UWA Lirik FSP ISI Denpasar

UWA Lirik FSP ISI Denpasar

Geliat ISI Denpasar untuk menjadi Perguruan Tinggi Seni yang berbasis keunggulan lokal dengan kwalitas bertaraf internasional semakin mendekati garis kesuksesan. Seperti diberitakan sebelumnya, kunjungan ISI Denpasar ke University of Western Australia (UWA) pada Agustus 2010, workshop International bertajuk  “Wood Cut and Printing”,  Oktober 2010 di kampus ISI Denpasar, lalu pameran lukisan kolaborasi ISI Denpasar – UWA dengan tajuk ”All Agree” pada Desember  2010,  ISI Denpasar terus memantapkan persiapan untuk  penandatanganan MoU bulan Pebruari yang akan datang.

Profesor Paul Trinidad dari Fakultas Arsitektur, Landscape, dan Visual Arts (Faculty of Architecture, Landscape, and Visual Arts) UWA yang masih berada di ISI Denpasar, kemarin (27/1) bersama Rektor ISI beserta jajarannya kembali membahas segala persiapan yang berkaitan dengan penandatangan MoU. Dekan kedua fakultas  juga hadir dalam pertemuan tersebut. Selain membahas penandatanganan F to F (Fakultas dan Fakultas) antara Fakultas Seni Rupa dan Design (FSRD) ISI Denpasar dengan Fakultas Arsitektur, Landscape, dan Visual Arts UWA, serta U to U yaitu ISI Denpasar dan UWA, UWA juga melirik Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) untuk kerjasama F to F antara FSP dengan Departemen of Music UWA.

”Kami sangat bangga dengan keberhasilan ini, yang merupakan hasil kerja keras kita bersama. Jalinan kerja sama antara ISI Denpasar dengan UWA, adalah bukti bahwa ISI Denpasar juga mendapat perhatian masyarakat internasional. Ke depan, kita harus dapat mengimplementasikan MoU dengan kegiatan Tri Dharma, seperti pengiriman dosen ISI Denpasar untuk studi di UWA, selain juga mahasiswa UWA akan  belajar di ISI Denpasar mulai 12 Juni nanti. Hal ini merupakan tantangan besar bagi para dosen ISI Denpasar untuk meningkatkan kemampuan diri, agar mampu bersaing di tingkat internasional,” harap Prof. Rai.

Dekan FSP, I Ketut Garwa akan hadir pula dalam penandatanganan MoU tersebut, untuk memantapkan kerjasama F to F, antara FSP dan Department of Music di UWA.

Humas ISI Denpasar melaporkan.

Kajian Relasi Desain Dan Media

Kajian Relasi Desain Dan Media

Kiriman Arya Pageh Wibawa, Dosen PS Desain Komunikasi Visual

I. Pendahuluan

Manusia sebagai makhluk sosial tentunya akan berinteraksi satu dengan yang lainnya. Interaksi adalah sebuah bentuk komunikasi. Macam-macam komunikasi sebagai bentuk interaksi manusia terdiri dari intrapersonal, interpersonal, kelompok kecil (small group), publik komunikasi, mass komunikasi (adler, 2006, p.6-8). Pembagian ini merupakan berdasarkan jumlah orang yang berkomunikasi, dimana tentunya mass komunikasi merupakan jumlah terbesar orang dimana memerlukan media yang harus memediasi komunikasi diantara mereka.  Media yang mereka gunakan biasanya disebut mass media seperti koran, majalah, televisi, radio dan sebagainya.

Mass media berasal dari dua kata yaitu “mass” dan “media”. Mass mengacu pada penerimaan media secara besar-besaran (massive) seperti televisi, film dan sebagainya (Laughey, 2007, p. 1).  Media merupakan bentuk jamak dari kata medium yang pada dasarnya adalah sarana teknis atau fisik untuk merubah pesan menjadi sinyal yang dapat ditransmisikan melalui saluran tersebut (Fiske, 1990, p.29). Sehingga mass media adalah no interaction among those co-present can take place between sender and receivers (tidak adanya interaksi diantara kehadiran media-media tersebut yang dapat mengambil tempat antara pengirim dan penerima) (Luhmann, 2000, p.2).  Media bisa dibagi-bagi menjadi tiga kategori dasar (Danesi, 2002, p. 8) yaitu medium alami, medium buatan dan medium mekanis. Medium alami yaitu yang memancarkan gagasan dengan cara berbasis biologis (suara, ekpresi wajah, gerakan tangan, dan sebagainya). Medium buatan yaitu bagaimana gagasan direpresentasikan dan dikirimkan menggunakan satu artefak tertentu (buku, lukisan, patung, surat dan sebagainya). Medium mekanis, bagaimana gagasan dikirimkan menggunakan peralatan mekanis temuan manusia seperti telepon, radio, pesawat televisi, komputer, dan sebagainya.

