB. Mengingat tahun lalu telah melakukan hal yang serupa di wilayah NTT. Penilitian yang dilakukan di NTB menitikneratkan kepada dokumentasi dan inventarisir seni pertunjukan di NTB dengan jalan mengunjungi seniman-seniman tua NTB, merekam tarian, mencari referensi buku penunjang tentang seni tari dan mengunjungi tokoh-tokoh masyarakat dalam hal kesenian.

Sedangkan sebagai “team lokal” dari NTB yang diajak bekerjasama yaitu Dra. Endah Setyorini (Kasi Kesenian Disbudpar  Provinsi NTB), I Ketut Astika (Pamong Budaya Pelaksana) dan I Wayan Balik (Pamong Budaya Pelaksana Lanjutan). Selanjutnya diadakan wawancara dengan para seniman, tokoh masyarakat, masyarakat pendukung, dan  instansi terkait (Bapak Mustakim Biawan alias Musbiawan, Ibu Sriyaningsih Pensiunan Kepala Taman Budaya Mataram dan Y. Rawiti penari Batek Baris di Pura Lingsar).

Nantinya penelitian ini diharapkan akan menjadi panduan bagi orang asing atau siapa saja yang menginginkan mempelajari seni pertunjukan tari khusus-nya Nusa Tenggara Barat. Mengingat bahwa ISI Denpasar selain sebagai pusat kajian seni dan budaya Bali juga sebagai pusat kajian seni pertunjukan tari wilayah Indonesia Timur. Hasil dari penelitian ini diwujudkan dalam ensiklopedi dan akan dipublikasikan tidak saja dalam jurnal ilmiah terakreditasi Mudra ISI Denpasar namun dalam jurnal internasional (Asian theatre Journal). Hal ini ditegaskan oleh Dr. Ni Luh Sustiawati, M.Pd dan rencananya akan rampung akhir November tahun ini.

Rektor ISI Denpasar Prof. Dr. I Wayan Rai S., MA menyambut gembira atas dilaksanakannya penelitian ini, ini merupakan salah satu bentuk sumbangsih ISI Denpasar dalam konteks pelestarian dan pengembangan seni dan budaya Indonesia. Berkaitan dengan kegiatan klaim budaya, ISI Denpasar telah menginventaris hasil karya seni- desain mahasiswa dan dosen, yang rencananya akan didaftarkan ke Pusat. Mengingat himbauan Menbudpar yang membebaskan biaya pendafatran HAKI untuk 1000 pendaftar pertama. Hal bertujuan untuk mencegah klaim sepihak dari Negara lain. Nah berkaitan penelitian ini diharapkan hasilnya berupa pemetaan kesenian di seluruh wilayah Indonesia khususnya NTB.

“Perlindungan dan Pengelolaan Air” Dideklarasikan Pada Penutupan The 3rd SSEASR Conference

“Perlindungan dan Pengelolaan Air” Dideklarasikan Pada Penutupan The 3rd SSEASR Conference

 

SSEASR

SSEASR

Denpasar- Setelah 567 paper didiskusikan dalam Konfrensi Internasional yang diselenggarakan oleh South and Southeast Asia Association For Study of Culture and Religion (Satu organisasi ditingkat Asia dan Asia Tenggara untuk studi agama dan budaya) bekerjasama dengan ISI Denpasar dan UNHI Denpasar, tema : Water in South and Southeast Asia: Interaction of Culture and Religion, maka pada penutupan konfrensi dideklarasikan untuk konservasi dan pengelolaan air. Selama konfrensi beberapa issu dan masalah terkuak yaitu (1) air memiliki peranan penting untuk bumi dan kehidupan manusia, flora, fauna dan ketahanan eksisitensi bumi, (2) Evolusi umat manusia telah melalui tiga tingkatan, yaitu a. Peradaban air, b. Peradaban industri serta C. Peradaban jasa/ layanan, (3) Dinamika peradaban manusia mengakibatkan penggunaan air yang berlebihan dan berkurangnya sumber mata air, (4) Kondisi penggunaan air berlebih dan berkurangnya sumber mata air telah mengakibatkan berkurangnya kualitas kehidupan di bumi, dengan pertumbuhan dari kebiasaan manusia dan komunitasnya menunjukkan bahwa tanda-tanda konservasi dan pengelolaan air menjadi tuntutan, hasil dalam peningkatan jumlah air dapat digunakan oleh manusia dan mahkluk hidup lainnya di bumi ini.
Sehingga dari issu dan permasalahan tersebut dapat diberikan solusi bahwa: (1) Solusi secara umum adalah untuk mengembalikan semangat guna melakukan strategi dan kegiatan nyata secara bersama-sama untuk konservasi dan langkah-langkah pengelolaan air yang tepat adalah untuk melindungi dan memperbaiki kegiatan melalui Gerakan Penghijauan Bumi (Green Earth Movement). (2) Mempertahankan basis budaya, seperti berbagai kearifan local di wilayah Asia dan Asia Tenggara. Khususnya dari Bali, konservasi air sebagai asset suci dan pengelolaan air melalui organnisasi pertanian “subak”. Protensi air melalui kesrifan local, mitologi masyarakat Bali terhadap air (Dewa Wisnu), eksisitensi dari upacara Sad Kerthi dan juga konsep dari Tri Hita Karana sebagai budaya yang penting serta pondasi spiritual.
Selain itu deklarasi juga menghasilkan percepatan dari pertukaran kerjasama antar bangsa, yang menyatakan bahwa: (1) Pertumbuhan budaya spiritual dan gerakan social dalam sebuah jalan networking dan juga gerakan social untuk melakukan kegiatan nyata untuk pelestarian air, pengelolaan air dan juga memelihara kualitas air. (2) Semua Negara sudah seharusnya memberikan contoh untuk pengelolaan secara berlanjut dan pertukaran komunikasi antar bangsa.
Dalam pendeklarasian hadir ketua panitia Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A., Profesor Amarjiva Lochan Presiden SSEASR, Kepengurusan SSEASR dan Presiden IAHR (CIPSH, UNESCO) Prof. Ms Rosalind Hackett, Prof. Rosalind sangat kagum dan bangga dengan kesuksesan acara konfrensi internasional ke-3 SSEASR yang digelar di Bali. Kekagumannya dia ungkapkan saat penyampaian sekapur sirih tentang konfrensi yang merupakan buah hasil kerjasama antara SSEASR dengan ISI Denpasar dan UNHI Denpasar. Dia menyampaikan bahwa konfrensi di Bali ini adalah paling mengesankan. Selain keramah-tamahan yang dia dapatkan selama mengikuti konfrensi, nuansa alam kampus yang lestari juga mengantarkan kesan tersendiri yang tak terlupakan bagi para akademisi untuk dapat bertukar pandangan sesuai tema yang diangkat yaitu Water in South and Southeast Asia: Interaction of Culture and Religion. Apalagi suguhan pementasan tari, tabuh dan pameran mampu menghipnotisnya untuk terus akan mengenang Bali.

