Guna mendiseminasikan
hasil penelitian pemenang beasiswa Fullbright, AMINEF dan ISI Denpasar mengadakan acara Fullbright Panel
Discussion pada 29 November 2019, pukul 09.00 – 13.00 di Gedung Citta Kelangen
ISI Denpasar lantai 2. Acara tersebut mengangkat tema “Digital Preservation of Cultural
Heritage”. Tema ini diangkat karena di era disrupsi ini sangat penting
untuk pemenfaatan digital guna melestarikan warisan budaya.
Sebagai pembicara dari ISI Denpasar adalah Dr. I Nyoman Dewi Pebryani, dosen
Desain Mode ISI Denpasar yang mendapat Fulbright Grants, didanai DIKTI untuk Dosen
Indonesia pada tahun 2015. Dr. Dewi mempresentasikan desertasi berjudul “Culturally Specific Shape Grammar: Preservation of Geringsing Textiles
Patterns through Ethnography and Simulation”. Materi ini terkaitteknik tenun double
ikat hanya dikenal di tiga negara di dunia, yakni: India, Indonesia, dan
Jepang. Di Indonesia, satu-satunya tempat yang memproduksi teknik double ikat
adalah desa Tenganan Pegringsingan Bali, dan tekstil yand dihasilkan bernama Geringsing.
Teknik pembuatan kain Geringsing di turunkan dari generasi ke generasi melalui
tradisi lisan. Untuk mendokumentasikan, melestarikan, serta mendigitalisasikan
pengetahuan lisan ini, maka diperlukan gabungan methodology ethnography dan
simulasi computer (shape grammar). Penelitian ini terbagi dalam beberapa
tahapan: (1) mempelajari teknik double ikat langsung dari penenun, (2)
menerjemahkan teknik yang dipelajari di lapangan kedalam bahasa bentuk, (3)
menerjemahkan bahasa bentuk kedalam bentuk digital, dan (4) memverifikasi
temuan digital ke masyarakat lokal dengan mendatangi desa Tenganan kembali.
Adapun penelitian ini berkontribusi pada perluasan penggunaan teori shape
grammar untuk pelestarian warisan budaya dengan cara memahami pengetahuan
budaya masyarakat setempat dan pembuatan tekstil di lapangan sebagai data untuk
membahasakan bentuk pola. Sebagai tambahan, aplikasi digital ini juga bisa
digunakan sebagai alat edukasi dalam mentransmisikan warisan budaya yang
dimiliki oleh masyarakat setempat.
Penyaji berikutnya adalah
Antonius (Oki) Wiriadjaja dari New York Universirty Shanghai yang mendapat
beasiswa US Fullbright Scholar tahun 2018. Judul desertasinya adalah “Collecting and Representing the Heritage of Central
Java with New Media”. Desertasi menjelaskan
tentang media interaktif adalah bidang
interdisipliner yang memanfaatkan bentuk teknologi, media, dan komunikasi yang
muncul untuk mengeksplorasi metode baru menghubungkan orang, menyampaikan
informasi, dan mengomunikasikan cerita. Meskipun beberapa seniman media
interaktif memiliki latar belakang dalam pemrograman dan rekayasa, banyak yang
tidak dan menggunakan alat yang lebih mudah diakses oleh orang-orang yang
memiliki latar belakang di bidang lain. Penting bahwa alat-alat ini tidak hanya
open source tetapi juga memiliki komunitas yang sehat untuk mendukungnya.
Alat-alat ini meliputi:
● Arduino, platform prototipe elektronik sumber terbuka yang didasarkan pada perangkat keras dan lunak yang fleksibel dan mudah digunakan.
● Pemrosesan, bahasa pemrograman, lingkungan pengembangan terintegrasi, dan komunitas online.
● P5, dibangun berdasarkan javascript, adalah bahasa pemrograman berdasarkan pada prinsip-prinsip inti dari Pemrosesan.
● Buka Computer Vision, proses di mana
Artis Media Interaktif juga dikenal karena berkolaborasi dengan seniman lain untuk memperkenalkan teknologi baru ke praktik yang lebih tradisional.
Presentasi diikuti diskusi panel oleh Nancy Margried sebagai CEO dan
Co-Founder Batik Fractal dengan judul “CULTURAL
PRESERVATION THROUGH DIGITAL TRANSFORMATION”. Nancy menjelaskan betapa
pentingnya peran teknologi dalam pelestarian budaya alih-alih melenyapkan
tradisi. Batik Fractal adalah sebuah inisiatif yang menunjukkan satu dari
banyak cara, tentang bagaimana teknologi dan keterampilan teknologi yang
memberdayakan para pengrajin tradisional akan melestarikan tradisi dan menjaga
relevansinya dalam masyarakat modern.
Diskusi ini akan
dimoderatori oleh Dr. Tjok Istri Ratna Cora Sudharsana sekalu Kepala Program
Studi Desain Mode, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ISI Denpasar.
