“Perlindungan dan Pengelolaan Air” Dideklarasikan Pada Penutupan The 3rd SSEASR Conference

“Perlindungan dan Pengelolaan Air” Dideklarasikan Pada Penutupan The 3rd SSEASR Conference

 

SSEASR

SSEASR

Denpasar- Setelah 567 paper didiskusikan dalam Konfrensi Internasional yang diselenggarakan oleh South and Southeast Asia Association For Study of Culture and Religion (Satu organisasi ditingkat Asia dan Asia Tenggara untuk studi agama dan budaya) bekerjasama dengan ISI Denpasar dan UNHI Denpasar, tema : Water in South and Southeast Asia: Interaction of Culture and Religion, maka pada penutupan konfrensi dideklarasikan untuk konservasi dan pengelolaan air. Selama konfrensi beberapa issu dan masalah terkuak yaitu (1) air memiliki peranan penting untuk bumi dan kehidupan manusia, flora, fauna dan ketahanan eksisitensi bumi, (2) Evolusi umat manusia telah melalui tiga tingkatan, yaitu a. Peradaban air, b. Peradaban industri serta C. Peradaban jasa/ layanan, (3) Dinamika peradaban manusia mengakibatkan penggunaan air yang berlebihan dan berkurangnya sumber mata air, (4) Kondisi penggunaan air berlebih dan berkurangnya sumber mata air telah mengakibatkan berkurangnya kualitas kehidupan di bumi, dengan pertumbuhan dari kebiasaan manusia dan komunitasnya menunjukkan bahwa tanda-tanda konservasi dan pengelolaan air menjadi tuntutan, hasil dalam peningkatan jumlah air dapat digunakan oleh manusia dan mahkluk hidup lainnya di bumi ini.
Sehingga dari issu dan permasalahan tersebut dapat diberikan solusi bahwa: (1) Solusi secara umum adalah untuk mengembalikan semangat guna melakukan strategi dan kegiatan nyata secara bersama-sama untuk konservasi dan langkah-langkah pengelolaan air yang tepat adalah untuk melindungi dan memperbaiki kegiatan melalui Gerakan Penghijauan Bumi (Green Earth Movement). (2) Mempertahankan basis budaya, seperti berbagai kearifan local di wilayah Asia dan Asia Tenggara. Khususnya dari Bali, konservasi air sebagai asset suci dan pengelolaan air melalui organnisasi pertanian “subak”. Protensi air melalui kesrifan local, mitologi masyarakat Bali terhadap air (Dewa Wisnu), eksisitensi dari upacara Sad Kerthi dan juga konsep dari Tri Hita Karana sebagai budaya yang penting serta pondasi spiritual.
Selain itu deklarasi juga menghasilkan percepatan dari pertukaran kerjasama antar bangsa, yang menyatakan bahwa: (1) Pertumbuhan budaya spiritual dan gerakan social dalam sebuah jalan networking dan juga gerakan social untuk melakukan kegiatan nyata untuk pelestarian air, pengelolaan air dan juga memelihara kualitas air. (2) Semua Negara sudah seharusnya memberikan contoh untuk pengelolaan secara berlanjut dan pertukaran komunikasi antar bangsa.
Dalam pendeklarasian hadir ketua panitia Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A., Profesor Amarjiva Lochan Presiden SSEASR, Kepengurusan SSEASR dan Presiden IAHR (CIPSH, UNESCO) Prof. Ms Rosalind Hackett, Prof. Rosalind sangat kagum dan bangga dengan kesuksesan acara konfrensi internasional ke-3 SSEASR yang digelar di Bali. Kekagumannya dia ungkapkan saat penyampaian sekapur sirih tentang konfrensi yang merupakan buah hasil kerjasama antara SSEASR dengan ISI Denpasar dan UNHI Denpasar. Dia menyampaikan bahwa konfrensi di Bali ini adalah paling mengesankan. Selain keramah-tamahan yang dia dapatkan selama mengikuti konfrensi, nuansa alam kampus yang lestari juga mengantarkan kesan tersendiri yang tak terlupakan bagi para akademisi untuk dapat bertukar pandangan sesuai tema yang diangkat yaitu Water in South and Southeast Asia: Interaction of Culture and Religion. Apalagi suguhan pementasan tari, tabuh dan pameran mampu menghipnotisnya untuk terus akan mengenang Bali.

