Elemen-Elemen Estetika Jemblung Dalam Aspek Bentuk, Fungsi, Makna

Elemen-Elemen Estetika Jemblung Dalam Aspek Bentuk, Fungsi, Makna

Oleh Saptono, Dosen PS Seni Karwitan ISI Denpasar

Estetik, dulu maupun sekarang merupakan suatu pengertian yang dominan dalam paham kebudayaan dan penghayatan kebudayaan di Indonesia.  Persoalannya apakah seni harus berpedoman pada ide keindahan universal, atau dia harus memperhatikan kelenturan ide keindahan dan tingkat penghayatan keindahan dari lingkungan terdekatnya?

AADjelantik, dalam bukunya “Estetika Sebuah Pengantar”, pengalaman estetic experience tercapai jika didalam diri manusia terbangun rasa puas, rasa senang, rasa aman, rasa nyaman dan bahagia. Dalam proses apresiasi karya estetis beliau membagi menjadi tujuh bagian, yaitu; 1) sensasi berupa rangsangan yang ditangkap oleh mata dan telinga yang menghasilkan rasa enak atau tidak enak; 2) presepsi berupa kesan terjadinya proses asosiasi, komparasi, diferensiasi, analogi dan sintesa; 3) impresi berupa kesan dan berkembang menjadi keyakinan yang tertanam di dalam kesadaran manusia; 4) emosi berupa ketergugahan perasaan akibat menyerap objek estetik; 5) interpretasi berupa penafsiran-penafsiran yang dilakukan melalui olah pikir tatkala menyadari adanya objek estetik; 6)  apresiasi berupa renunan terhadap segala sesuatu yang telah diapresiasi; 7) penilaian (evaluasi) berupa hasil apresiasi yang disampaikan secara lisan maupun tertulis (AA Djelantik, 1999:5)

Pandangan Mudji Sutrisno (1993), pengalaman estetis hakikatnya melibatkan pengamatan indrawi yang sekaligus melibatkan seluruh unsur dalam diri manusia ikut terbawa oleh pengamatan itu, jiwaraga, dengan segala kemampuan-kemampuan lainnya; bagikan terikat dan terpikat hatinya. Dalam pengalaman tentang keindahan (kedahsyatan) alam maupun  dalam pengalaman tentang keindahan karya seni (lukisan, patung, musik, tarian, candi, karya sastra).

Estetika Jawa dapat dilihat dalam berbagai bentuk karya seni, terutama dalam kebudayaan Jawa yang berkaitan dengan ekspresi estetiknya dimana Herusatoto (1987) memberikan tiga ciri utama yang sifatnya berlaku secara lentur pada ungkapan estetika orang jawa. Ketiga ciri tersebut bersifat; kontemplatif-transendental, simbolik, dan filosofis (Sachari, 2002:12).

Elemen-Elemen Estetika Jemblung Dalam Aspek Bentuk, Fungsi, Makna selengkapnya

Aspek Ergonomi Dalam Desain Pahat II

Aspek Ergonomi Dalam Desain Pahat II

Oleh Drs. Made Radiawan, M.Erg., Dosen PS Kriya Seni

Sikap Kerja

Sikap tubuh  dalam beraktivitas pekerjaan  diakibatkan oleh hubungan antara demensi kerja dengan variasi tempat kerja, sikap tubuh dalam keadaan pasip tanpa melakukan aktivitas atau pekerjaan  adalah sikap berdiri, berbaring, jongkok, duduk. Sikap-sikap tubuh diaplikasikan  pada pekerjaan disebut sikap kerja (Pheasant,1991, Yusuf, 2004. 16).

Sikap seseorang dipengaruhi oleh empat factor:

  1. fisik, umur, jenis kelamin, ukuran antropometri, berat badan, kesegaran jasmani, kemampuan gerakan  sendi system musculoskeletal,  tajam penglihatan, masalah kegemukan, riwayat penyakit.
  2. Jenis keperluan tugas, pekerjaan memerlukan ketelitian, kekuatan tangan, ukuran tempat duduk, giliran tugas, waktu istirahat dan lain-lain.
  3. Disain  tempat kerja, seperti ukuran tempat duduk, ketinggian landasan kerja, kondisi bidang pekerjaan, dan factor-faktor lingkungan.
  4. Lingkungan kerja(environment) ; intensitas penerangan, suhu lingkungan, kelembaban udara, kecepatan udara, kebisingan, debu, dan getaran.(Bridger,1995)

Dalam empat factor diatas, sikap berdiri, sikap berbaring, sikap duduk di alntai dan sebagainya, pada pengerjaan perajin ukir kayu, sikap kerja yang terjadi  yakni sikap bersila dilantai dan telapak kaki mencengkram  benda (patung)  punggung agak membungkuk, dengan tempat duduk dari kayu yang keras dan tangan kiri memegang  pahat, dan yang kanan memegang palu kayu (pengotok) baik dalam proses pembentukan global, menghaluskan dan proses finishing (nyawi).

