JAKARTA — Upaya Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) untuk melahirkan dosen S3 terhambat. Pemicunya bukan persoalan uang. Tapi, minat dan kemampuan dari calon dosen S3 tersebut yang kurang. Meskipun begitu, tahun ini mereka tetap menggenjot kenaikan jumlah dosen S3. Dana sampai Rp 3 triliun siap digelontorkan.
Percepatan peningkatan jumlah dosen berkualifikasi akademik S3 atau doktor masuk dalam fokus program Kemendiknas 2011. Pada 2010 yang baru lewat, Kemendiknas mencatat di Indonesia ada 270 ribu dosen. Namun, hanya ada 23 ribu dosen yang bertitel doktor. Jika diprosentase, jumlah tersebut tidak sampai sepuluh persen. Dikti mencatat, pada 2010 lalu pertambahan dosen berkualifikasi doktor hanya sekitar 3.500 sampai 4 ribu doktor. Rata-rata, dosen doktor itu berusia maksimal 50 tahun.
Padahal, Kemendiknas menarget pada 2015 dosen yang berkualifikasi S3 harus mencapai 20 persen. Atau sekitar 54 ribu dosen harus berkualifikasi doktor. “Jika ngomong ideal, ya harusnya 100 persen dosen harus doktor,” terang Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendiknas Djoko Santoso kemarin (2/1).
Untuk mencetak dosen bertitel doktor sesuai target tersebut, Kemendiknas siap menggelontorkan anggaran super jumbo. Djoko memperkirakan, setiap tahun pihaknya menyiapkan anggaran Rp 2 triliun sampai Rp 3 triliun. Dengan anggaran tersebut, Djoko mengatakan cukup untuk mencetak lima ribu sampai tujuh ribu dosen berkualifikasi doktor setiap tahun.
Mantan rektor ITB itu menjelaskan, hambatan yang dialami Ditjen Dikti untuk menelorkan dosen doktor baru adalah kemampuan dan minat dari dosen itu sendiri. Bukan persoalan ketersediaan pendanaan. “Buktinya, selama ini anggaran yang disiapkan (untuk program S3) selalu tersisa,” ujar Djoko.
Pejabat 57 tahun itu menjelaskan, kecenderungan tersebut semakin menempatkan posisi dosen sebagai ahli berwacana. Padahal, lanjut Djoko, dosen tidak hanya pandai berwacanan. Tetapi juga bisa menciptakaan pengetahuan-pengetahuan baru. Sehingga, bisa mendongkrak kualitas pendidikan tanah air. “Intinya kalau mau pintar, dosennya harus pintar dulu,” kata dia.
Djoko menerangkan, sebagian besar anggaran yang dialokasikan untuk mencetak dosen berkualifikasi doktor diberikan setelah dosen calon doktor itu ditermia di perguruan tinggi. Baik itu di dalam maupun di luar negeri. Yang pasti, Djoko menegaskan kualitas kampus tersebut harus jempolan. Tidak boleh kampus ecek-ecek yang mudah mengeluarkan ijazah S3.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Heri Akhmadi menjelaskan, perogram menggenjot dosen berkualifikasi akademik S3 itu memang cukup penting. “Itu juga bisa mendungkun peningkatan kualitas pendidikan,” kata dia. Namun, Heri mengatakan Kemendiknas juga harus fokus mendongkrak dosen-dosen yang masih berkualifikasi akademik S2.
Heri tidak bisa menutup mata jika untuk kota-kota besar dan kampus-kampus unggulan, kuantitas dosen S3 sudah melimpah. Tetapi di kampus-kampus daerah yang masuk kategori kelas dua, politisi PDIP itu mengatakan masih kekurangan dosen S2. Padahal, pada 2014 dosen wajib S2. Ketentuan itu merupakan amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang selesai masa transisinya pada 2014 nanti. “Kami berharap tidak hanya fokus meningkatkan jumlah doktor. Untuk dosen S2 juga penting,” pungkas dia. (wan)
Sumber: http://www.jpnn.com/read/2011/01/03/80941/Genjot-Jumlah-Dosen-S3,-Siapkan-Rp-3-Triliun-