Foto: Pergelaran Candet Ding Padmaswari Kalpa dalam Pembukaan B-GAAD 2024 di Panggung Terbuka Nretya Mandala ISI Denpasar, Selasa (22/10).
Pembukaan B-GAAD pada Selasa (22/10) ditandai dengan pergelaran kolosal garapan baru berjudul Candet Ding Padmaswari Kalpa. Pertunjukan ini merupakan wujud transformasi terkini 100 Tahun Cak, berpadu stilistika klasik Pagambuhan, serta dipadukan korus-tembang vokal bertemu kedalaman magis musikal selonding, merdu seruling, dan gempita orkestra Barat. Padmaswari Kalpa merupakan simbol padmabhuwana aksara dengan Kagunan tradisi Bali-Jawa, termulia sebagai Saraswati; Mahaibu pengetahuan, penerang abadi pembentang sejarah dan peradaban. Candet Ding Padmaiswara Kalpa merupakan cipta seni pertunjukan kolosal, tutur waktu, sang penghayat, dan kronik pendakian kesucian susastra semesta raya.
Foto: Pergelaran Candet Ding Padmaswari Kalpa dalam Pembukaan B-GAAD 2024 di Panggung Terbuka Nretya Mandala ISI Denpasar, Selasa (22/10).
Panggung Terbuka Nretya Mandala sebagai ruang pergelaran didandani properti berbentuk logotype B-GAAD berukuran gigantik dengan instalasi tangga-tangga menjulang. Artistika tata cahaya digenapi tata kostum yang dikreasi anggun dan agung. Gerak Tari Bedhaya berpadu ragam peran pagambuhan, terorkestrasi korus vokal Candet Ding dengan gerak rampak magis. Pesona megah pertunjukan hadir utuh dalam repertoar tembang, merdu gamelan selonding, seruling gambuh, dan orkestra barat. Seluruh penonton terkesima, bahagia, dan haru.
Foto: Pergelaran Candet Ding Padmaswari Kalpa dalam Pembukaan B-GAAD 2024 di Panggung Terbuka Nretya Mandala ISI Denpasar, Selasa (22/10).
Kemegahan dan totalitas pergelaran teraih karena persiapan yang sungguh-sungguh. Sejak bulan Agustus lalu, sebanyak 200 penari, penabuh, komposer, dan musisi berlatih dikoordinir direktur artistik Gusti Putu Sudarta dan Sang Nyoman Gede Adhi Santika bersama koreografer Wayan Sutirtha, AA Ayu Mayun Artati, Tjok. Istri Putra Padmini, Sulistyani, Wayan Suartini. Sebagai komposer Ketut Garwa dan Wayan Sudirana, serta desainer kostum A.A.Ngr.Anom Mayun K.Tenaya.
ini termasuk ajang bagi generasi muda menunjukkan kreativitas
Kediri (ANTARA) – Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Bali menggelar roadshow sekaligus pergelaran tari kolosal Cendet Ding Pituning Pitu Indonesia Raya Sujud Ibu di Candi Tegowangi, Kecamatan Plemahan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.
Wakil Bupati Kediri Dewi Mariya Ulfa mengatakan Pemerintah Kabupaten Kediri mengapresiasi pergelaran yang dilakukan ISI Denpasar, Bali di Candi Tegowangi, Kabupaten Kediri ini.
“Pemkab Kediri selalu membuka luas kerja sama di sektor budaya dan pariwisata dengan pihak manapun, sebagai upaya memberdayakan seni budaya daerah,” kata Wabup di Kediri, Minggu.
Ia juga menambahkan, pergelaran yang digelar oleh ISI Denpasar, Bali ini sekaligus bisa menjadi ajang promosi pariwisata dan segala potensi daerah di Kabupaten Kediri.
Wabup juga menambahkan pergelaran seni ini tentunya juga turut menyumbang tambahnya wawasan serta penguasaan seni budaya utamanya terhadap kaum milenial.
“Ini termasuk ajang bagi generasi muda menunjukkan kreativitas. Selain itu, meningkatkan wawasan serta penguasaan seni budaya, pengetahuan kemampuan, kreativitas dan kerja keras dalam mengembangkan seni budaya dan mengelola talenta,” kata Mbak Dewi, sapaan akrabnya.
Rektor ISI Denpasar, Bali I Wayan Adnyana mengatakan “Cendet Ding Pituning Pitu Indonesia Raya Sujud Ibu” itu merupakan suatu kreasi baru.
“Jadi ini merupakan pengembangan dari tradisi. Kami menyebutnya kreasi baru,” katanya.
Dijelaskan “Cendet Ding Pituning Pitu Indonesia Raya Sujud Ibu” itu adalah cerita tentang kepahlawanan Garudeya (Garuda) yang tidak mengenal kematian untuk melakukan kepahlawanan dalam perjalanan menemukan Tirta Amerta, air suci yang nantinya digunakan untuk membebaskan sang ibu dari perbudakan.
Garudeya adalah sebuah mitos Hinduisme yang ada pada kalangan masyarakat Jawa Kuno tentang perjuangan kebebasan.
Cerita ini sangat popular di kalangan masyarakat Jawa saat itu sebagai cerita moral tentang pembebasan atau ruwatan Kesusastraan Jawa kuno berbentuk kakawin, mengisahkan tentang perjalanan Garuda dalam membebaskan ibunya dari penderitaan perbudakan dengan penebusan air suci amerta.
Pergelaran ini merupakan rangkaian kegiatan “Bali Nata Bhuwana” pertama di 2022. Pihaknya memilih Kota Surabaya untuk pameran, seminar, dan workshop budaya dan selanjutnya di Kediri untuk pentas.
Ia menjelaskan, tari kolosal itu melibatkan 148 penari dari mahasiswa, dosen dan tenaga kependidikan di kampus. Kolaborasi bersama ini merupakan kreasi baru pengembangan tradisi yang menceritakan kepahlawanan Garudeya.
Kegiatan pentas itu juga menarik perhatian warga setempat. Mereka menyaksikan pagelaran di area candi. Para penari pun saat atraksi juga dilengkapi dengan busana sesuai dengan tarian. Mereka dengan kompak dan semangat menari membawakan tarian tentang kepahlawanan itu.