Pekerjaan mengukir yang selalu dilakukan  di Desa Guwang adalah dengan sikap membungkuk dengan lutut menekuk dengan menyentuh dada, hal ini terjadi sikap yang memaksa  terjadinya iklinasi kepala, leher tubuh condong kedepan. Sikap kerja paksa yang terlalu lama  dapat menimbulkan keluhan ada gangguan pada sistim musculoskeletal dan terjadi tekanan cukup besar pada discus intervebralis sehingga dapat  menimbulkan low back pain ( Gandjean 1993; Pheasant 1991).

Aspek Ergonomi Dalam Desain Pahat II Selengkapnya

Alur Perkembangan Kebudayaan Bali II

Alur Perkembangan Kebudayaan Bali II

Oleh: Hendra Santosa, Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar

2. Pengaruh Hindu

300 tahun sebelum Masehi, pada Zaman pemerintahan dinasti Maurya, para pelaut India telah sering melayari lautan disekitar pulau-pulau dan negara-negara Asia Tenggara. Demikianlah Kautilya, seorang Mahamentri Maurya memberitahukan dalam bukunya Artha-Sastra tentang negeri-negeri yang terletak di sebelah timur laut Benggala. Penyusun Ramayana telah menyebut pulau-pulau nusantara dan menyebutkan beberapa jenis pohon yang ada di pulau itu. Buku Brihat Katha Sarit Sagara menyebutkan tentang pulau-pulau yang terkenal karena hasil rempah-rempah. Di Pulau Bali bagian utara dekat gunung Agung disanalah bahan-bahan mentah dibeli oleh para saudagar India. Seorang pelaut bernama Ptolomesos telah pula berlayar ke Asia Tenggara dengan bantuan buku Ramayana, karena catatannya sesuai benar dengan tulisan pada buku Ramayana.

Menurut sejarah agama Hindu, Raja Kaniskalalah yang dianggap sebagai penumbuh tahun Saka yang dimulai saat penobatan putra mahkota  Caliwahana,  pada  tahun  78  Sesu  masehi. Tahun saka inilah

yang dibawa ke Indonesia oleh seorang imigran pada abad pertama masehi dikenal dengan nama Haji Saka yang berasal dari negeri Surati kerajaan Saka. Ketika negeri itu diserang musuh dan kemudian disuruh berlayar ke arah timur untuk bertapa. Kemudian beliau berlayar menyebrangi teluk Benggala dan sampailah disuatu pulau yang masih sunyi. Mulai dari ujung utara sampai selatan dan langsung ke timur, pulau-pulau tersebut kemudian diberi nama sesuai dengan pohon-pohon yang menumbuhinya seperti pulau perca untuk pulau Sumatra, pulau jawawut untuk pulau Jawa. Sesampainya di timur, tiba di Gunung Karang kemudian berbalik kembali menuju Barat. Dan pulau itu kemudian dinamakan pulau Bali (walik).

Prabu Aji Saka ini sering pula disebut dengan Siwa Guru, Kumbhayoni, dan di Bali dikenal dengan Puntahyang Agastya Maharesi. Dalam cerita Agastya Purana, diterangkan bahwa beliau datang dari india utara menuju India Selatan dan mendirikan asrama yang bernama Kunyara Kunya. Dalam perjalanan ke Asia Tenggara yang diikuti oleh para muridnya, yaitu Kaundinya dan Kudangga. Kaundinya menetap di sungai Mekong dan menikahi ratu Champa kemudian mendirikan ibukota yang bernama Widyapura, sedangkan Kudangga tinggal di Kutai Selatan, untuk selanjutnya menyebarkan agama Hindu di sana.