Humas ISI Denpasar melaporkan

’Waters’ Pameran Seni Rupa Air  Bagi Kehidupan Manusia

’Waters’ Pameran Seni Rupa Air Bagi Kehidupan Manusia

Pembukaan Pameran

Pembukaan Pameran

Air– bagi kehidupan manusia, memberikan manfaat dan makna yang tidak terbatas bagaikan wujud kasihNya. Bagi kehidupan berkesenian air telah banyak memberikan inspirasi, karena wujud keindahan yang menyenangkan bagi setiap orang yang menyaksikannya. Akibat vibrasi sentuhan itu para seniman menimbulkan pengalaman estetis dan interfenetrasi mendalam, sehingga melahirkan inspirasi dan proses kreatif. Inspirasi dan proses kreatif sepanjang perjalanan sejarah kesenian diekspresikan menjadi wujud-wujud gaya yang sangat beragam, itu artinya bahwa air bagaikan “ibu” sebagai “sumber pemberkat” keindahan bagi seniman. Oleh karena demikian menjaga, kelestarian dan kesucian air menjadi kewajiban yang sangat melekat bagi kita semua.

Pameran yang mengambil tema “WATERS” dalam rangkaian The 3rd SSEASR CONFERENCE OF SOUTH AND SOUTHEST ASIAN FOR THE STUDY OF CULTURE AND RELIGION ON Waters in South and Southeast Asia: Interaction of Culture and Religion, yang berlangsung dari tanggal 3 s/d 6 Juni 2009, di gedung kryasana pameran tetap FSRD Institut Seni Indonesia Denpasar.

 

Demontrasi seni rupa Juni 2009
Demontrasi seni rupa Juni 2009

Berkaitan dengan itu para dosen dan mahasiswa Fakultas seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Denpasar berupaya memamerkan karya-karyanya bertemakan air sebagai wujud ajang kritik dan apresiasi dalam upaya mengenal air sebagai sumber kehidupan dan meningkatkan kualitas proses kreatif. Kegiatan pameran seperti yang sudah sepantasnya didukung oleh berbagai pihak terutama pemerhati seni.

Pameran ini menampilkan 80 karya seni rupa, dengan 40 seniman akademik yang menvisualisasi air dengan berbagai gaya, yang sangat estetis dan variatif. Penampilan Ps. Fotografi dengan dengan 12 fotografer menampilkan 15 karya tampil dengan berbagai proses kreatif fotografi digital imaging, yang mampu menyedot pengunjung pameran. Seperti tema budaya yang ditampilkan I Komang Arba Wirawan, dosen fotografi ISI Denpasar, dengan judul menuju air suci, karya ini hasil hunting dengan mahasiswanya pada rangkaian upakara melasti panca Bali krama beberapa bulan yang lalu di pantai watu klotok klungkung. Begitu juga penampilan karya Anis Raharjo dosen Ps. Fotografi yang sedang menempuh S2 penciptaan di ISI Yogyakarta, menampilkan karya dengan judul “waters” seorang bayi yang masih dalam kandungan ibunya yang masih dibungkus oleh air ketuban. Karya I Made Saryana dengan Judul Hobies, tampil dengan fotografi hitam putih dengan komposisi yang mempesona.

Seniman lukis semester VI Ps. Lukis dengan karya instalasinya mampu memberi warna dan penuangan ide yang sangat cerdas dalam penyampaian pesan kepedulian kita terhadap air. Instalasi yang diberi judul “safe water” karya I Gede Jaya Putra dapat sanjungan presiden UNESCO ‘ ini merupakan ide cerdas dari seorang seniman akademis muda” katanya sambil memberi ucapan selamat. Dari seluruh karya lukis, krya, patung dan demonstrasi mahasiswa lukis mendapat sambutan yang antosias dari seluruh peserta konferensi.

