Kemdiknas Tanda Tangani Pakta Integritas Antikorupsi

Kemdiknas Tanda Tangani Pakta Integritas Antikorupsi

Jakarta — Inspektorat jenderal (Itjen) sebuah kementrian merupakan lembaga yang rawan bersentuhan dengan praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Fungsinya sebagai lembaga audit internal di instansi pemerintah, membuat lembaga ini senantiasa didekati sejumlah pihak, baik eksternal maupun internal, yang menawarkan imbalan atau supaya hasil auditnya bersih.

Tidak mau terjebak dalam perangkap itu, Itjen Kementerian Pendidikan Nasional menandatangani Pakta Integritas. Penandatanganan dilakukan pejabat struktural dan auditor di saksikan Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh, pemimpin Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan sejumlah pejabat lainnya di lingkungan Kemdiknas, Rabu, 16 Februari 2011, di Gedung Kemdiknas, Jakarta.

Menteri Nuh pada kesempatan tersebut menyatakan, penandatanganan Pakta Integritas ini adalah wujud dari komitmen bersama atas dasar keikhlasan, dan kesadaran untuk mendukung program pemerintah dalam pemberantasan KKN.

“Saya sangat mendukung Inspektorat untuk menandatangani Pakta Integritas bagi semua pejabat struktural dan fungsional,” ujarnya. “Saya berharap kegiatan ini dapat memberikan inspirasi bagi unit utama lain, sehingga semua pejabat Kementerian Pendidikan Nasional melakukan penandatanganan Pakta Integritas secara berjenjang dengan pemimpin di unit kerja masing-masing.”

Menurut Menteri, Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan Nasional memiliki tugas dan tanggung jawab untuk selalu bertindak jujur (honest), dapat dipercaya, menghindarkan diri dari benturan kepentingan (conflict of interest), anti-KKN, serta antisuap.

Pelaksana Tugas (Plt) Inspektur Jenderal Kemdiknas, Wukir Ragil, menyampaikan, jumlah pejabat yang menandatangani Pakta Integritas sebanyak 299 orang, terdiri dari 1 orang pejabat eselon I (Inspektur Jenderal), 6 orang pejabat eselon II (Sekretaris dan lima orang Inspektur), 4 orang Kepala Bagian, 13 orang Kasubbag, dan 275 orang auditor.

Kemdiknas adalah salah satu di antara 12 instansi pemerintah yang diprogramkan untuk merintis dan melaksanakan reformasi birokrasi pada 2010-2011. Penandatanganan Pakta Integritas ini, dilakukan dalam rangka  Reformasi Birokrasi Internal guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

“Penandatanganan pakta integritas menjadi momen penting dan langkah awal bagi kami menunjukkan niat yang tulus dan ikhlas guna melakukan perubahan moral dan integritas dalam menjalankan tugas dan fungsi pengawasan,”  ujar Wukir. (Set)