Pada kesempatan tersebut
juga penyaji akan berbagi kiat dan wawasan untuk belajar di AS yang
mencerminkan Fulbright Grants yang didanai DIKTI untuk Dosen Indonesia –
program PhD. Semua Presentasi Penelitian
Fulbright ini terbuka untuk umum dan gratis, mengundang 250 peserta baik dari Mahasiswa
maupun Dosen di lingkungan ISI Denpasar.
Kiriman : Anak Agung Gde Agung Indrawan (Program Studi Pengkajian Seni Program Magister Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Denpasar)
Abstrak
Konseptual tari Rejang Renteng Dinas Kebudayaan merupakan sebuah pengembangan gerak tari Renteng Nusa Penida, dengan meggabungkan elemen gerak tari wali yang mengarah pada dekonstruksi gerak. Dekonstruksi dapat diartikan sebagai penataan ulang, dalam hal ini adalah gerak tari yaitu menata ulang dengan menambahkan jenis gerak tari lain atau mengurangi gerak yang tidak diperlukan pada tarian semula. Tari Rejang Renteng Dinas Kebudayaan Provinsi Bali merupakan penggabungan tiga bentuk gerak tari yaitu tari Rejang Dewa, tari Pendet, dan tari Renteng. Tujuan menganalisis tari Rejang Renteng Dinas Kebudayaan Provinsi Bali untuk mendapatkan pemahaman tentang konsep yang melatarbelakangi terciptanya tari Rejang Renteng ini melalui pendekatan historis. Jenis penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah deskriptif kualitatif dengan metode kepustakaan dan dokumentasi, yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian terkait menganalisis konseptual penciptaan tari Rejang Renteng Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. Hasil penelitian menyatakan bahwa ngerenteng merupakan konsep dari penciptaan tari Rejang Renteng Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. Terciptanya tari Rejang Renteng berdasarkan dari hasil dekonstruksi gerak tari Renteng Nusa Penida, dengan menggabungkan elemen gerak dari tarian memendet dan tari Rejang Dewa.
Kata kunci: Konseptual, Nusa Penida, Dekonstruksi, Memendet
Kiriman : Hasbullah (Program Studi Seni, Program Magister (s2) Pengkajian Seni Institut Seni Indonesia Denpasar)
ABSTRAK
Perjalanan karakter Sekardiu sejak munculnya sosok Jaran Kamput sebagai stilasi/pengembangannya, menjadi terobang-ambing oleh berbagai benturan. Munculnya era postmodern sebagai alat/aktivitas baru dalam kehidupan sosial. Aktivitas baru yang bermunculan sebagai budaya postmodern dan mengabaikan budaya yang telah diwariskan. kehadiran budaya postmodern membuat Sekardiu dalam Jaran Kamput hampir kehilangan identitas. Bentuk Sekardiu yang digambarkan mirip kepala singa, badan kuda dan ekor naga menjadi bergeser, akibat kesalah pahaman atas asal usul Jaran Kamput. Faktor tersebut yang membuat identitas Sekardiu menjadi hampir tidak dikenali generasi muda. Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah deskriftif analitik dengan pendekatan teori transformasi, estetika postmodern dan makna budaya. Analisi ini ingin menyajikan sosok karakter Sekardiu dalam Jaran Kamput hampir kehilangan identitas seperti kepala singa, badan kuda, dan ekor naga , karena terjadi pegeseran bentuk dan budaya.
Kata kunci: Karakter Sekardiu, Identitas
ABSTRACT
The journey of the character of Sekardiu since the emergence of the figure of Jaran Kamput as a stylization / development, has been ravaged by various collisions. The emergence of the postmodern era as a new tool / activity in social life. New activities that emerge as a postmodern culture and ignore the culture that has been inherited. the presence of a postmodern culture made Sekardiu in the Kamput Jaran almost lose its identity. The form of Sekardiu which is depicted like a lion’s head, the body of a horse and a dragon’s tail becomes shifted, due to a misunderstanding of the origin of Jaran Kamput. This factor makes Sekardiu’s identity almost unknown to the younger generation. The method used in this analysis is descriptive analytical with the theory of transformation approach, postmodern aesthetics and cultural meaning. This analysis wants to present the character of Sekardiu in Jaran Kamput almost losing its identity such as the head of a lion, the body of a horse, and the tail of a dragon, due to a shift in form and culture.
Perhelatan Pesta Kesenian Bali (PKB) yang digelar sejak tahun 1979, salah satunya menampilkan parade gong kebyar. Ternyata pentas gamelan kebyar katagori wanita, seperti terlihat pada PKB tahun 2019, tak kalah gemuruhnya bila dibandingkan dengan parade gong kebyar pria dewasa atau sajian gong kebyar anak-anak. Penampilan utusan masing-masing kabupaten/kota senantiasa disambut antusias penonton yang datang dari penjuru Bali. Lebih dari itu, keterampilan menabuh gamelan yang mereka tunjukkan tak kalah apik dengan para penabuh pria, padahal biasanya para penabuh wanita itu pada umumnya baru mempersiapkan diri sekitar enam bulan sebelum menapak panggung kehormatan di arena Panggung Ardha Candra, Taman Budaya Bali.