Pemaknaan Karikatur Karya Wahyu Kokkang, Mengkritisi Kehidupan Sosial Masa Kini

 

Kiriman : I Wayan Nuriarta (Program Studi Desain Komunikasi Visual

Fakultas Seni Rupa dan Desain-Institut Seni Indonesia Denpasar)

 

Abstrak

Karikatur karya Wahyu Kokkang pada Koran Jawa Pos 22 April 2017 adalah sebuah kartun opini yang menggambarkan Kartini masa kini. Kartun tersebut sebagai sebuah karya yang merepresentasikan kehidupan sosial masyarakat. Sebuah potret seorang Kartini (perempuan) masa kini yang sibuk dengan dirinya sendiri.  Menggunakan smartphone—bermain media sosial, sampai tidak memperhatikan anaknya, karena lebih mementingkan dunia maya. Sebagai ktirik melalui media kartun, Wahyu bermaksud mengkritisi masyarakat luas (perempuan dan laki-laki) yang terlalu sibuk dengan urusan sendiri dan terlalu larut dengan kemajuan teknologi/sosial media. Akhirnya, mereka sampai melupakan banyak hal, seperti melupakan teman di dekatnya, lupa sebagai seorang ibu, maupun sebagai seorang bapak yang memiliki kewajiban menjaga anak. Kritik ini tentu bertujuan untuk mengingatkan masyarakat luas agar nilai-nilai Kartini tentang kemandirian, dan kepedulian terhadap lingkungan, serta bangsa, bisa terus dijaga. Semangat untuk selalu memajukan bangsa seharusnya terus dirawat di tengah-tengah berbagai tantangan yang dialami Indonesia sampai saat ini.

Kata kunci: Kartun, Kartini-masa kini, Media sosial, Kritik.

 Selengkapnya dapat unduh disini

 

 

 

 

Thailand Delegation Visits ISI Denpasar

Thailand Delegation Visits ISI Denpasar

Sumber : http://bali.antaranews.com/berita/105602/thailand-delegation-visits-isi-denpasar

Denpasar (Antara Bali) – Officials from three provinces of Thailand visited Indonesia’s Institute of Arts (ISI) Denpasar to strengthen relations between the two countries.

“We are pleasure to welcome Thailand officials and it is our time to introduce more about our campus and sharing best experiences each other,” The Rector of ISI Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha stated here on Friday.

Those three officials were the Governor of Nakhon Si Thammarat Province Chamroen Tipayapongtada, Vice Governor of Surat Thani Province Vijyut Tjinto and Vice Governor of Chumphon Province Jaraschai Chokreunsakul along with their entourage.

On his remarks, Prof Arya said ISI Denpasar is one out of nine colleges of art in Indonesia who conducted academic and vocational program of art and design and managed two faculties including bachelor degree and post-graduate.

He said the number of active students in academic year of 2017 registered more than 2.165 students from both local and various cities across Indonesia. International students, he added, has been acknowledged as one of its primary concern.

“Each year international students from many countries are consistently participating art at our campus and we now administer international student for undergraduate and graduate levels, pursuing degrees of either bachelor or master,” he said.

“We also have 217 lecturers who hold master and PhD, graduated from both Indonesian and international universities,” he added.

Prof Arya explained international students also interested to seek “Dharmasiswa”, a non degree scholarship program given by the Indonesian Government to foreign students for one year of course.

To improve human resources, research and academic issues, Prof Arya stated that ISI Denpasar will expand cooperation and partnership with stakeholders including campus in Indonesia and foreign universities.

In line to that of, they explored possibilities to initiate and establish network with other universities in the world, including from Thailand.

On May this year, ISI Denpasar will be the host for a workshop held by Southeast Asian Ministers of Education Organization Center for Archipelago and Fine Art or SEAMO CFAFA in which Prof Arya is one of the Governing Board Member Representative of Indonesia.

“We have cooperation with several universities, indigenous people, local government, consulate general and embassies,” he said.

Keindahan Arca Buddha Indonesia, Pengaruh Kebudayaan Hellenisme

Kiriman : I Gede Mugi Raharja (Dosen FSRD Institut Seni Indonesia Denpasar) 

Abstrak

Kebudayaan Indonesia (Nusantara) memang tidak ada hubungan secara langsung dengan kebudayaan Yunani  di masa lalu. Akan tetapi, secara tidak langsung pengaruh kebudayaan Yunani telah masuk melalui kesenian Agama Buddha yang datang dari India pada awal abad Masehi. Kesenian Buddha yang masuk ke Indonesia setelah melalui percampuran budaya India dengan Yunani disebut kebudayaan Hellas atau Hellenisme. Percampuran budaya itu terjadi pada masa berkembangnya kebudayaan Gandhara, yang berlanjut pada kebudayaan Mathura dan Gupta. Gaya arca-arca Buddha dari zaman Gupta inilah kemudian mempengaruhi seni arca di Indonesia. Pengaruh kebudayaan Hellas sangat besar pada kebudayaan India, karena telah merubah gaya seni pengarcaan India kuno, dari wujud simbolik ke naturalis. Seperti pengarcaan Buddha yang semula dengan simbol-simbol, berubah menjadi berwujud manusia memakai jubah pendeta seperti di Yunani, menghias rambut dan melukiskan roman muka seperti manusia biasa. Hal ini merupakan suatu revolusi seni dalam Agama Buddha.

Kata Kunci: Hellenisme, Gandhara, Gupta, Simbolik-Naturalis, Revolusi seni.

Selengkapnya dapat unduh disini

Loading...