Sumber: kemdiknas.go.id

Sosial – Arsitektur Thailand

Sosial – Arsitektur Thailand

Kiriman: I Wayan Eka Laksana Satiaguna, Prodi. Desain Interior

Sebagai negara yang tidak pernah dijajah oleh bangsa lain tidak menyebabkan Thailand terhindar dari pengaruh yang dapat merubah sosial-kultural negara ini, pengalaman masa lalu dan kebijakan pemerintahan yang terdahulu menyebabkan Thailand secara sadar ikut membuka diri terhadap perubahan terutama dalam memodernisasikan aspek arsitekturnya. Pada artikel sebelumnya tentang Arsitektur Tradisional Thailand penulis menyimpulkan bahwa yang menjadi fokus perhatian orang-orang Thailand pada jaman sebelum moderenisasi adalah rasa keterikatan yang kuat terhadap tanah kelahiran serta rumah sebagai tempat tinggal, sosialisasi, bahkan sebagai tempat pengungsian jika diperlukan pada musim banjir karena iklim tropis yang memberikan hujan yang berlimpah pada musimnya. Namun sekarang kita tidak bisa banyak melihat rumah tradisional Thailand seperti dulu terutama di Bangkok. Masyarakat Bangkok banyak mendapat pengaruh modernisme serta cara mereka menggunakan rumah telah berubah, rumah hanya sebagai tempat untuk beristirahat setelah melakukan aktivitas sehari-hari. Perubahan ini tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Raja Thailand IV dan setelahnya, karena kebijakan tersebut mendatangkan pengaruh modernisme pada bidang arsitekturnya, selain itu kehadiran orang-orang asing ke Thailand dan akhirnya menetap sebagai warga negara juga ikut memberi sumbangsih perubahan, sebut saja Silva Bhirasri dan Jim Thompson yang datang setelah Perang Dunia II. Pada pemerintahan Raja Rama IV ditandatangani perjanjian Bowring pada 18 April 1855 antara Inggris dan Siam (sebelum berubah menjadi Thailand) yang isinya tentang pembebasan pedagang asing di Siam dan ditandatangani oleh Sir John Bowring (Gubernur Hong Kong pada masa itu dan utusan dari Inggris) dan Raja Mongkut (Rama IV). Perjanjian ini memberikan keuntungan berupa kebebasan dan pembebasan pajak bagi pedagang asing serta mengijinkan penempatan Konsulat Inggris di Bangkok dan menjamin perluasan wilayah territorial secara penuh. Berdirinya Mandarin Oriental Hotel atau The Oriental yang merupakan hotel pertama di Thailand karena ditandatanganinya perjanjian Bowring sehingga para pedagang dan utusan yang datang ke Bangkok memerlukan akomodasi yang terletak di tepi laut. Oleh Karena itu kapten Dyers seorang Amerika dan temannya J.E. Barnes mendirikan The Oriental tahun 1879, pendirian hotel ini juga mendapat dukungan dari Pangeran Prisdang Jumsai (Duta Besar I Thailand untuk Amerika masa jabatan 1881-1884). Pendirian hotel ini berdampak secara langsung pada masyarakat yang direkrut sebagai karyawan sehingga mereka mengenal pola hidup yang baru yang modern. Pada masa pemerintahan Raja Rama V banyak ruko (rumah toko) yaitu bangunan berlantai dua yang dapat difungsikan sebagai toko pada bagian bawah dan tempat tinggal pada lantai atasnya yang didirikan seperti :

Sosial – Arsitektur Thailand selengkapnya

Tari Pendet Menabur Doa Perdamaian Jagat

Tari Pendet Menabur Doa Perdamaian Jagat

Kiriman Kadek Suartaya, Dosen PS Seni Karawitan

Sebuah cipta tari yang disebut Pendet, pada pertengahan Agustus 2010 lalu,  mencuri perhatian masyarakat Indonesia. Ini gara-gara ditampilkannya salah satu tari kreasi dari Pulau Dewata tersebut dalam iklan pariwisata negeri jiran Malaysia. Promosi Visit Malaysia Year yang sekelebat menghadirkan lenggang gemulai dan senyum manis empat penari Bali itu membuat masyarakat Indonesia gerah. Iklan pariwisata yang disebar gencar secara internasional itu ditengarai sebagai upaya Malaysia mengklaim tari Pendet sebagai seni budayanya sendiri.

Banyak yang beropini pendakuan tari Pendet oleh Malaysia dipicu oleh kepentingan pragmatis-ekonomis, dalam konteks ini industri keparawisataan yang memang dikelola sungguh-sungguh negeri tetangga itu dengan mempromosikan  bangsanya sebagai  Truly Asia. Pendet sebagai salah satu tari Bali yang sudah sangat familiar menyongsong wisatawan mancanegara,  mereka pinjam tanpa permisi untuk pencitraan eksistensi nilai keindahan budaya. Tetapi karena tari Pendet–seperti juga Reog Ponorogo, lagu Rasa Sayange, batik yang sebelumnya pernah didaku Malaysia—adalah ekspresi sub kebudayaan Indonesia, tentu saja  ulah dan sepak terjang bangsa serumpun itu tak etis bahkan diteriaki sebagai maling siang bolong.   Hasrat dan agresifitas kapitalisme dunia pariwisata rupanya membuat Malaysia kehilangan urat malu.

Namun isu tari Pendet dalam iklan pariwisata Malaysia itu mampu menggugah bangsa Indonesia, termasuk masyarakat Bali, akan keberadaan seni budayanya. Masyarakat Indonesia kebanyakan sudah mulai benar melafalkan nama tari Bali ini. Masyarakat Bali yang kurang begitu akrab dengan seni tari jadi ingin tahu sosok tari Pendet itu. Nama I Wayan Rindi (almarhum) yang menciptakan tari Pendet pada tahun 1950-an, kini menjadi agak dikenal. Wacana yang mengarah pada kesadaran akan seni budaya bangsa yang muncul dalam representasi media massa terasa begitu hangat dengan semangat sarat kepedulian.