Arba wirawan melaporkan untuk ISI Denpasar

Tari Udakanjali Pukau Peserta Konfrensi SSEASR

Tari Udakanjali Pukau Peserta Konfrensi SSEASR

Tari Udakanjali

Tari Udakanjali

Denpasar–  Tari garapan baru dengan judul “Udhakanjali” ciptaan Ida Ayu Wimba Ruspawati, S.ST., M.Sn., mampu memukau para peserta konfrensi internasional tadi pagi (3/6/09) dalam acara pembukaan konfrensi ke-3 SSEASR. Tari tradisi yang dikembangkan ini diawali dengan kedatangan “pemangku” yang membawa “pejati” atau perangkat upacara untuk memuja Tuhan sebagai ungkapan terima kasih dan sujud syukur kehadapan Tuhan. Orang suci bagi umat Hindu di Bali ini menghantarkan para penari menuju ke panggung untuk membawakan tarian yang bermakna “ai suci sebagai persembahan”. Tarian ini memang diciptakan pencipta khusus untuk kegiatan konfrensi yang sesuai dengan tema konfrensi yaitu Water in South and Southeast Asia: Interaction of Culture and Religion, dimana perspektif air dari Selatan dan Tenggara Asia sebagai interaksi budaya dan agama akan dibahas dalam konfrensi yang berlangsung 4 hari. Ida Ayu Wimba yang juga dosen ISI Denpasar menambahkan air adalah segala-galanya di dunia ini, dan semua makhluk didunia ini akan berakhir sebagai air. Air adalah nikmat dan karunia Tuhan yang luar biasa bagi umat manusia, air menjadi sumber kehidupan yang paling penting. Untuk itu lewat garapan tari yang berdurasi sekitar 8 menit ini diharapkan mampu membuka cakrawala kita untuk turut menjaga keberadaan air di bumi ini. Layaknya fitur air, garapan tari ini memiliki gerakan yang statis, dinamis dan murka serta desain kostum berkarakter air dengan pilihan warna biru dan putih. Tarian ini dibawakan oleh Sembilan (9) penari dari mahasiswa semester VI jurusan Tari ISI Denpasar. Menurut pencipta dipilihnya Sembilan penari karena angka Sembilan adalah nilai tertinggi dan sebagai simbul Dewata Nawasanga (pengider buana).

Sementara iringan tari akan dibawakan oleh penabuh wanita ISI Denpasar “Asti Pertiwi”. Sesuai dengan kiprahnya “Asti Pertiwi” kian terdengar dikancah seni Bali. Tak heran karena keaktivan para penabuh yang terdiri dari para dosen, staf, mahasiswa, serta seniman untuk turut mengikuti berbagai kegiatan yang berlandaskan “ngayah”. Diawali dengan kegiatan “ngayah” dikampus ISI Denpasar, kumpulan ibu-ibu ini mampu menembus kancah local, nasional hingga internasional. Aktivitas Asti Pertiwi mengemban misi Tridharma Perguruan tinggi yang salah satunya pengabdian kepada masyarakat dimulai dari ngayah berkaitan dengan uparana odalan di Pura Padma Nareswara ISI Denpasat. Awal dari itulah akhirnya Penabuh wanita ISI Denpasar “Asti Pertiwi” ini, hingga kini sudah melakukan  kegiatan ngayah di beberapa yang ada di Bali diantaranya Pura Besakih saat Odalah Bhatara Turun kabeh, Pura Batur, dan 36 pura lainnya sudah pernah dijajah untuk kegiatan “ngayah”. Selain pura-pura di Bali, Asti Pertiwi juga pernah merambah ke luar Bali yaitu Lombok, dengan “ngayah” di Pura Dalem Karangjangkong, Cakranegara, Lombok-Nusa Tenggara Barat pada tilem kedasa, tanggal 24 April 2009. Selain itu Asti Pertiwi juga pernah menorehkan sejarah dengan tampil pada pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke 29, tampil dihadapan Menteri Pendidikan Malaysia saat kegiatan SEAMEO Conference tahun 2007, serta tampil dalam berbagai ajang penting lainnya.

