KOMERSIALISASI PADA SENI PERTUNJUKAN BALI

Kiriman : Dr. Kadek Suartaya, S.S.Kar., M.Si.

Abstrak

Dinamika zaman yang terkait dengan gelombang transformasi budaya memunculkan perkembangan, pergeseran dan perubahan terhadap sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali. Spesialisasi pada suatu bidang tertentu melahirkan profesionalisme, termasuk dalam bidang seni. Sikap profesional di kalangan pelaku seni di Bali, ketika berelasi dengan logika ekonomi uang menghadirkan komersialisasi. Orientasi kepada finansial di tengah masyarakat Bali berlangsung secara internal dan lebih spesifik pada seni pentas wisata. Komersialisasi di tengah komunalitas masyarakat Bali tampak pada seni pertunjukan katagori presentasi tontonan estetik dan komersialiasi di dunia pariwisata dikemas dari seni pertunjukan sakral hingga seni pertunjukan sekuler-profan.
Kata kunci: seni pertunjukan, komersialisasi, pariwisata

Baca Selenglapnya Klik Disini

Vibrasi Tari Rejang Sutri Batuan di Tengah Pandemi Covid-19

Kiriman : I Wayan Budiarsa, Prodi Pendidikan Seni Pertunjukan FSP ISI Denpasar, Email: [email protected]

Abstrak

Vibrasi Rejang Sutri Batuan menunjukkan getarannya yang sakral, walaupun dalam pandemi Covid-19. Hanya saja, dampak dari pandemi tersebut mengakibatkan sajian seni ritual Sutri yang awalnya diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat desa setempat, dibatasi dengan tetap menjaga protokol kesehatan agar tidak terpapar virus Covid-19. Dimulai pukul 19.00 Wita sampai selesai, Rejang Sutri yang digelar selama empat bulan kalender (awal bulan Oktober/November sampai bulan Maret tahun berikutnya), bertempat di wantilan/jaba sisi Pura Desa-Puseh Batuan, selama pandemi diikuti secara terbatas yakni dari pihak penabuh, penari, pangrombo, prajuru desa, dan Jero Mangku Desa. Sedangkan masyarakat yang tidak bertugas diimbau untuk tidak datang (nangkil) ke Pura Desa demi keselamatan, dan sekaligus mematuhi imbauan pemerintah agar setiap upacara keagamaan dapat meminimalisir kerumunan orang banyak. Dengan peserta yang terbatas tidak mengurangi makna sajian tari Rejang Sutri yang disakralkan oleh masyarakat Desa Batuan, dalam situasi apapun dipercaya masih mampu memberikan vibrasi positif dalam konteks sekala-niskala.
Kata Kunci: vibrasi, Rejang Sutri, covid-19, sekala-niskala.

Selengkapnya dapat diunduh disini

Gamelan Semara Dhana (SD) Di Banjar Padangtegal Kaja

Kiriman : I Wayan Diana Putra (Dosen Prodi Pendidikan Seni Pertunjukan FSP, ISI Denpasar)

Pulau Bali merupakan salah satu pulau di Nusantara yang memiliki beragam jenis kesenian yang bernilai estetika tinggi. Kesenian tersebut meliputi arsitektur, patung, lukisan, tari, wayang, dan salah satu yang populer adalah karawitan. Masyarakat Bali lebih mengenal seni karawitan sebagai ‘gamelan’ atau ‘gong’.  Kartawan mengatakan: “Di Bali sedikitnya terdapat tiga puluh enam jenis barungan gamelan yang masing-masing mempunyai karakteristik, repertoar, jenis instrumental, bentuk serta fungsi yang berbeda-beda” (2005:175). Dewasa ini mungkin jumlah tersebut telah bertambah dibuktikan dengan munculnya gamelan jenis baru seperti: Manikasanti dan Ciwa Nada oleh I Wayan Sinti, Gamelan Salukat oleh Dewa Alit, dan Gamelan Jes Fushion oleh I Nyoman Windha. Dari sekian banyaknya jenis barungan dengan berbagai karakternya masing-masing, barungan gamelan Smara Dhana (SD) adalah salah satu jenis barungan yang begitu familiar dengan aktivitas berkesenian yang penulis geluti.