II. Sejarah Perkembangan Media

Sebelum munculnya mass media yang ada sekarang manusia menurut sejarahnya menggunakan bahasa lisan dalam berkomunikasi. Bahasa lisan berbentuk tutur yang bersifat mitologis. Mitos-mitos lisan yang pertama adalah “teori tentang dunia” yang dikenal sebagai kosmogonik, kisah-kisah ini memiliki fungsi dalam menjelaskan bagaimana dunia terbentuk dan peran apa yang diberikan kepada manusia dalam tatanan kosmologis yang ada (Danesi, 2002, p.67).

Bahasa tulis muncul pada awalnya dipakai untuk merepresentasikan kisah-kisah karakter, dan simbol mitis. Piktograf sebagai awal munculnya bahasa tulis ditemukan datang dari zaman neolitik di Asia Barat. Mereka adalah bentuk-bentuk dasar pada benda-benda tanah liat yang mungkin dipakai untuk membuat cetakan pembuat citra (Schmandt-Besserat, 1978). Pemakaian yang teratur untuk pelbagai fungsi praktik sosial adalah yang dipakai di dalam sistem Sumeria sekitar tahun 3500 SM. Ini adalah sistem yang sangat luwes karena didalamnya terdapat tanda-tanda gambar yang dipakai untuk suatu pengertian abstrak seperti “tidur” direpresentasikan dengan gambar seseorang yang sedang telentang. Piktograf yang dipakai untuk merepresentasikan abstraksi kemudian akan lebih tepat disebut sebagai ideograf. Ideograf Sumeria disebut sebagai “cuneiform” yang artinya “berbentuk baji”. Kemudian Mesir sekitar tahun 3000 SM menggunakan sistem piktograf yang dikenal dengan nama “Hieroglif” yang dipakai untuk pelbagai fungsi-fungsi sosial, untuk mencatat nama-nama serta gelar para tokoh dan dewa. Tata penulisan Hieroglif pada tahun 2700 SM diganti menjadi bentuk yang dikenal “hieratik” ini dilakukan dengan menuliskan pena jerami tumpul dan tinta pada sebuah papyrus (awal dari penemuan bahan kertas), bukan pada kepingan tanah liat atau pada dinding.

Ketika piktografik menjadi semakin dipakai luas didalam peradaban kuno, lambat laun ia menjadi sistem yang semakin canggih, dengan cirri-ciri gambar yang semakin “padat”, sehingga bisa digunakan dengan lebih efisien. Dari perkembangan ini, terkristalisasilah sistem alphabet sejati. Alphabet adalah sistem simbol abstrak yang disebut huruf atau karakter, yang tidak mewakili seluruh konsep, melainkan bunyi-bunyi yang menyusun kata-kata. Alphabet ini merupakan capaian yang luar biasa. Ia memungkinkan dilakukannya perekaman secara efisiensi, pengabadian, dan penghantaran pengetahuan dalam bentuk buku. Seperti diungkapkan McLuhan (1964), kemelekhurufan buku merupakan sumber dari istilah obyektifitas. Tidak seperti nenek moyangnya yang melakukan komunikasi secara lisan, masyarakat-masyarakat yang sudah melek huruf cenderung memahami pengetahuan dan gagasan sebagai sesuatu yang terpisah dari yang memberikannya, dan dari sini mereka melihat bahwa sistem pengetahuan adalah kumpulan data obyektif yang mandiri.

Kajian Relasi Desain Dan Media, Selengkapnya

Analisis Tekstual Gending Kethuk Bagian II

Analisis Tekstual Gending Kethuk Bagian II

Analisis Tekstual Gending Kethuk 2 Kerep Minggah 4 Laras Slendro Pathet Sanga, Bagian II

Kiriman I Nyoman Kariasa, Dosen PS Seni MKarawitan

Perangkat Gamelan

Dalam menyajikan gending Gambir Sawit, menggunakan perangkat gamelan ageng. Dalam satu kesatuan perangkat gamelan ageng terdiri dari dua kelompok. Satu kelompok berlaras pelog dan satu lagi berlaras slendro. Setiap kelompok tadi dalam karawitan Jawa disebut dengan Pangkon. Jadi dalam menyajikan gending Gambir Sawit memakai gamelan ageng pangkon slendro lengkap. Adapun ricikan-nya adalah ; rebab plonthang, gender barung, gender penerus, bonang barung, bonang penerus, slenthem, demung, saron barung, saron penerus, gambang,  clempung, siter, kenong, kempul, kethuk kempyang, engkuk (kemong dua pencon), sepasang kemanak, suling, gong suwukan, gong ageng, seperangkat kendang. Gending Gambir Sawit tidak hanya dimainkan dalam gemelan pangkon slendro pathet sanga, terkadang juga dimainkan dalam pangkon pelog pathet nem. Dimainkanya dalam pelog nem gending Gambir Sawit kurang memiliki gereget. Karena dalam pelog nem terkesan lebih girang dan riang. Hal ini tentu tidak sesuai dengan esensi gending yang diinginkan. Namun dalam slendro pathet sanga-lah kecocokan rasa didapat dengan nuansa hening, agung  dan wingit.