 

Asti Pertiwi dalam Pembukaan SSEASR 2009
Asti Pertiwi dalam Pembukaan SSEASR 2009

Menurut Koordinator Asti Pertiwi, Ni Ketut Suryatini, S.Kar., M.Sn., Asti Pertiwi yang didukung penuh oleh Rektor ISI Denpasar merasa bangga diberi kesempatan untuk tampil mengiringi tarian Udhakanjali dalam pembukaan Konfrensi Internasional ke-3 SSEASR. Asti pertiwi menampilkan sebuah komposisi bertema air dengan penyampaian dari bentuk syair kolaborasi antara tabuh dan gending ciptaan Ni Ketut Suryatini, S.Kar., M.Sn., beserta I Gede Mawan S.Sn. Dalam garapan tabuh ini Ni Ketut Suryatini mengungkapkan bahwa selama ini kita terlalu terlena dengan keduniawian sehingga mengabaikan pentingnya manfaat air. Jika air dalam tubuh kita diberikan perlakuan yang positif, maka air akan sangat berguna sebagai penyembuh yang sangat ampuh dan dahsyat. Demikian halnya air yang ada di alam semesta ini, kalau diberikan perlakuan yang positif maka air yang ada di alam semesta ini akan sangat memberikan manfaat yang sangat luar biasa, memberikan sumber penghidupan bagi setiap benda yang ada di alam ini. Air ciptaan Tuhan yang sangat dahsyat dan luar biasa ini merupakan jembatan dan keterkaitan antara kehidupan alam dan kehidupan manusia. Sehingga garapan tari dan tabuh ini mampu menyadarkan manusia untuk menjaga air untuk kepentingan bersama.

Guna menyambut kedatangan tamu-tamu kehormatan selain tabuh Semarpagulingan persembahan Asti Pertiwi (gabungan para dosen, staf, mahasiswa ISI Denpasar serta seniman), kedatangan tamu juga disambut dengan alunan nada gender yang dibawakan oleh 10 anak-anak yang tergabung dalam Asti Kumara (kumpulan anak-anak dosen, staf ISI Denpasar serta para seniman). Mereka adalah Made Putra Darma Yadya, I Gede Putra Darma Jaya, Gung Surya, Gung Indra, Gung Dian, Gung Angga, Gosa, Lanang, Wahyu dan Yogi. Mereka yang berlatih dibawah asuhan Ni Ketut Suryatini, S.SKar., M.Sn., mereka membawakan beberapa tabuh gender. Ketut Suryatini mengungkapkan anak-anak yang berusia kisaran 7 sampai 11 tahun ini sangat apresiasif dan responsive dalam mengikuti berbagai kegiatan seni, hingga selain sering mengikuti event-event baik upacara agama maupun acara nasional, mereka juga pernah menorehkan sejarah dengan seringnya mengikuti lomba-lomba hingga pernah mendapatkan juara 1 lomba PSR tk SD. Ketut Suryatini menambahkan sanggar yang dibinanya adalah berlandaskan “ngayah”. Berangkat dari situlah diharapkan akan mampu melahirkan generasi penerus yang memiliki moral dan mental yang baik. Sehingga guna dapat menampilkan karya terbaiknya nanti dalam pembukaan The 3rd SSEASR Conference mereka latihan secara intensif (setiap hari) dari biasanya 2 kali sehari.

Humas ISI Denpasar melaporkan

Pembukaan The 3rd SSEASR Conference  Dihadiri 567 Akdemisi dari 63 Negara

Pembukaan The 3rd SSEASR Conference Dihadiri 567 Akdemisi dari 63 Negara

Pembukaan SSEASR 2009

Pembukaan SSEASR 2009

 

 

