Tabuh Kreasi Pepanggulan Gamelan Smarandhana “Lemayung”, Bagian II

Jan 25, 2011 | Artikel, Berita

Kiriman I Nyoman Kariasa, Dosen PS Seni Karawitan

4. Deskrepsi-Analisis

Sebagai komposisi karawitan Bali, Tabuh Kreasi Lemayung tetap menggunakan tiga konsep dasar yaitu konsep Tri Angga (kepala, badan, dan kaki) Kepala dalam hal ini karawitan Bali disamakan dengan kawitan dalam bentuk gineman. Tabuh kreasi Lemayung ini menggunakan model gineman dengan motif kalimat-kalimat lagu pendek yang dibawakan oleh masing-masing kelompok tungguhan yakni gangsa, reyong, kendang secara bergantian.  Disini pola tabuhan-nya sudah mulai keluar dari kebiasaan seperti terlihat pada pola kekendangan, pengrangrang trompong, dan gegenderan. Yang dimaksudkan dengan keluar dari kebiasaan adalah, jalinan pola kekendangan-nya memakai hitungan ganjil, menggantung dan putus pada  tengah-tengah hitungan. Pola kekendangan ini bagi pengendang yang mempunyai ketrampilan dan pengalaman terbatas akan terasa sangat sulit.  Pengrangrang trompong memakai dua model patet dan di tengah-tengah permainan diselingi oleh permainan gangsa dan reyong yang permainan reyong-nya diluar kebiasaan yakni memainkan reyong secara berundag-undang atau model stratapikasi dari nada tinggi ke rendah bergulung gulung seperti ombak di pantai. Pada segmen kedua permainan gineman trompong berganti patet bernuansa slendro dan memasukan instrumen violin yang alunan melodinya terkesan sangat sedih dan menyayat hati. Melodi ini juga dirangkai dengan memadukan pukulan nyogcag oleh tungguhan kantil yang menggambarkan kesedihan masyrakat “cilik”. Pada pola gegenderan memakai kotekan tungguhan gangsa dengan pembagian lima hitung pada satu pukulan kajar yang bisanya atau lazimnya dalam satu ketukan, kotekan-nya dibagi menjadi empat sub divisi.  Selain gangsa, reyong turut bermain dengan pola yang tidak lazim pula yaitu disamping memakai pola hitungan lima, reyong dibunyikan dengan memukul dan menutup secara bersamaan sehingga menghasilkan suara enek atau suara yang tidak los.

Selanjutnya dari bagian satu menuju kebagian dua dijembatani dengan sebuah kebyar pendek sebagai pertanda pergantian struktur dari kawitan ke  bagian pengawak. Bagian pengawak, tabuh ini bermain dalam pebedaan tempo dan hitungan pada tungguhan pembawa melodi dengan tungguhan garap yakni reyong dan gangsa. Dibentuk dengan kalimat lagu yang terdiri dari empat baris dalam satu gongan memakai patutan selisir. Setiap barisnya dilakukan penonjolan-penonjolan kolompok tungguhan secara bergantian. Perbedaan yang selaras ini mengasilkan harmoni  yang enak didengar dan dinamika yang dinamis  dengan penonjolan masing-masing kelompok tungguhan tadi. Permainan ini mengingatkan kita pada situasi pemilu yang masing –masing kelompak masyarakat saling berlomba mencari dukungan menonjolkan diri. Sehingga kelompok-kelompok masyarakat netral bingung dalam menentukan pilihan. Untuk mencari pengulangannya diselingi dengan satu kalimat lagu yang melodi dan ritmanya lebih lincah dan menggugah yang lazim disebut dengan pengelik. Bagian ini terjadi perpindahan patutan dari selisir ke patutan tembung. Pada tungguhan reyong dan gangsa dalam memainkan tabuhannya memanfaatkan nada-nada pemero untuk memperkaya ornamentasi dalam memainkan kotekan. Bagian kedua ini diulangi dua kali putaran dan langsung menuju ke bagian ke tiga.

Tabuh Kreasi Pepanggulan Gamelan Smarandhana “Lemayung”, Bagian II, selengkapnya

Berita Terkini

Kegiatan

Pengumuman

Artikel

KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si. Abstrak Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan...

Loading...