Beberapa pakar karawitan Jawa menyatakan bahwa dalam penggarapan gendhing, pengrawit diberikan kebebasan untuk menterjemahkan, memberi makna, serta menafsirkan garap sesuai dengan rasa estetik musikalnya. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Rahayu Supanggah menyatakan bahwa karawitan bersifat fleksible dan multi interpretable. Artinya para pemain ricikan terutama ricikan garap bebas menafsirkan kemungkinan-kemungkinan garap sebuah gendhing. Hal ini kemungkinan ‘salah’ atau ‘benar’ tidak terjadi. Yang terjadi hanyalah penak dan ora kepenak atau munggah dan ora munggah. Ricikan-ricikan yang melakukan interpretasi tersebut antara lain ; rebab, gender, kendang,dan bonang. Dalam gending Gambir Sawit menurut pengamatan dan rasa musikal kami, peranan rebab dan sinden sangat dominan dalam melakukan cengkokan. Dengan tuntunan rebab, pesinden mampu membuat cengkokan mengalun sangat indah. Hal ini juga didukung oleh pola tabuhan gender dengan pola tabuhannya mampu membuat cengkokan yang enak didengar. Ricikan gambang dan siter bertugas memainkan tempo dan membuat pola tabuhan mengisi ruang-ruang balungan dengan lincah dan enerjik. Tak kalah penting adalah ricikan bonang dengan teknik permainan atau pola tabuhan imbal dan sekaran memberikan warna garap sangat kaya. Kendang dalam hal ini selain sebagai pemurba irama, juga membuat variasi pukulan terutama dalam permainan kendang ciblon yang masuk menjelang inggah. Selain ricikan-ricikan tadi peranan gerong juga tak kalah pentingnya. Selain melantumkan syair-syair gerongan, juga melakukan senggaan dan keplokan untuk meramaikan dan mendukung suasana. Sistem garap inilah letak estetika, keunikan gending ini, yang didukung oleh  keahlian para pemain ricikaan garap dalam menafsirkan balungan gending dengan variasi-variasi cengkokan-nya. Sehingga para penikmat hanyut dalam keasyikan menikmati cengkok dan tabuhan. Mungkin tidak hanya penikmat yang hanyut dalam menikmati gendhing, melainkan pemain juga hanyut dalam menikmati tabuhan-nya sendiri.

Analisis Tekstual Gending Kethuk 2 Kerep Minggah 4 Laras Slendro Pathet Sanga, Bagian II, Selengkapnya

