Kembar Mayang

 

Kiriman : Tri Haryanto (Dosen FSP ISI Denpasar)

Abstrak

Kembar mayang adalah sepasang hiasan dekoratif simbolik setinggi setengah sampai satu badan manusia yang dilibatkan dalam upacara perkawinan adat Jawa, khususnya sejak sub-upacara midodareni sampai panggih. Kembar mayang biasanya dibawa oleh pria dan mendampingi sepasang cengkir gading yang dibawa oleh sepasang gadis. Rangkaian Kembar Mayang dibuat sesuai dengan kemampuan pembuatnya, baik model, ukuran, dan fariasi isiannya, meskipun sebenarnya dari masing-masing rangkaian janur dan isian tersebut masing-masing memiliki simbolisasi. Aturan yang perlu dicermati oleh pembuat Kembar Mayang adalah meliputi 1) harus menggunakan bahan yang sudah dipilih dan paling baik, 2) harus dibuat pada waktu yang longgar dan tidak boleh dikerjakan dengan pekerjaan lain (fokus dalam pembuatan), 3) dalam membuat harus selesai dalam satu waktu, tidak boleh ditunda-tunda apalagi dilanjutkan di lain hari, 4) harus dibuat di ruang yang bersih dan terhormat, 5) dari mulai mengerjakan sampai selesai harus disertai pembacaan doa. Prosesi kegiatan upacara kecil setelah selesai pengerjaan kembar mayang harus dilakukan panebusan atau yang sering disebut dengan panebusing kembar mayang. Waktu pelaksanaan pada malam hari menjelang hari resepsi atau yang sering disebut dengan midodareni, yaitu kegiatan pembuatan kembar mayang sampai panebusing kembar mayang yang kadang-kadang diteruskan dengan kegiatan macapat yang isinya doa-doa. Harapan dari kegiatan ini, untuk memohon ke hadapan Tuhan agar pelaksanaan upacara pernikahan keesokan harinya berjalan lancar sesuai harapan, tanpa ada aral yang melintang.

Kata Kunci: kembar mayang, midodareni, panebusan

Selengkapnya dapat unduh disini

Pemaknaan Karikatur Karya Wahyu Kokkang, Mengkritisi Kehidupan Sosial Masa Kini

 

Kiriman : I Wayan Nuriarta (Program Studi Desain Komunikasi Visual

Fakultas Seni Rupa dan Desain-Institut Seni Indonesia Denpasar)

 

Abstrak

Karikatur karya Wahyu Kokkang pada Koran Jawa Pos 22 April 2017 adalah sebuah kartun opini yang menggambarkan Kartini masa kini. Kartun tersebut sebagai sebuah karya yang merepresentasikan kehidupan sosial masyarakat. Sebuah potret seorang Kartini (perempuan) masa kini yang sibuk dengan dirinya sendiri.  Menggunakan smartphone—bermain media sosial, sampai tidak memperhatikan anaknya, karena lebih mementingkan dunia maya. Sebagai ktirik melalui media kartun, Wahyu bermaksud mengkritisi masyarakat luas (perempuan dan laki-laki) yang terlalu sibuk dengan urusan sendiri dan terlalu larut dengan kemajuan teknologi/sosial media. Akhirnya, mereka sampai melupakan banyak hal, seperti melupakan teman di dekatnya, lupa sebagai seorang ibu, maupun sebagai seorang bapak yang memiliki kewajiban menjaga anak. Kritik ini tentu bertujuan untuk mengingatkan masyarakat luas agar nilai-nilai Kartini tentang kemandirian, dan kepedulian terhadap lingkungan, serta bangsa, bisa terus dijaga. Semangat untuk selalu memajukan bangsa seharusnya terus dirawat di tengah-tengah berbagai tantangan yang dialami Indonesia sampai saat ini.

Kata kunci: Kartun, Kartini-masa kini, Media sosial, Kritik.

 Selengkapnya dapat unduh disini

 

 

 

 

Thailand Delegation Visits ISI Denpasar

Thailand Delegation Visits ISI Denpasar

Sumber : http://bali.antaranews.com/berita/105602/thailand-delegation-visits-isi-denpasar

Denpasar (Antara Bali) – Officials from three provinces of Thailand visited Indonesia’s Institute of Arts (ISI) Denpasar to strengthen relations between the two countries.

“We are pleasure to welcome Thailand officials and it is our time to introduce more about our campus and sharing best experiences each other,” The Rector of ISI Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha stated here on Friday.

Those three officials were the Governor of Nakhon Si Thammarat Province Chamroen Tipayapongtada, Vice Governor of Surat Thani Province Vijyut Tjinto and Vice Governor of Chumphon Province Jaraschai Chokreunsakul along with their entourage.

On his remarks, Prof Arya said ISI Denpasar is one out of nine colleges of art in Indonesia who conducted academic and vocational program of art and design and managed two faculties including bachelor degree and post-graduate.

He said the number of active students in academic year of 2017 registered more than 2.165 students from both local and various cities across Indonesia. International students, he added, has been acknowledged as one of its primary concern.

“Each year international students from many countries are consistently participating art at our campus and we now administer international student for undergraduate and graduate levels, pursuing degrees of either bachelor or master,” he said.

“We also have 217 lecturers who hold master and PhD, graduated from both Indonesian and international universities,” he added.

Prof Arya explained international students also interested to seek “Dharmasiswa”, a non degree scholarship program given by the Indonesian Government to foreign students for one year of course.

To improve human resources, research and academic issues, Prof Arya stated that ISI Denpasar will expand cooperation and partnership with stakeholders including campus in Indonesia and foreign universities.

In line to that of, they explored possibilities to initiate and establish network with other universities in the world, including from Thailand.

On May this year, ISI Denpasar will be the host for a workshop held by Southeast Asian Ministers of Education Organization Center for Archipelago and Fine Art or SEAMO CFAFA in which Prof Arya is one of the Governing Board Member Representative of Indonesia.

“We have cooperation with several universities, indigenous people, local government, consulate general and embassies,” he said.

Loading...