Dalam jagat kepariwisataan Bali, tari Pendet hadir sebagai tari selamat datang. Namun di tengah masyarakat Bali sendiri, tari yang dibawakan secara berkelompok ini belakangan agak jarang disajikan sejak munculnya tari Panyembrama pada tahun 1971. Hingga tahun 1980-an, tari  ciptaan I Wayan Baratha ini lebih sering ditampilkan sebagai tari pembukaan  dalam pagelaran seni pertunjukan komunal bahkan juga dalam seni pentas turistik. Munculnya tari bertema sejenis seperti tari Puspawresti (1981) oleh I Wayan Dibia, Puspanjali dan Sekar Jagat (keduanya karya N.L.N Swasthi Widjaja Bandem), dan tari Selat Segara ciptaan Gusti Ayu Srinatih pada tahun 1990-an semakin menenggelamkan tari Pendet. Lomba-lomba tari Bali pun sangat jarang mengangkat materi tari berdurasi 5-6 menit ini.

Kendati di tanah kelahiraannya tari Pendet agak jarang dipentaskan, di beberapa kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tari berkarakter wanita ini masih populer di kalangan peminat tari Bali. Di Jakarta misalnya, tari Pendet dijadikan materi wajib dasar oleh sanggar-sanggar tari Bali. Salah satu sanggar tari Bali dibawah Lembaga Kebudayaan Bali Saraswati yang bermarkas di di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, sejak tahun 1970-an hingga kini memberikan materi tari Pendet. Bahkan lembaga yang kini dipimpin I Gusti Kompyang Raka itu juga memberikan kesempatan pada peminat tari Bali menabuh gamelan memainkan iringan tari Bali, termasuk iringan tari Pendet.

Sumber inspirasi lahirnya tari Pendet adalah sebuah ritual sakral odalan di pura yang disebut mamendet atau mendet. Prosesi mendet berlangsung setelah pendeta mengumandangkan puja mantranya dan dan seusai pementasan  topeng sidakarya—teater sakral yang secara filosofis melegitimasi upacara keagamaan. Hampir setiap pura besar hingga kecil di Bali disertai dengan aktivitas mamendet. Pada beberapa pura besar seperti Pura Besakih yang terletak di kaki Gunung Agung itu biasanya secara khusus menampilkan ritus mamendet dengan tari Baris Pendet. Tari ini dibawakan secara berpasangan atau secara masal oleh kaum pria dengan membawakan perlengkapan sesajen dan bunga.

Tari Pendet Menabur Doa Perdamaian Jagat selengkapnya

Kajian Kualitas Informasi pada Situs Resmi Pemerintah Daerah Bali I

Kajian Kualitas Informasi pada Situs Resmi Pemerintah Daerah Bali I

Kajian Kualitas Informasi pada Situs Resmi Pemerintah Daerah Bali (http://www.baliprov.go.id) secara Persepsi Visual I

Kiriman Arya Pageh Wibawa, Dosen PS Desain Komunikasi Visual

A. Pengantar

1. Latar Belakang

Persepsi menurut kamus bahasa Indonesia berarti “tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu” atau “proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindranya”. Dan visual berarti “dapat dilihat dengan indra penglihat (mata)” atau “berdasarkan penglihatan”.  Sehingga dapat disimpulkan disini persepsi visual berarti tanggapan langsung dari sesuatu berdasarkan penglihatan atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui indra penglihat dalam hal ini mata. Persepsi meliputi sistem multi komponen yang meliputi memperoleh informasi yang berhubungan dengan peristiwa, fenomena dan konsep-konsep di sekitar, merasakan rangsangan dan menyadari pesan yang diberikan.

Menurut Jamieson (2007), persepsi visual terjadi dalam dua bentuk yaitu direct perception (persepsi langsung dan indirect perception (persepsi secara tidak langsung). Persepsi langsung terjadi ketika cahaya mencapai mata dan persepsi secara tidak langsung terjadi ketika manusia di mediasi oleh simbol-simbol budaya dalam menafsirkan rangsangan yang diterima.  Menurut Demirel (Demirel & Un, 1987), persepsi dapat digambarkan sebagai proses sensasi dan realisasi melalui indera. Pendapat lain mengatakan bahwa persepsi visual adalah konsep kesadaran indrawi yang dirasakan dan dipilih, mengatur dan menjelaskan setiap rangsangan tertentu secara holistik sebagai bagian dari konsep yang melalui pemahaman fitur visual nya (Behrens, 1984; Booth, 2003; Findlay & Gilchrist, 2003).