Stop Penyimpangan, Ubah PTN Jadi BLU

Stop Penyimpangan, Ubah PTN Jadi BLU

JAKARTA – Berdasarkan laporan Inspektur Jenderal Kementerian Pendidikan Nasional penyimpangan seringkali terjadi di perguruan tinggi negeri. Penyimpangan bisa berbentuk rekening liar maupun pembangunan fisik yang tak sesuai aturan.
Menanggapi soal penyimpangan, Sekretaris Jenderal kementerian, Dodi Nandika menyatakan ada satu cara menghapus penyimpangan dana di perguruan tinggi negeri, yaitu dengan merubah statusnya menjadi Badan Layanan Umum atau BLU. “Perubahan ini suatu cara untuk mengikis penyimpangan di PTN,” ungkapnya ketika ditemui Republika, Senin (24/1).
Dodi menjelaskan, selama ini sumber pendapatan yang didapatkan tiap kampus berasal dari tiga sumber. Sumber pertama dari anggaran negara atau APBN, kemudian kedua berasal dari riset dan penelitian yang dana berasal dari kerjsama dengan pemerintah daerah dan industri (swasta). Ketiga, berasal dari SPP mahasiswa, yang disebut Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Selama ini, menurut Dodi, terkadang kampus menggunakan SPP mahasiswa untuk proses belajar para mahasiswa. Padahal seharusnya dana tersebut langsung disetor ke kas negara dan kemudian kampus boleh meminta lagi dana tersebut untuk keperluan kegiatan perkuliahan.
Meski ia mengakui perkuliahan tak bisa melulu menunggu kucuran dana dari Pemerintah. “Ini karena memang perkuliahan, matrikulasi, praktikum dan praktek tidak bisa menunggu,” ungkapnya. Baginya meski dana digunakan untuk tujuan mulia, akan tetapi jika tak sesuai undang-undang maka sudah pasti salah.
Maka untuk mengatasinya, perguruan tinggi harus diubah menjadi BLU, sehingga tak selalu menimbulkan masalah. “BLU ini seperti rumah sakit dimana dana dari masyarakat dapat dipakai langsung tanpa melaporkannya ke negara,” ucapnya. Sejauh ini sudah ada 20 perguruan tinggi yang menjadi BLU, termasuk lima kampus besar Badan Hukum Milik Negara.
Bukan hanya soal status yang diubah akan tetapi juga Kementerian memberikan pelatihan untuk pengelolaan keuangan. “Jadi mereka mengetahui jenis anggaran yang melanggar peraturan perundangan,” ungkapnya. Akan tetapi jika masih melanggar, kementerian tak segan-segan memotong anggaran atau Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh menyebutnya sebagai sanksi finansial.
Penggunaaan PNBP atau SPP ini seringkali menjadi sorotan Badan Pemeriksa Keuangan. Selain itu, Badan Pemeriksa Keuangan seringkali menyoroti penyimpangan pembelian barang milik negara yang tidak dicatat dan pembukaan rekening yang tidak dilaporkan ke Kementerian Keuangan.
Sejauh ini mengenai kasus diatas Kementerian Pendidikan telah mendapat arahan dan rekomendasi dari BPK. Selain itu Irjen Kementerian Pendidikan telah membentuk satgas khusus untuk mengusut kasus dana tak jelas Rp 2,3 triliun.

Sumber: http://www.republika.co.id/

Tingkatkan Kualitas Taraf Internasional, Buka Networking Ke Perth

Tingkatkan Kualitas Taraf Internasional, Buka Networking Ke Perth

Wacana untuk menjadikan ISI sebagai Perguruan Tinggi Seni yang berbasis keunggulan lokal dengan kwalitas bertaraf internasional segera akan terealisasi. Diawali dengan kunjungan ISI Denpasar ke University of Western Australia (UWA) pada  tanggal 16-20 Agustus 2010, dilanjutkan dengan workshop International bertajuk  “Wood Cut and Printing” pada 28 Oktober 2010 oleh dua  Profesor dari UWA  di kampus ISI Denpasar, lalu pameran lukisan kolaborasi ISI Denpasar dengan UWA dengan tajuk ”All Agree” di penghujung tahun 2010, Rabu (26/1) kemarin, kembali ISI Denpasar menerima kunjungan dari UWA untuk memantapkan rencana kerjasama yang akan dilanjutkan dengan penandatanganan MoU bulan Pebruari depan.

Perwakilan UWA, Profesor Paul Trinidad dari Fakultas Arsitektur, Landscape, dan Visual Arts (Faculty of Architecture, Landscape, and Visual Arts) UWA diterima Rektor didampingi para PR (Pembantu Rektor), serta Dekan kedua fakultas untuk membahas penandatanganan F to F (Fakultas dan Fakultas) antara Fakultas Seni Rupa dan Design (FSRD) ISI Denpasar dengan Fakultas Arsitektur, Landscape, dan Visual Arts UWA, serta U to U yaitu ISI Denpasar dan UWA.

”Pada zaman global saat ini, ”networking” sangat signifikan peranannya dalam memajukan kampus ISI Denpasar. Jalinan kerja sama antara ISI Denpasar dengan UWA, adalah bukti bahwa masyarakat internasional juga sangat mencintai kampus ISI Denpasar. MoU tidak hanya diatas kertas, tapi juga diimplementasikan dalam kegiatan Tri Dharma, salah satunya didatangkannya mahasiswa UWA untuk belajar di ISI Denpasar bulan Juni mendatang. Hal ini merupakan tantangan besar bagi para dosen ISI Denpasar untuk mengasah diri, demi citra ISI Denpasar di tingkat internasional,”ujar Prof. Rai berharap.

Dekan FSRD, Ni Made Rinu mengucapkan terima kasih kepada Rektor yang selalu memberi dukungan positif sampai terealisasinya kerjasama dengan UWA. Hadir pula dalam pertemuan tersebut Dekan Fakultas Seni Pertunjukan (FSP), I Ketut Garwa, guna menjajaki lebih lanjut kerjasama F to F, antara FSP dan salah satu Fakultas di UWA.

Humas ISI Denpasar melaporkan.

Loading...