Pameran Internasional Bali-Global Art Map Exhibition (B-GAME) Awali B-GAAD 2024

Pameran Internasional Bali-Global Art Map Exhibition (B-GAME) Awali B-GAAD 2024

Foto: Pemasangan Karya di Agung Rai Museum of Art (ARMA) oleh Panitia B-GAAD, Jumat (18/10)

Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar rampungkan persiapan menggelar Pameran Internasional Bali-Global Art Map Exhibition (B-GAME). Pameran ini merupakan salah satu program prestisius dalam Bali-Global Axis of Arts and Design (B-GAAD), pembentukan Poros Perguruan Tinggi Seni-Desain Asia Pasifik yang diprakarsai oleh ISI Denpasar.

Baca Juga : ISI Denpasar Inisiasi Poros Perguruan Tinggi Seni-Desain Asia Pasifik dalam B-GAAD 2024

Pameran internasional bertema “Bodies in and around Nature” akan dibuka hari ini, Minggu, 20 Oktober 2024, Pukul 16.00 di Agung Rai Museum of Art (ARMA), Ubud. Selain ARMA, pameran ini juga berlangsung di dua galeri seni, yakni Komaneka Art Gallery, Keramas, Gianyar, dan Tonyraka Art Gallery di Mas, Ubud. 

Foto: Pemasangan Karya di Agung Rai Museum of Art (ARMA) oleh Panitia B-GAAD, Jumat (18/10)

Pameran Internasional B-GAME yang dikuratori tiga tokoh seni terkemuka: Kun Adnyana, Jeon Dongsu, dan Waris Wisatsana ini menyuguhkan karya 106 seniman bereputasi dari berbagai negara, yakni Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, Thailand, Singapura, India, Jepang, Myanmar, Nepal, dan Australia. B-GAME menjadi wahana mengeksplorasi hubungan manusia dan alam melalui berbagai medium seni, seperti lukisan, instalasi, patung, dan video.

Untuk diketahui, B-GAAD merupakan inisiatif yang lahir dari semangat kolaborasi antar-lembaga pendidikan seni dan desain di kawasan Asia Pasifik. Dikoordinasi oleh ISI Denpasar, program ini bertujuan untuk menjadi wadah komunikasi, kemitraan strategis, serta kolaborasi antar-institusi yang memiliki tujuan bersama: keunggulan dalam seni dan desain, komitmen terhadap kesejahteraan, pelestarian budaya lokal, serta keberlanjutan lingkungan. 

Foto: Pemasangan Karya di Agung Rai Museum of Art (ARMA) oleh Panitia B-GAAD, Jumat (18/10)

Gelaran perdana B-GAAD berlangsung pada 19-25 Oktober 2024, dengan tema besar Kala-Manawa-Kalpa. Tema ini menyoroti esensi manusia mandiri yang menyadari kekuatan adikodrati waktu, menghormati manusia berakal budi, dan menggambarkan kronik sejarah lintas masa. Tema besar ini diimplementasikan dalam delapan program utama yang mempromosikan dialog lintas disiplin seni dan desain di antara perguruan tinggi se-Asia Pasifik. (ISIDps/Humas-Rara)

Tari “Galombang Carano” Tampil di Festival Extravaganza Alas Purwo Banyuwangi (Aktualisasi Seni ISI Denpasar)

Tari “Galombang Carano” Tampil di Festival Extravaganza Alas Purwo Banyuwangi (Aktualisasi Seni ISI Denpasar)

Pada tanggal 11 Oktober 2024 mulai pukul 18.30 di RTH Purwosari Tegaldlimo Banyuwangi telah dipentaskan karya tari “Galombang Carano” dengan koreografer Yulinis, komposer I Gede Mawan, dan Penata Rias/Busana Ni Made Liza Anggara Dewi. Pertunjukan di Banyuwangi ini merupakan penampilan kedua dari hasil program Penelitian, Penciptaan, Diseminasi Seni-Desain (P2DSD) yang didanai oleh DIPA ISI Denpasar. Pertunjukan pertama telah dilaksanakan di Living World Bali pada tanggal 21 Agustus 2024. Pada pertunjukan kedua ini karya tari “Galombang Carano” berkolaborasi dengan 2 orang penari putra dari Mitra Sanggar Kreatife Damar Art (Damar Art Bayuwangi). Festival Alas Purwo Ekstravaganza Banyuwangi merupakan Event yang berlangsung selama sepekan ini mengusung tema ”Harmonisasi Seni dan Budaya dan Alam Semesta”. Kegiatan ini juga dihadiri oleh Kadisbudpar Banyuwangi (yang mewakili), Kades Alas Purwo Bayuwangi, Ketua Sanggar Tari Alang-Alang Kemitri, Ketua Sanggar Kreatife Damar Art, Kepsek dan guru paud Alas Purwo serta Masyarakat Alas Purwo Bayuwangi.

Karya tari “Galombang Carano” berangkat silat Minangkabau. Silat Minangkabau, juga dikenal sebagai “Silek Minangkabau,” adalah salah satu bentuk seni bela diri tradisional dari Sumatera Barat, Indonesia. Seni ini tidak hanya berfungsi sebagai cara untuk mempertahankan diri, tetapi juga mengandung nilai-nilai budaya dan filosofi kehidupan yang mendalam. Silat Minangkabau merupakan bagian integral dari budaya Minangkabau yang kaya. Dikatakan bahwa silat ini telah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan kecil di Minangkabau dan berkembang sebagai cara untuk melatih ketahanan fisik dan mental. Silat ini dipengaruhi oleh lingkungan geografis Sumatera Barat yang berbukit-bukit, yang menciptakan teknik dan gerakan khas yang menyesuaikan diri dengan medan yang bervariasi.