Alur Perkembangan Kebudayaan Bali II selengkapnya

Daerah Perkembangan Kesenian Tradisional Minangkabau I

Daerah Perkembangan Kesenian Tradisional Minangkabau I

Oleh: Wardizal, Dosen PS Seni Karawitan

Secara geo-hirtoris, kesenian tradisional yang berkembang di Minangkabau dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu kesenian yang berkembang di daerah darek (daratan) dan kesenian yang berkembang di daerah pasisia (pesisir). Perbedaan letak geo-historis tersebut, juga menimbulkan perbedaan pada bentuk-bentuk kesenian tradisonal yang tumbuh dan berkembang pada masing-masing daerah. Timbulnya perbedaan tersebut, selaras dengan mamangan mereka luhak bapangulu, rantau barajo (luhak berpenghulu, rantau beraja). Artinya adalah, pemerintahan tertinggi di wilayah luhak berada ditangan seorang penghulu, sedangkan pemerintahan tertinggi di daerah rantau berada ditangan seorang raja.

Kesenian tradisional yang berkembang di daerah darek lebih bersifat Minangkabau, seperti musik dan nyanyian, tarian dan bela diri. Bersifat Minangkabau dapat diartikan bentuk dan temanya yang sederhana. Pelakunya kebanyakan laki-laki; jarang yang dilakukan oleh wanita. Begitupun tari-tarian yang berkembang di daerah darek, lebih banyak mengangkat gerakan yang mengandung arti atau mengandung suatu kisah. Kesenian yang berkembang di daerah pasisia (pesisir) lebih beragam. Hal ini disebabkan pengaruh kebudayaan luar yang sangat kuat di wilayah tersebut. Selain yang bersifat Minangkabau, kesenian yang berasal dari pengaruh Islam Syiah cukup dominan seperti: tabut, indang, debus, salawat dulang dan lain sebagainya. Tari-tarian yang bekembang di daerah pesisir lebih bersifat tari pergaulan yang gerakannya tidak mengandung arti. Beberapa bentuk permainan rakyat juga diperankan oleh wanita (Navis, 1984:264).

Daerah Perkembangan Kesenian Tradisional Minangkabau I Selengkapnya

Jemblung Sebagai Teater Bertutur, kesenian Sekuler, dan sekuler teater lisan

Jemblung Sebagai Teater Bertutur, kesenian Sekuler, dan sekuler teater lisan

Oleh Saptono, Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar

Jemblung adalah salah satu bentuk kesenian tradisional dari daerah Banyumas yang biasanya dimainkan oleh empat orang pemain (seniman) yang pertunjukannya mengandalkan kemahiran bertutur. Ada beberapa daerah yang memiliki kesenian sejenis jemblung yang mengandalkan kemahiran bertutur, diantaranya: Di pesisir utara Jawa Tengah dan Jawa Timur, ada jenis kesenian rakyat yang disebut Kentrung, yang biasanya menampilkan cerita para Nabi atau Babad. Di Jakarta ada kesenian bertutur dengan cerita Sohibul Hikayat, di Pemalang ada jenis kesenian Rontolan, dan di Kebumen ada kesenian yang mendekati Jemblung dengan sebutan Mentiyet. Di Bali juga ada jenis kesenian yang mengandalkan suara mulut seperti Kecak dan Genjek, karena mengandalkan bunyi suara cak-nya dari penari. Namun yang lebih mendekati dengan kesenian jemblung, menurut Sudirga (2000:124) di Pulau Dewata ini ada jenis kesenian Cakepung, dimana ada yang menyebutnya seni pepaosan, teater tutur, ensambel musik vokal atau gamelan mulut. Pepaosan atau mabebasan, karena pembacaan naskah Lontar Monyeh yang selalu dilakukan pada setiap pergelarannya, sedangkan disebut teater tutur, karena semua peristiwa diungkapkan dengan cara bertutur.

Kisah yang dijadikan sandaran cerita (lakon) bisa bermacam-macam, yaitu bisa diambil dari berbagai sumber dan dengan alur yang bebas. Apa saja ? Namun demikian lakon  yang sering dipentaskan mengambil dari cerita Babad. Dari empat orang pelakunya, tiga laki-laki dan satu perempuan, yang semuanya berpakaian adat Jawa (blangkon, sorjan, dan kebayak) gaya Banyumasan. Ke empat (4) pemain tersebut masing-masing berperan sebagai dalang merangkap sebagai musisi, dua orang sebagai musisi merangkap dalang dan tokoh laki-laki, dan satu orang perempuan sebagai musisi (sinden) merangkap tokoh putri. Ucapan-ucapan (dialog) maupun syair nyanyian yang dibawakan intinya dengan menggunakan bahasa daerah setempat.

Jemblung sebagai teater bertutur, kesenian sekuler, dan teater lisan selengkapnya

Loading...