Photo: ISI Denpasar students painting murals alongside speakers of the Mural Art Workshop “Charma Wara” on the east wall of Citta Kelangen Building, ISI Denpasar, Monday, March 25, 2024.
As part of the Bali Citta Samasta (Alumni Art Festival), the Indonesian Institute of the Arts (ISI) Denpasar held Charma Wara (Mural Art Workshop) on the east wall of the Citta Kelangen Building, ISI Denpasar, from March 20 to 27, 2024.
ISI Denpasar brought in nine alumni as speakers for this Mural Art Workshop. They are I Putu Gede Wahyu Paramartha, S.Sn., M.Sn., Perwira Kesuma, S.Sn., I Komang Merta Sedana, S.Sn., I Wayan Mardiana, Lorenz Angelia Rieza Pangestuty, S.Ds., I Made Arde Wiyasa, S.Sn., I Wayan Dwima Adinata, S.Ds., Fiqih Widhiyanto, A.A. Gede Wira Merta, S.Sn.
The Coordinator of the Visual Communication Design Study Program and PIC of Charma Wara, Agus Ngurah Arya Putraka, S.Sn., M.Si, stated that this communal art workshop was attended by active ISI Denpasar students from various study programs, including Fine Arts, Interior Design, and Visual Communication Design. The participants actively engaged in the process of painting murals on a 15 x 10 meter wall.
Putraka explained that this mural art workshop provided an opportunity for active ISI Denpasar students to learn directly from experts in the field of mural art. The workshop is expected to inspire and develop their artistic potential, as well as provide practical experience in creating mural artworks. “It is hoped that the students can broaden their understanding of communal art and the importance of collaboration in creating artworks that enrich the surrounding environment. Thus, this mural workshop serves not only as a learning platform but also as a means to strengthen the art community within ISI Denpasar and promote the growth of mural art in Bali as a whole,” he said.
One of the Charma Wara speakers, I Komang Merta Sedana, S.Sn., affectionately known as Manggen, said that the speakers first designed the mural as a team, tailored to the size of the wall. The image of a girl reading became the main focus of the mural. According to Manggen, the depiction of a girl reading a book in the mural carries rich symbolism. The activity of reading a book not only represents access to knowledge and education but also demonstrates the power of imagination, inspiration, and personal growth. “Moreover, the image can symbolize the empowerment of women and the importance of reflection and tranquility in everyday life. Thus, this image invites viewers to contemplate the various meanings contained within it, arousing curiosity and reflection on the values conveyed by the mural art,” said this Fine Arts program alumni. (ISIDps/Humas-RT)
Gianyar (ANTARA) – Institut Seni Indonesia Denpasar menyosialisasikan hasil penelitian, penciptaan, dan pengabdian kepada masyarakat lewat ajang Festival of Indonesianity in the Art/FIA yang diadakan di Bentara Budaya Bali, Kabupaten Gianyar pada 24-28 September 2019.
“Kegiatan ini penting untuk dilakukan secara rutin karena karya penelitian, penciptaan dan karya pengabdian pada masyarakat itu harus diterjemahkan atau diseminasikan pada masyarakat agar diketahui target-target apa yang sudah dicapai ISI Denpasar,” kata Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerja Sama ISI Denpasar I Ketut Garwa MSn, saat membuka FIA#2, di Gianyar, Selasa malam.
Pihaknya mengapresiasi penyelenggaraan FIA yang digelar untuk kedua kalinya yang bertajuk “Pengembangan Kreativitas Seni dalam Memaknai Peradaban Air Menuju Era Disrupsi” tersebut. Apalagi kegiatan tersebut juga dirangkaikan dengan penyelenggaraan sarasehan.
“Melihat perkembangan era saat ini yang sangat kompetitif, tantangannya sangat tinggi, kita (akademisi-red) tentu harus melakukan langkah-langkah yang betul-betul untuk menyikapi perkembangan saat ini,” ucapnya.
Oleh karena itu, para akademisi harus siap “bermigrasi” dari tantangan dunia nyata ke dunia maya akibat digitalisasi karena akan membawa konsekuensi yang luar biasa.
“Mau tidak mau, suka tidak suka, perguruan tinggi harus mengikuti perkembangan itu. Era disrupsi ini telah membawa tantangan sekaligus peluang untuk para dosen ISI melakukan langkah positif terkait perkembangan seni,” ujarnya.
Bahkan saat berkunjung ke Tiongkok belum lama ini, Garwa mengatakan di Negeri Tirai Bambu itu ada satu kegiatan yang mengundang semua profesor, pencipta dan pakar-pakar seni untuk duduk bersama melakukan pemetaan-pemetaan terkait perkembangan saat ini yang sudah luar biasa.
Sementara itu, Ketua Pelaksana Diseminasi, Dr I Nyoman Larry Julianto SSn, MDs mengatakan kegiatan tersebut ditujukan untuk memfasilitasi hasil penelitian dari dosen-dosen ISI Denpasar, sehingga dapat diapresiasi, kemudian dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
“Hasil penelitian bukan saja sesuatu yang untuk diketahui lingkungan ISI Denpasar, namun hendaknya dapat diketahui masyarakat luas, sehingga hasil penelitian bisa dimanfaatkan, dielaborasi, dan diterapkan di lingkungan masyarakat, baik di Bali maupun Indonesia,” ujarnya.
Dalam diseminasi tersebut diperkenalkan sebanyak 14 hasil penelitian dan penciptaan seni, 14 penelitian yang dibiayai Kemenristekdikti dan tiga judul dari pengabdian masyarakat yang juga dibiayai Kemenristekdikti.
“Terkait tema yang diangkat dalam FIA kali ini dilatarbelakangi filosofi air yang memiliki kekekalan abadi, direlasikan dengan nilai seni tradisi, kemudian berkembang dan dipadukan dengan teknologi, sehingga tema ini sangat relevan dalam menghadapi era disrupsi,” ucap Larry.
Rangkaian diseminasi diawali sarasehan, dengan mengundang Prof Ignatius Bambang Sugiharto dari Universitas Katolik Parahyangan-Bandung, Dr Djuli Djatiprambudi dari Universitas Negeri Surabaya, dan perwakilan media lokal di Bali. “Harapan kami kegiatan ini bisa berjalan secara kontinyu,” ujarnya.
Ketua Lembaga Penelitian Pengabdian kepada Masyarakat dan Pengembangan Pendidikan (LP2MPP) Dr Ni Made Arshiniwati SST, MSi mengatakan melalui diseminasi ini ISI Denpasar ingin memperlihatkan ke-Indonesiaan lewat seni yang dikaitkan dengan filosofi air.
“Air itu ‘kan lembut, menyejukkan, bisa diarahkan kemana-mana. Namun, kadang bisa keras juga. Begitulah seni persis seperti air,” ujarnya.
Para dosen ISI Denpasar sebelum menciptakan karya selalu diawali dengan kajian supaya apa yang diciptakan itu bermanfaat bagi publik.