Foto Dokumentasi pertunjukan Diseminasi ke – 2 P2DSD di Alas Purwo Banyuwangi.

Secara visual, karya tari “Galombang Carano” digarap dengan mengedepankan unsur spektakel dalam konteks ‘mencipta’ kesatuan karya yang estetis dan artistik. Karya ditawarkan kepada penonton bukanlah persoalan silat Minangkabau sebagai seni bela diri, atau silat sebagai bagian dari nilai nilai kebudayaan yang mesti dilestarikan saja, namun, yang dikedepankan adalah pemaknaan-pemaknaan, nilai-nilai atas peristiwa secara multitafsir (konotatif). Perwujudan peristiwa yang multitafsir ini diwujudkan melalui gerak yang berkorelasi dengan elemen-elemen artistik lainya. Seni tari sebagai bagian dari seni dan kebudayaan memang tidak bisa dipisahkan dengan komunikasi, karena tari memberikan pesan tentang sesuatu yang bisa berguna dan bisa juga tidak bagi masyarakat. Pemahaman terhadap sebuah pertunjukan tari tergantung dari kemampuan komunikasi seni tersebut dengan masyarakat penontonnya.

Baca juga : ISI Denpasar Pentaskan Drama Tari ‘Kesempatan Kedua’ di Banyuwangi Festival

Tema karya “Galombang Carano” ini adalah penyambutan tamu atau tema sosial. Tari penyambutan tamu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari budaya dan tradisi masyarakat Indonesia khususnya di Minangkabau. Melalui gerakan, musik, dan kostum yang indah, tarian ini tidak hanya menyambut tamu dengan keramahan dan kehormatan, tetapi juga memperkuat rasa persatuan dan solidaritas dalam masyarakat. Diharapkan karya “Galombang Carano” turut memperkaya kekayaan budaya Indonesia dan menjadi salah satu aset penting dalam warisan budaya bangsa. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk terus melestarikan dan mengembangkan tari penyambutan tamu agar dapat terus dinikmati oleh generasi mendatang. Hal ini yang ditawarkan karya seni “Galombang Carano” untuk masyarakat Alas Purwo Banyuwangi.

Oleh Dr. Yulinis, SST., M.Si

ISI Denpasar Pentaskan Drama Tari ‘Kesempatan Kedua’ di Banyuwangi Festival

ISI Denpasar Pentaskan Drama Tari ‘Kesempatan Kedua’ di Banyuwangi Festival

Setelah dipentaskan pada hari Rabu 21 Agustus 2024 di Living World, drama tari berjudul “Kesempatan Kedua” kembali memukau penonton di Banyuwangi Festival pada Jumat, 11 Oktober 2024 malam. Drama ini mengisahkan sejarah kehidupan Ajamila, seorang tokoh dalam kitab Purana Srimad Bhagavatam skanda 6.1, dengan paduan tari tradisional dan inovasi modern yang menyentuh hati.

Diseminasi P2DSD (Penelitian, Penciptaan, Diseminasi, Seni – Desain) drama tari ini diselenggarakan pada Festival Alas Purwo Ekstravaganza, rangkaian acara dari 79 event Banyuwangi Festival 2024 yang di selenggarakan di wilayah selatan yakni di daerah pemangku hutan Alas Purwo. Sebagai pelaksana kegiatan Padepokan Seni Alang-Alang Kumitir dan ketua pelaksana Punjul Ismuwardoyo S.Sn, yang menjadi mitra kegiatan diseminasi ini.  Alas purwo ekstravaganza digelar selama sepekan dari 6 – 12 Oktober 2024 di RTH (Ruang Terbuka Hijau) Purwoasri Kec. Tegaldlimo Kab. Banyuwangi. “Penonton sangat puas menyaksiakan drama tari ini yang susunan dramatik per adegan dan musik iringannya di garap dengan apik”, kata Punjul. 

Drama tari ini digarap oleh Ni Wayan Mudiasih sebagai penulis naskah, Ketut Sumerjana sebagai komposer, dan Diah Pramanasari sebagai koreografer. Karya ini melibatkan mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Pertunjukan (PSP) Fakultas Seni Pertunjukan (FSP) ISI Denpasar serta alumni Program Studi Seni Program Magister ISI Denpasar, dan dosen.  Karya ini  didanai oleh dari DIPA ISI Denpasar melalui program P2DSD (Penelitian, Penciptaan, Diseminasi, Seni – Desain).

“Kesempatan Kedua” adalah sebuah kisah yang menggugah tentang pengkhianatan Ajamila terhadap istrinya, Visvajyoti. Dalam perjalanan hidupnya yang penuh kesalahan, Ajamila menemukan harapan baru saat di ambang kematian ia memanggil nama putranya, Narayana. Seruan ini, yang juga didengar oleh Sri Narayana, menjadi titik balik bagi Ajamila, mengajarkan kita bahwa meskipun manusia sering terjerat dalam kesalahan, dengan tulus memanggil nama Tuhan, pertobatan yang tulus, dan tekad untuk memperbaiki diri, kita bisa meraih kemuliaan.

Pementasan ini tidak hanya menggambarkan perjalanan Ajamila yang mendalam, tetapi juga menyampaikan pesan universal tentang pentingnya kesempatan untuk memperbaiki diri dan mencari pengampunan.

Sambutan hangat dari penonton menunjukkan bahwa karya ini berhasil menyentuh hati banyak orang. Keberhasilan acara ini diharapkan dapat memicu lebih banyak pementasan seni yang menyentuh, menginspirasi, dan memberikan kesempatan bagi generasi mendatang untuk mengeksplorasi dunia seni pertunjukan, terutama dalam tema spiritual yang sarat makna.

Penulis: Dr. N.K. Dewi Yulianti, M.Hum., M.Sn.

Loading...