KOMPAS.com — Internasionalisasi pendidikan tinggi di negara-negara berkembang melalui konsep student mobility memerlukan balancing yang kuat. Negara-negara berkembang harus didukung kuat oleh pihak negara-negara maju.
Demikian dikatakan oleh panelis dari Kementerian Pendidikan China Xie Weihen dalam Konferensi Pendidikan Internasional “Going Global 4″ di London, Inggris, Kamis (25/3/2010). ”Selain pada masalah cross culture, keseimbangan itu juga mutlak diberikan dalam bentuk dukungan dana,” kata Xie.
Menanggapi hal tersebut, Rektor Bina Nusantara Prof Harjanto Prabowo mengatakan bahwa pendapat Xie sangat mewakili suara dari negara-negara berkembang, yang selama ini cenderung belum sepenuhnya siap menghadapi arus globalisasi pendidikan tinggi, seperti halnya Indonesia.
“Kalau pelajar kita yang ke sana harus didukung kuat, apalagi kalau untuk program undergraduate, bebannya lebih berat. Memang, hal ini hampir terjadi dan dirasakan di semua negara berkembang, makanya lebih menguntungkan jika di jenjang post graduate atau penelitian. Ini lebih menguntungkan meskipun negara kita masih sedikit mengirim pelajarnya,” ujar Harjanto.
Konferensi yang dihadiri oleh 1.200 peserta dari berbagai negara Eropa, Asia, dan Amerika ini akan digelar sampai Jumat (26/3/2010). Adapun peserta dari Indonesia diwakili oleh 5 rektor perguruan tinggi negeri dan swasta, yaitu Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Bina Nusantara (Binus), dan Universitas Pelita Harapan (UPH).
David Lammy MP, Menteri Negara Pendidikan Tinggi dan Kekayaan Intelektual dari Department of Business, Innovation, and Skills Inggris dalam pidato pembukaannya mengatakan, jika pemahamanan mengenai persoalan global perubahan iklim (climate change) bisa didiskusikan dengan baik di Kopenhagen, semestinya pendidikan tinggi pun bisa diperlakukan demikian.
“Kemungkinan terjadinya jaringan global yang menjurus pada internasionalisasi pendidikan harus menjadi kenyataan karena sampai saat ini sudah semakin banyak institusi pendidikan di Inggris dan negara Eropa lainnya, juga AS, yang telah bersiap melakukan kerja sama-kerja sama riset internasional dengan negara-negara lain di dunia,” ujar David.
Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/03/25/20192038/Selain.Cross.Culture..Dana.juga.Masalah….