Kiriman: Arik Wirawan, Mahasiswa PS Seni Karawitan ISI Denpasar
JUDUL BUKU : Inkulturasi Gamelan Jawa Studi Kasus Di Gereja Katolik Yogyakarta
PENULIS : Sukatmi Susantina
PENGANTAR : Prof.Dr. Timbul Haryono, M.Sc.
EDITOR : Purwadi
CETAKAN : I, 2001
PENERBIT : MedPrint Offset
TEBAL : XIV.,112 Halaman
Buku Inkulturasi Gamelan Jawa Studi Kasus Di Gereja Katolik Yogyakarta, karya Sukatmi Susantina menyajikan berbagai gambaran tentang proses inkulturasi di Gereja-gereja Katolik Yogyakarta yang mengadopsi Gamelan Jawa sebagai musik Gerejani. Inkulturasi dalam arti luas berarti sejenis penyesuaian dan adaptasi kepada masyarakat, kelompok umat, adat, kebiasaan, perilaku pada suatu tempat.
Pada kasus Inkulturasi ini adalah proses umat setempat menghayati Injil Yesus Kristus dalam situasi dan kebudayaan setempat, jadi mereka tidak merasa asing dari kebudayaannya sendiri. Sumbangan seperti ini tidak akan merusak hakikat Gamelan Jawa, malahan akan menempatpatkannya pada status dan fungsi keagamaan yang lebih tinggi. Inkulturasi yang terjadi di gereja Katolik kiranya dapat kita pelajari sebagai salah satu model perjalan kehidupan berbudaya dan membudaya, jika kita tidak ingin kehilangan budaya yang pernah kita miliki. Budaya kita yang dibangun oleh leluhur kita dengan melibatkan seluruh potensi kemampuan yang ada seharusnya tidak begitu saja kita singkirkan karena kita telah merasa mendapat budaya lain hasil pergaulan yang semakin luas ini. Inkulturasi bukanlah suatu tujuan, melainkan suatu proses, atau menempatkan dan mengadopsi budaya setempat dan dapat terekspresikan dalam bermacam-macam penghayatan agama. Sebagai suatu proses, inkulturasi tidak pernah mandeg, sejalan dengan kebudayaan selalu berkembang.
Buku yang memuat V BAB ini juga mengungkapkan langkah-langkah inkulturasi di Indonesia, khususnya di Jawa, inkulturasi gending didalam ibadat sudah dirintis tahun 1925 di sekolah pendidikian guru Muntilan oleh C. Hardjosoebroto, atas dorongan Br.Clementius ia memberanikan diri mengarang beberapa gending Gereja dalam bahasa Jawa dengan tangga nada pelog yang dinyanyikan tanpa iringan. Pada tahun 1956, usaha inkulturasi gamelan pertama kali diadakan dan didemontrasikan gending Gereja dengan iringan Gamelan, karangan Atmodarsono dan C. Hardjoesoebroto. Baru setelah Konsili Vatikan II tahun 1962 orkes gamelan dipakai secara utuh dalam mengiringi gending Gereja,
Dalam buku karya Ibu Sukatmi Susantina ini disimpulkan bahwa penggunaan Gamelan Jawa dalam ibadat keagamaan dapat mengungkapkan kepercayaan dan penghargaan umat terhadap Tuhan secara tepat. Buku ini patut dianjurkan untuk dibaca dan menjadi sumber referensi utama bagi para mahasiswa, dosen, seniman kontemporer atau tradisi, kaum terpelajar, pustakawan, wartawan, dan mereka yang yang tertarik kepada masalah-masalah seni dan budaya. Penyajian buku ini cukup sederhana, mudah diikuti, namun tetap bertumpu pada realita dan para pembaca diajak untuk menemukan nilai-nilai adi luhung dari budaya setempat, dipertemukan dengan nilai-nilai religious, untuk saling memperkokoh dan menguatkan.
Resensi Buku: Inkulturasi Gamelan Jawa Studi Kasus Di Gereja Katolik Yogyakarta, selengkapnya