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, semakin mempersulit persepsi manusia secara visual akibat semakin kompleknya struktur yang menyusun sebuah karya desain. Salah satunya adalah situs atau lebih dikenal dengan website. Dengan perkembangan perangkat keras dan perangkat lunak yang ada pada komputer membuat situs semakin komplek dimana sebuah situs dapat dilengkapi dengan audio (suara) dan video.  Secara visual, semua situs terlihat sama. Padahal situs dapat dibagi menjadi situs bisnis (E-Commerce), situs informasi (E-Information), situs berita (E-News), dan situs hiburan (E-Entertainment). Disamping itu, tiap situs memiliki ciri-ciri tertentu secara visual yang dapat dipakai untuk menentukan kualitas informasi yang diberikan.

2. Tujuan

Tujuan utama dari kajian ini adalah untuk mengevaluasi kualitas informasi pada situs pemerintah propinsi Bali secara persepsi visual.

3. Permasalahan

Situs pemerintah propinsi Bali berdasarkan persepsi visual dengan menggunakan analisa kriteria evaluasi, apakah sudah memenuhi kualitas informasi yang diharapkan ?

Kajian Kualitas Informasi pada Situs Resmi Pemerintah Daerah Bali secara Persepsi Visual I Selengkapnya

Grant Penelitian: Rajawali Foundation, the Harvard Kennedy School Indonesia Program

Grant Penelitian: Rajawali Foundation, the Harvard Kennedy School Indonesia Program

Dengan hormat kami informasikan mengenai pembukaan penelitian dari Harvard Kennedy School:  Rajawali Foundation Institute for Asia, HKS Indonesia Program, seandainya berminat silahkan melamarnya.
http://www.ash.harvard.edu/ash/Home/Programs/Institute-for-Asia/Indonesia

HKS Indonesia Program

Launched in 2010 with a $10.5 million gift from the Rajawali Foundation, the Harvard Kennedy School Indonesia Program promotes research, education, and capacity building in support of democratic governance and institutional development in Indonesia. As the world’s largest majority Muslim democracy, Indonesia continues to be an important model for positive institutional change. Formerly an authoritarian regime, Indonesia recently celebrated its 10th anniversary as a multiparty democracy.

Student Research Grants

The HKS Indonesia Program offers student research grants to Harvard University students to support independent research or other forms of study conducted in Indonesia. Learn more »

Indonesian Research Fellows

The HKS Indonesia Program invites high-caliber Indonesian researchers, academics, and practitioners to apply for Indonesia Research Fellowships for the period August 2011 to June 2012 in order to pursue independent research projects in residence at HKS. The opportunity will be open to candidates from government, academia, and independent researcher communities. Preference will be given to candidates whose proposed area of research is linked to the Research Priorities of the HKS Indonesia Program. Applications will require a proposal describing research or project to be conducted, including the main policy questions to be examined, the value to Indonesia, the relevant literature and data, the research methodology to be used, the results to be achieved, the relationship of this proposed Research Fellowship to any previous or future research. Learn more »

Research

The HKS Indonesia Program develops research projects on key policy challenges facing the country. Building upon the Ash Center’s intellectual capital—with faculty who conduct cutting-edge research on democracy, governance, and development—the HKS Indonesia Program explores both how Indonesia can serve as a model to other democratizing countries and how its political and economic institutions can be reformed to ensure that its fledgling democracy endures and thrives. The Program works closely with Indonesian scholars, policymakers, and business leaders to strengthen policy education and research in Indonesia and link Indonesia to regional and global knowledge networks. Its conferences facilitate the dissemination of research results.

The recently published paper From Reformasi to Institutional Transformation: A Strategic Assessment of Indonesia’s Prospects for Growth, Equity, and Democratic Governance was translated by Kompas Publishing Group and sold at Gramedia bookstores in Indonesia under the title Indonesia Menentukan Nasib. The report argues that Indonesia must engage in a thorough process of institutional transformation if it is to shed the legacy of Guided Democracy and the New Order and compete in the new globalized economy.

Executive Education

The HKS Indonesia Program develops custom executive education programs for senior Indonesian policymakers and leaders that are delivered at Harvard Kennedy School and in Indonesia. These programs may include visits to U.S. cities other than Cambridge to provide participants with opportunities to expand their professional networks and to visit sites of successful government innovations.

Sumber: http://dikti.go.id

Loading...