Kiriman: Drs. I Wayan Mudra, MSn., Dosen PS Kriya Seni ISI Denpasar
Tedung sebagai salah satu jenis perangkat upacara ritual keagamaan khususnya di Bali, memiliki beberapa bentuk, ukuran, warna, fungsi dan istilah yang beragam. Bentuk atau form dalam dunia seni rupa harus dilihat secara keseluruhan atau sebagai satu kesatuan yang utuh. Kesatuan bentuk tersebut dapat terbentuk lewat teknik pengerjaan, material yang digunakan, proporsi ukuran maupun komposisi yang tersusun. Sesuai data lapangan dan dokumen yang ada, bentuk, tinggi dan lebar ukuran tedung yang ada maupun dibuat para perajin/undagi dibeberapa pura tempat/daerah yang masih bervariasi, baik tedung agung maupun tedung robrob. Untuk dipahami, pengertian atau penyebutan istilah tedung agung dan robrob dibedakan atas lenter/ider-ider yang dikenakan pada sisi penggir tukub/atap tedung dengan posisi berjuntai. Kalau Tedung robrob, pada sisi pinggirnya diisi atau dihiasi dengan anyaman atau sulaman dari benang. Sulaman atau rajutan yang menghiasi pinggiran tedung robrob menggunakan benang wol yang berwarna, seperti hitam, putih, kuning merah maupun hijau. Sedangkan tedung agung, pada hiasan tepi pinggir dijuntai dengan kain warna atau prada yang lazim disebut dengan ider-ider. Kain yang berjuntai tersebut terdiri dari dua lapis/warna dengan ukuran kain atas/depan lebih pendek dari pada yang dibagian bawah/tengahnya.
Secara visual, posisi lingkaran pinggiran yang dibentuk oleh ruas iga-iga dari lima bentuk tedung ini, mempunyai lengkungan bentuk yang berbeda. Jenis tedung robrob yang ada di pura Besakih, memiliki bentuk melingkar yang datar, di pura pasekan payangan yang merupakan buatan perajin dari bangli mempunyai lingkaran bentuk yang “ngampid lawah” (sayap kelelawar) tidak terlalu melengkung atau datar, dan yang terdapat di Kusuma Yasa (perajin), mempunyai lingkaran bentuk ngojong atau menyerupai kerucut. Dalam arsitektur Bali disebut atap jongjong. Bebeda dengan lingkaran bentuk tedung yang berangka tahun 1910 dan 1947 foto koleksi Tropenmuseum Royal Tropical Institute mempunyai bentuk datar atau nayah. Dilihat dari proporsi antara lebar lingkaran dan tingginya tiang tedung, khususnya gambar/foto tedung yang berangka tahun 1910 dan 1947 nampak mempunyai ukuran lebih tinggi kalau dibandingkan dengan ukuran tinggi tiang tedung yang ada sekarang.
Disadari pula, untuk mendapatkan validitas data terkait dengan jenis, bentuk ukuran tedung, kober, dan umbul-umbul yang tepat dan ideal, terlebih untuk yang kategori sakral, tidaklah pekerjaan mudah yang harus diupayakan untuk ditemukan. Data berupa dokumentasi foto-foto yang ada relevansinya dengan obyek penelitian belum atau tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang ketinggian, kelebaran, dan bentuk yang bisa diukur. Namun demikian, komporasi sampel dengan populasi berbeda menjadi sulusi untuk mendapatkan data yang dibutuhkan. Tindakan identivikasi secaran langsung dengan melakukan pengukuran dan menghitung ketinggian dan lebar jenis-jenis tedung (tedung agung dan robrob) karya para perajin yang telah ditetapkan. Langkah ini dapat memberi gambaran terhadap ukuran, dan bentuk tedung yang digunakan sebagai sarana ritual keagamaan ataupun sebagai dekorasi.
Penelitian tahap awal atau tahun pertama dari dua tahun yang kami rencanakan ini belum dilakukan penelusuran dan mengungkap data secara tuntas. Kendala utama yang ada ketika untuk mendapatkan tentang ukuran tinggi dan lebarnya tedung, umbul-umbul, kober maupun jenis Pengawin/uparengga yang tersimpan maupun yang digunakan di beberapa pura. Secara ritual, tedung, umbul-umbul, dan kober yang ada di pura telah disakralkan dan secara etika pula peneliti merasa enggan untuk melakukan pengukuran, walaupun hal tersebut sangat mungkin dilakukan atau diijinkan sesuai dengan tatacara yang berlaku. Untuk mendapatkan validasi data dalam kondisi seperti ini, peneliti mengambil nisiatif memohon informasi dari prejuru atau pemuka adat tentang asal-usul dimana tedung, umbul-umbul, kober maupun jenis Pengawin/uparengga lainnya dibuat/didapatkan. Informasi ini adalah petunjuk yang sangat efektif untuk menemukan tempat pembuat/perajin tedung, umbul-umbul, kober dengan jenis, bentuk, maupun ukuran yang sama dengan yang ada di pura. Lewat penelusuran ke sumber obyek yang relevan, validasi data dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan.
Tedung Sebagai Sarana Upacara Agama Hindu Di Bali, selengkapnya