Denpasar Konfrensi internasional SSEASR (South and Southeast Asia Association For Study of Culture and Religion) sebagai hasil kerjasama antara ISI Denpasar dan UNHI Denpasar dibuka tadi pagi (3 Juni 2009) bertempat di Gedung Natya Mandala ISI Denpasar oleh Dirjen Sejarah dan Purbakala, Hari Untoro Drajat yang mewakili Mentri Kebudayaan dan Pariwisata RI. Sebanyak 567 akademisi multidisiplin dari 63 negara berkumpul guna mengikuti pembukaan konfrensi internasional yang diawali dengan tari garapan baru bertema air yaitu Tari Udakanjali diiringi tabuh wanita Asti Pertiwi ISI Denpasar. Ketua Panitia (OC) Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A., menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada seluruh pihak yang telah mendukung sehingga acara konfrensi ini dapat terlaksana dengan baik. Prof. Rai yang juga Rektor ISI Denpasar mengungkapkan bahwa sebanyak 567 paper dengan tema : Water in South and Southeast Asia: Interaction of Culture and Religion akan didiskusikan selama 4 hari yang dibagi menjadi 124 diskusi panel. Dari 567 paper tersebut terdapat 100 paper dari peserta Indonesia, sehingga pihaknya berharap melalui ajang bergengsi inilah para akademi lokal dapat menunjukkan jati dirinya dan eksistensinya di kancah internasional, karena peserta yang hadir adalah akademisi dari universitas-universitas besar dan ternama di dunia. Pihaknya juga berharap bahwa lewat konfrensi internasional ini air akan mengalirkan kedamaian di seluruh belahan dunia.

 

Sebagian Peserta SSEASR

Sebagian Peserta SSEASR

Sementara Presiden IAHR (CIPSH, UNESCO) Prof. Ms Rosalind Hackett tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya terhadap keberhasilan dan kerja keras para panitia, terutama atas kerjasama SSEASR dengan ISI Denpasar dan UNHI Denpasar. Rosalind menambahkan konfrensi di Bali adalah kegiatan yang paling mengesankan dari sekian konfrensi yang pernah dia ikuti. Dan satu hal yang dia puji adalah goodie bag yang diberikan kepada seluruh peserta yang benar-benar menggambarkan ciri khas Bali. Hal senada juga diungkapkan Duta Besar India Biren Nanda dan Presiden SSEASR Prof. Amarjiva Lochan. Prof. Amarjiva menyampaikan bahwa selain para pakar dari berbagai Negara ini dapat bertukar pandangan, kegiatan konfrensi ini juga membawa pesan meningkatkan citra positif Bali dan membantu meningkatkan pariwisata Bali.

Pernyataan syukur dan bangga juga disampaikan Dirjen Sejarah dan Purbakala, Hari Untoro Drajat yang mewakili Mentri Kebudayaan dan Pariwisata RI. Dalam sambutannya Hari Untoro mengungkapkan bahawa masyarakat Bali mengenal folosofi tentang keseimbangan hidup yang disebut dengan Tri Hita Karana yang artinya tiga keseimbangan yang berdampak pada kebahagiaan, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia serta hubungan manusia dengan lingkungannya. Keharmonisan tiga hubungan ini melandasi konsep budaya Bali. Selain itu tema air yang diangkat dalam konfrensi ini adalah gayung bersambut dimana sistem tradisional irigasi Bali yang disebut “subak” sudah ada sejak 9 abad lalu melalui penemuan yang ditinggalkan di kabupaten Gianyar-Bali. Karena keunikan sistem subak inilah saat ini tradisi subak tengah diproses oleh pemerintahan Republik Indonesia untuk diajukan ke UNESCO sebagai salah satu warisan budaya dunia yang patut dilestarikan. Dan inilah sebagai bentuk hubungan yang harmonis antara manusia dengan lingkungannya. Sementara dalam hubungannya dengan Tuhan sistem subak ini memiliki Pura Subak berlokasi dekat dengan sumber mata air. Sementara dalam hubungan dengan sesamanya, masyarakat Bali mengenal istilah “ngayah”. Tradisi inilah mampu membentuk kedamaian dan sebagai pemersatu. Sehingga memasuki era globalisasi masyarakat Bali tidak punya masalah dalam mengantisipasi moderniasi selama masyarakat Bali memiliki atau mengemban konsep keseimbangan tersebut. Akhirnya dari generasi ke generasi, agama dan budaya sebagai filosofi masyarakat Bali telah mengimplementasikan konsep keharmonisan.