Humas ISI Denpasar melaporkan

’Waters’ Pameran Seni Rupa Air  Bagi Kehidupan Manusia

’Waters’ Pameran Seni Rupa Air Bagi Kehidupan Manusia

Pembukaan Pameran

Pembukaan Pameran

Air– bagi kehidupan manusia, memberikan manfaat dan makna yang tidak terbatas bagaikan wujud kasihNya. Bagi kehidupan berkesenian air telah banyak memberikan inspirasi, karena wujud keindahan yang menyenangkan bagi setiap orang yang menyaksikannya. Akibat vibrasi sentuhan itu para seniman menimbulkan pengalaman estetis dan interfenetrasi mendalam, sehingga melahirkan inspirasi dan proses kreatif. Inspirasi dan proses kreatif sepanjang perjalanan sejarah kesenian diekspresikan menjadi wujud-wujud gaya yang sangat beragam, itu artinya bahwa air bagaikan “ibu” sebagai “sumber pemberkat” keindahan bagi seniman. Oleh karena demikian menjaga, kelestarian dan kesucian air menjadi kewajiban yang sangat melekat bagi kita semua.

Pameran yang mengambil tema “WATERS” dalam rangkaian The 3rd SSEASR CONFERENCE OF SOUTH AND SOUTHEST ASIAN FOR THE STUDY OF CULTURE AND RELIGION ON Waters in South and Southeast Asia: Interaction of Culture and Religion, yang berlangsung dari tanggal 3 s/d 6 Juni 2009, di gedung kryasana pameran tetap FSRD Institut Seni Indonesia Denpasar.

 

Demontrasi seni rupa Juni 2009
Demontrasi seni rupa Juni 2009

Berkaitan dengan itu para dosen dan mahasiswa Fakultas seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Denpasar berupaya memamerkan karya-karyanya bertemakan air sebagai wujud ajang kritik dan apresiasi dalam upaya mengenal air sebagai sumber kehidupan dan meningkatkan kualitas proses kreatif. Kegiatan pameran seperti yang sudah sepantasnya didukung oleh berbagai pihak terutama pemerhati seni.

Pameran ini menampilkan 80 karya seni rupa, dengan 40 seniman akademik yang menvisualisasi air dengan berbagai gaya, yang sangat estetis dan variatif. Penampilan Ps. Fotografi dengan dengan 12 fotografer menampilkan 15 karya tampil dengan berbagai proses kreatif fotografi digital imaging, yang mampu menyedot pengunjung pameran. Seperti tema budaya yang ditampilkan I Komang Arba Wirawan, dosen fotografi ISI Denpasar, dengan judul menuju air suci, karya ini hasil hunting dengan mahasiswanya pada rangkaian upakara melasti panca Bali krama beberapa bulan yang lalu di pantai watu klotok klungkung. Begitu juga penampilan karya Anis Raharjo dosen Ps. Fotografi yang sedang menempuh S2 penciptaan di ISI Yogyakarta, menampilkan karya dengan judul “waters” seorang bayi yang masih dalam kandungan ibunya yang masih dibungkus oleh air ketuban. Karya I Made Saryana dengan Judul Hobies, tampil dengan fotografi hitam putih dengan komposisi yang mempesona.