Di dalam masyarakat Bali sendiri khususnya di kalangan seniman karawitan Bali, barungan gamelan SD sudah tidak asing lagi keberadaan dan eksistensinya, tetapi di kalangan seniman bahkan masyarakat pencinta seni lainnya seperti di Jawa, Sunda, Minang, Makasar, dan daerah lainnya di Nusantara mungkin belum begitu mengenal apa itu gamelan SD. Untuk mengenalkan keberadaan dan eksistensi dari gamelan Smara Dhana ini di Nusantara, maka diperlukan sosialisai dengan menggunakan piranti ‘analisa’ sebagai pisau bedah. Di sini peranan masyarakat pendukung (local genius) dari gamelan SD sendiri sangat penting, karena melaluinya informasi sedetail mungkin dapat digali dan didapatkan secara akurat, dan misi untuk mengenalkan gamelan jenis ini di

Nusantara bisa terwujud. Hal itu disebabkan, masyarakat pendukung dari gamelan SD itu sendiri dapat langsung berhadapan dengan objek yang dikaji melalui aktivitas berkesenian maupun kegiatan sosial religius di masyarakatnya.

Selengkapnya dapat unduh Disini

Manajemen Pementasan Reguler Sekeha Kecak Terena Jenggala Desa Padangtegal, Ubud, Bali

Kiriman : I Wayan Sudira (53), PNS & Kelihan Sekeha Kecak Terena Jenggala, Desa Padangtegal, Ubud. Jl. Hanoman, No. 2, Banjar Padangtegal Kaja, Ubud, Gianyar, Bali.

Manajemen berasal dari kata manage yang berarti mengatur. Jadi manajemen merupakan rangkaian jaringan pekerjaan dalam mewujudkan sebuah tujuan yang dilakukan oleh seseorang, kelompok kecil, atau kelompok besar. Dasar tindakan manajemen yang erat kaitannya dengan motif ekonomi yaitu bagaimana orang dapat memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya telah dikenal manusia sejak lama (Murgiyanto, 2004:7). Dalam sebuah menajemen diawasi oleh seorang pimpinan yang disebut manager. Definisi lain tentang manajemen menurut Winardi adalah sebuah proses yang khas yang terdiri dari aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan pengawasan, yang dilaksanakan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang ditetapkan dengan bantuan manusia dan sumber-sumber daya yang lain (Alfiro, 2014:4).

Manajemen  membantu  organisasi  seni pertunjukan  mencapai  tujuan  secara  efektif dan  efisien (Purnomo, 2019:118). Manajemen sebagai sebuah tata kelola kerja dalam organisasi juga diberlakukan pada bidang pertunjukan yang disebut manajemen pertunjukan. Manajemen pertunjukan adalah proses merencanakan serta melahirkan kebijakan, mengorganisasikan, mengelola, memimpin, dan mengendalikan sumber daya manusia, keuangan, fisik, teknologi dan informasi yang berhubungan dengan pertunjukan.  Dalam hal lain juga disebut dengan sebuah pola kerja tersruktur dan terarah untuk menghasilkan sebuah pertunjukan yang ideal dan berjalan lancar.

Selengkapnya dapat download disini

REKASADANA SENI WALI DAN BEBALI PADA UPACARA PANCA WALI KRAMA DI PURA PAYOGAN AGUNG DESA KETEWEL-GIANYAR

Kiriman : I Wayan Budiarsa, Program Studi Pendidikan Seni Pertunjukan, FSP ISI Denpasar, Email: [email protected]

Abstrak
Seni pertunjukan bagi kalangan masyarakat Hindu Bali sangat penting kedudukannya sebagai bagian dari upacara keagamaan. Di antara sekian banyaknya bentuk seni pertunjukan tersebut, Gambuh dan Topeng adalah bentuk dramatari yang terkait dengan jalannya upacara agama Hindu. Topeng sebagai seni wali, dan Gambuh sebagai seni bebali selalu disajikan di setiap upacara piodalan pada sebuah pura di Bali, lebih-lebih dalam konteks upacara besar seperti tawur agung, panca wali krama, padudusan agung, maupun ngenteg linggih. Topeng Sidhakarya (wali), salah satu tokoh yang tampil paling akhir pada pertunjukan topeng sebagai simbol suksesnya jalannya upacara, sedangkan Gambuh sebagai pengiring (bebali) upacara menambah lengkapnya ritual yang terlaksana. Pada pelaksanaan upacara Tawur Panca Wali Krama di Pura Payogan Agung Ketewel Gianyar telah tersaji kedua jenis seni pertunjukan tersebut yang dibawakan oleh sekaa Gambuh dan sekaa Topeng warga Banjar Pekandelan, Desa Batuan Gianyar. Penyajian Gambuh pada hari Jumat, tanggal 25 Maret 2022 membawakan cerita Perang Undur-undur, sedangkan tari Topeng pada hari Minggu, 10 April 2022 membawakan cerita I Kala Sunia.
Kata kunci: pengabdian mandiri, gambuh, topeng, Bali, PSP

Selengkapnya dapat download disini

Loading...