Sementara Rektor Universitas Hindu Indonesia (UNHI) Denpasar yang juga selaku steering committee, Prof. IBG Yudha Triguna yang ditemui disela-sela acara mengungkapkan bahwa kegiatan ini juga sepenuhnya mendapat dukungan dari Direktorat Jedral Bidang Masyarakat (Bimas) Hindu apalagi kapasitasnya yang juga sebagai Dirjen menjadikannya merasa terpanggil untuk turut menyukseskan kegiatan baik skala maupun niskala, termasuk dukungan dana. Pihaknya sangat berharap semoga konferensi international yang bertujuan mulia ini berjalan dengan sukses dan dapat merumuskan sesuai dengan yang diharapkan.

Humas ISI Denpasar melaporkan

Tari Udhakanjali Diiringi Asti Pertiwi Akan Tampil Dalam Pembukaan The 3rd SSEASR Conference

Tari Udhakanjali Diiringi Asti Pertiwi Akan Tampil Dalam Pembukaan The 3rd SSEASR Conference

Audiensi Acara dengan Bali TV

Audiensi Acara dengan Bali TV

DenpasarSouth and Southeast Asia Association For Study of Culture and Religion (Satu organisasi ditingkat Asia dan Asia Tenggara untuk studi agama dan budaya) akan melangsungkan konfrensi internasional SSEASR ke-3 pada tanggal 3-6 Juni 2009 di ISI Denpasar dan UNHI. Dalam pembukaan konfrensi internasional tersebut yang berlangsung di ISI Denpasar akan ditampilkan karya tari garapan baru dengan judul “Udhakanjali”. Menurut pencipta tarian Ida Ayu Wimba Ruspawati, S.ST., M.Sn., Udhakanjali berarti air suci sebagai persembahan. Dipilihnya judul tersebut karena sesuai dengan tema konfrensi yaitu Water in South and Southeast Asia: Interaction of Culture and Religion, dimana perspektif air dari Selatan dan Tenggara Asia sebagai interaksi budaya dan agama akan dibahas dalam konfrensi yang berlangsung 4 hari. Ida Ayu Wimba yang juga dosen ISI Denpasar menambahkan air adalah segala-galanya di dunia ini, dan semua makhluk didunia ini akan berakhir sebagai air. Air adalah nikmat dan karunia Tuhan yang luar biasa bagi umat manusia, air menjadi sumber kehidupan yang paling penting. Hakikatnya lembut, namun kekuatan yang dikandungnya sangat luar biasa. Air bisa menjadikan faktor kunci untuk setiap kehidupan di alam ini bahkan air juga sangat berperan penting bagi benda mati, seperti umpama air menyatukan berbagai bahan bangunan dari unsur keras sehingga membentuk dinding yang kokoh. Namun di sisi lain air bisa mendatangkan bencana yang super dahsyat seperti tsunami yang pernah terjadi di Aceh. Air sungguh dahsyat dan luar biasa. Ternyata dibalik semua hikmah dan kejadian yang ditimbulkan oleh air adalah sebagai akibat perlakuan kita terhadap air. Begitu juga dengan air yang ada di alam, sudah sepatutnya kita harus memperlakukannya dengan baik, seperti tidak membuang sampah dan limbah kimia ke air sehingga diharapkan air dapat memberikan kehidupan yang bagus, bukan sebaliknya mendatangkan bencana, seperti banjir dan bencana lainnya. Inilah sesungguhnya tentang air, belakangan ini bahkan sampai dengan saat ini air masih belum mendapatkan perhatian sebagai benda yang penting, air masih banyak diberikan perlakuan yang kurang bagus, mungkin sampai dengan sekarang ini kita masih banyak mendapatkan bencana alam yang disebabkan oleh karena kurangnya perhatian kita terhadap air. Untuk itu lewat garapan tari yang berdurasi sekitar 8 menit ini diharapkan mampu membuka cakrawala kita untuk turut menjaga keberadaan air di bumi ini. Layaknya fitur air, garapan tari ini memiliki gerakan yang statis, dinamis dan murka. Tarian ini dibawakan oleh Sembilan (9) penari dari mahasiswa semester VI jurusan Tari ISI Denpasar. Menurut pencipta dipilihnya Sembilan penari karena angka Sembilan adalah nilai tertinggi dan sebagai simbul Dewata Nawasanga (pengider buana).