Seniman lukis semester VI Ps. Lukis dengan karya instalasinya mampu memberi warna dan penuangan ide yang sangat cerdas dalam penyampaian pesan kepedulian kita terhadap air. Instalasi yang diberi judul “safe water” karya I Gede Jaya Putra dapat sanjungan presiden UNESCO ‘ ini merupakan ide cerdas dari seorang seniman akademis muda” katanya sambil memberi ucapan selamat. Dari seluruh karya lukis, krya, patung dan demonstrasi mahasiswa lukis mendapat sambutan yang antosias dari seluruh peserta konferensi.

Arba wirawan melaporkan untuk ISI Denpasar

3rd SSEASR Conference, Bali, Indonesia INAUGURAL EVENT

Wednesday June 03, 2009

Inaugural Session 8:30-09:30

Dignitaries take their position at the Stage 08:20- 08:30

Inaugural Prayer/Music 08:30 -08:35

Organising Chair, Prof  Dr.  I Wayan Rai welcome speech        08:35 -08:40

Chair, Steering Committee Prof IBG Yudha Triguna invitation speech 08:40 -08:45

IAHR( CIPSH, UNESCO) President  Prof Ms Rosalind Hackett  addresses 08:45 -08:50

SSEASR President Prof   Amarjiva Lochan speaks       08:50 -09:00

Hon’ble  Governor, Bali H.E. Mr I Mangu Pastika’s address 09:00 -09:05

Hon’ble Indian Ambassador H. E. Mr Biren Nanda’s address 09:05 -09:15

Hon’ble Culture Minister, RI, Ir. Jero Wacik inaugural speech 09:15 -09:25

Vote of Thanks and the VIP Group Photo on Stage 09:25 -09:30

Keynote Session 09:30 -10:30

Introduction of the Keynote Speaker

Prof. Wang Gungwu, Chairman, the East Asian Institute, National University of Singapore

Cultural Diffusion and Inter-Ocean Exchange: Past and Present (Chaired by Amarjiva Lochan, President, SSEASR)

Full Schedule Download in here

Sejarah Pendirian Pura Agung Santi Bhuwana

Sejarah Pendirian Pura Agung Santi Bhuwana

Laporan I Made Agus Wardana S.s.n Alumni ISI Denpasar Program Studi Seni Karawitan, dan sebagai Komunitas Nyame Bali di Belgia

Kori Agung

Kori Agung

Berawal dari sebuah kecintaan warga Belgia, Eric Domb kepada Bali. Pada bulan juli 1978 Eric Domb bersama orang tuannya mengunjungi pulau Bali yang tersohor itu. Keindahan alam Bali saat itu tidak mungkin diragukan lagi,  sawah yang asri, pantai yang bersih dengan  tradisi budaya yang masih asli memikat hati Eric Domb.  Semenjak itu, kecintaan kepada Bali semakin mengebu-gebu. Berulang kali melakukan perjalanan wisata dan mempelajari budaya Bali serta menjelajahi daerah lainnya di tanah air.  Sedemikian dekatnya dengan Bali sehingga tercetuslah gagasan luar biasa yaitu membangun pura seukuran aslinya. Pada tahun 2006 dimulailah pembangunan pura dengan mendatangkan arsitek muda Bali I Ketut Padang Subadra. Ketut Padang dibantu oleh para pemahat dan pengukir dari Bali yang berjumlah 8 orang. Selama 2 tahun lebih bekerja siang dan malam  dalam suasana berkabut dan bersalju. Berkat semangat ngayah yang dimiliki oleh para seniman Bali ini akhirnnya Pura itupun terwujud.  Untuk menjaga keaslian pura dan bangunan lainnya di area taman Indonesia, batu paras hitam dan batu lereng gunung merapi sengaja diimpor dari Bali dan Jawa Tengah sampai 320 kontainer.

Parc Paradisio

Pura Agung

Pura Agung

Parc Paradisio, dibangun pada tahun 1993 di kota Brugelette, 80 km dari kota Brussel. (50 menit dengan kendaraan roda empat dari Brussel).   Ditengah-tengah parc paradisio terdapat sebuah kastil tua dengan menara setinggi 30 meter. Lokasi brugelette  yang terletak di pinggiran kota dikelilingi oleh hamparan tanaman gandum dan jagung. Pada awal pendiriannya merupakan sebuah taman wisata burung, namun dalam perkembangan parc paradisio menjadi taman konservasi flora dan fauna dengan koleksi 3500 species binatang dan 1500-an species tanaman dan tumbuhan. Tidak mengherankan jenis tanaman Indonesia seperti pohon pisangpun dapat tumbuh di area parc paradisio.

Parc paradisio dibuka untuk umum dari bulan april sampai november. Dengan harga tiket dewasa 18.50 euro (260 ribu rupiah), anak-anak 13.50 Euro (195.000 rupiah) pengunjung dapat menikmati parc paradisio dari pukul 10.00 hingga 17.00. Pada tahun lalu jumlah pengunjung mencapai 800.000 orang mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnnya atraksi ataupun koleksi jenis binatang seperti jerapah, gajah dan lain-lain.

Loading...