Oleh: Ketut Sumerjana (dosen PS. Seni Karawitan)
Pengalaman musikal manusia beraneka ragam dan sejauh ini tidak ada yang memiliki pengalaman yang persis sama (Hugh M. Miller. 1958 : 1). Yang jelas adalah berwarna manusia tidak dapat menghindar dari pengalaman musikal, dengan demikian bisa dikatakan bahwa mungkin musik merupakan sumberdaya berharga dari sekian banyak pengalaman manusia. Jika seseorang menyadari arti penting yang potensial dari musik dalam kehidupannya, biasanya seseorang tersebut akan berhasrat untuk menjadikan pengalaman musikal tersebut lebih berharga lagi.
Dengan adanya bermacam-macam jenis musik, maka pengalaman musikal yang diterima umat manusiapun beraneka ragam pula. Tingkat pengalaman musikal seseorang inilah yang akan menentukan seberapa jauh tingkat apresiasi seseorang terhadap musik. Hal lain yang menentukan tingkat apresiasi musik seseorang juga ditentukan dengan usaha secara sadar dalam latihan mendengarkan musik secara penuh pengertian. Sebab yang perlu diingat adalah bahwa kegiatan apresiasi musik bernilai tinggi tidaklah mudah untuk mengapainya.
Istilah apresiasi berasal dari trimologi Ingris, yakni appreciate yang berarti menghargai (John M. Echols dan Hassan Shadily, 1989 : 35). Jadi apresiasi musik dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memahami musik dengan jalan menghargainya. Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap hasil penciptaan karya seni merupakan suatu bukti nyata fisikal (physical evidence), terbentuk dari suatu proses pemikiran serta usaha seniman dalam berolah seni. Dalam apresiasi mau tidak mau berkaitan dengan pengkajian seni itu sendiri sebagai suatu substansi fenomena fisik yang primair (primary document).
Pemunculan sebuah komposisi sebagai suatu substansi fisik yang kasat mata dengan spesifikasi tersendiri, memberikan keluasan pengkajian yang disesuaikan dengan disiplin penikmat yang ada, dan disejajarkan dengan kaidah dari jenis karya seni. Selanjutnya kesetaraan penikmat seni dengan bunyi yang dikaji, dapat memberikan peluang adanya suatu premis terhadap keterkaitan antara komposisi seni musik dengan penikmatnya. Kondisi seperti ini dapat ditelaah lebih dalam lagi dengan berbagai segi dan cara pandang tertentu yang di antaranya adalah : estetik, artistik, form, irama dan lain sebagainya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah apresiasi mempunyai arti : kesadaran terhadap nilai-nilai seni dan budaya dan penilaian/penghargaan terhadap sesuatu (Anton Moelino, 1989 : 41). Dengan berlandaskan pada keterangan tersebut dapatlah kiranya ditarik suatu benang merah antara istilah apresiasi dan apresiasi musik. Karena dalam apresiasi diperlukan adanya kesadaran terhadap nilai-nilai seni, sudah sewajarnya bila didalam apresiasi musik juga diperlukan adanya kesetaraan nilai-nilai seni dalam disiplin seni musik. Penginderaan tentang kesadaran nilai-nilai seni musik dapat dengan menggunakan pendekatan musikologi untuk mengetahui bobot kesadaran yang dimilikinya.
Musikologi merupakan terjemahan dalam Bahasa Ingris musicology, istilah ini berangkat dari terminologi Prancis yakni musicology, hal ini sejalan dengan istilah Jerman abad 19 musikwissenschaft. Istilah ini dianggap paling tepat untuk menggambarkan suatu disiplin yang membahas tentang pengetahuan serta penelitian dari semua aspek tentang musik. Awal dari rentangan musikologi sangat luas, yakni dari sejarah musik barat hingga taksonomi musik primitif, dari akusti ke estetika, dari harmoni dan kontrapung hingga pedagogi piano. Elaborasi tentang katagori musikologi sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan banyak bermunculan, dimulai dari formula Hugos Riesman dan Guido Adler pada abad 19, sampai pada Charles Seeger, seorang plopor Ethnomusikologi Amerika moderen yang berasil menerbitkan formulasi tentang klasifikasi musik secara komprehensif.