Logo Visit2009

Logo Visit2009

Sementara iringan tari akan dibawakan oleh penabuh wanita ISI Denpasar “Asti Pertiwi”. Sesuai dengan kiprahnya “Asti Pertiwi” kian terdengar dikancah seni Bali. Tak heran karena keaktivan para penabuh yang terdiri dari para dosen, staf, mahasiswa, serta seniman untuk turut mengikuti berbagai kegiatan yang berlandaskan “ngayah”. Diawali dengan kegiatan “ngayah” dikampus ISI Denpasar, kumpulan ibu-ibu ini mampu menembus kancah local, nasional hingga internasional. Aktivitas Asti Pertiwi mengemban misi Tridharma Perguruan tinggi yang salah satunya pengabdian kepada masyarakat dimulai dari ngayah berkaitan dengan uparana odalan di Pura Padma Nareswara ISI Denpasat. Awal dari itulah akhirnya Penabuh wanita ISI Denpasar “Asti Pertiwi” ini, hingga kini sudah melakukan  kegiatan ngayah di beberapa yang ada di Bali diantaranya Pura Besakih saat Odalah Bhatara Turun kabeh, Pura Batur, dan 36 pura lainnya sudah pernah dijajah untuk kegiatan “ngayah”. Selain pura-pura di Bali, Asti Pertiwi juga pernah merambah ke luar Bali yaitu Lombok, dengan “ngayah” di Pura Dalem Karangjangkong, Cakranegara, Lombok-Nusa Tenggara Barat pada tilem kedasa, tanggal 24 April 2009. Dengan ciri khas membawakan tabuh Semar Pegulingan, rombongan ini mampu menjadi pusat perhatian para pemedek yang tangkil ke Pura Dalem Karangjangkong. Selain itu Asti Pertiwi juga pernah menorehkan sejarah dengan tampil pada pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke 29, tampil dihadapan Menteri Pendidikan Malaysia saat kegiatan SEAMEO Conference tahun 2007, serta tambil dalam berbagai ajang penting lainnya.

Menurut Koordinator Asti Pertiwi, Ni Ketut Suryatini, S.Kar., M.Sn., Asti Pertiwi yang didukung penuh oleh Rektor ISI Denpasar merasa bangga diberi kesempatan untuk tampil mengiringi tarian Udhakanjali dalam pembukaan Konfrensi Internasional ke-3 SSEASR. Asti pertiwi akan menampilkan sebuah komposisi bertema air dengan penyampaian dari bentuk syair kolaborasi antara tabuh dan gending ciptaan Ni Ketut Suryatini, S.Kar., M.Sn., beserta I Gede Mawan S.Sn. Dalam garapan tabuh ini Ni Ketut Suryatini mengungkapkan bahwa selama ini kita terlalu terlena dengan keduniawian sehingga mengabaikan pentingnya manfaat air. Jika air dalam tubuh kita diberikan perlakuan yang positif, maka air akan sangat berguna sebagai penyembuh yang sangat ampuh dan dahsyat. Demikian halnya air yang ada di alam semesta ini, kalau diberikan perlakuan yang positif maka air yang ada di alam semesta ini akan sangat memberikan manfaat yang sangat luar biasa, memberikan sumber penghidupan bagi setiap benda yang ada di alam ini. Air ciptaan Tuhan yang sangat dahsyat dan luar biasa ini merupakan jembatan dan keterkaitan antara kehidupan alam dan kehidupan manusia. Sehingga garapan tari dan tabuh ini mampu menyadarkan manusia untuk menjaga air untuk kepentingan bersama.

Humas ISI Denpasar melaporkan

Loading...