Institut Seni Indonesia Denpasar menggelar pembukaan rekonstruksi seni pertunjukan Joged Pingitan di Banjar Apuan Desa Singapadu Kecamatan Sukawati

Institut Seni Indonesia Denpasar menggelar pembukaan rekonstruksi seni pertunjukan Joged Pingitan di Banjar Apuan Desa Singapadu Kecamatan Sukawati

Khasanah budaya Bali bak untaian mutiara. Indah dan bernilai seni tinggi.  Salah satunya adalah Joged Pingitan. Apa itu? Institut Seni Indonesia (ISI).  Denpasar menggelar pembukaan rekonstruksi seni pertunjukan Joged Pingitan di Banjar Apuan Desa Singapadu Kecamatan Sukawati, Jumat (15/9) malam. Rekonstruksi yang melibatkan sejumlah dosen di kampus seni ini akan mengangkat kembali kesenian Joged Pingitan.

Khasanah budaya Bali bak untaian mutiara. Indah dan bernilai seni tinggi.  Salah satunya adalah Joged Pingitan. Apa itu? Institut Seni Indonesia (ISI).  Denpasar menggelar pembukaan rekonstruksi seni pertunjukan Joged Pingitan di Banjar Apuan Desa Singapadu Kecamatan Sukawati, Jumat (15/9) malam. Rekonstruksi yang melibatkan sejumlah dosen di kampus seni ini akan mengangkat kembali kesenian Joged Pingitan yang sempat dilupakan sejak puluhan tahun lalu.

Ketua LP2M ISI Denpasar I Gusti Ngurah Ardana yang hadir pada kesempatan itu menerangkan, sudah menjadi tugas dan tanggung jawab ISI Denpasar dalam membangun kembali setiap kesenian yang hampir atau pun sudah punah. ”Tugas kami melakukan rekonstruksi kesenian yang sudah punah,” ucapnya.

Dikatakannya, terungkapnya kesenian Joged Pingitan ini berawal saat penelitian pada tahun 2015. Didapatkan informasi bahwa tarian ini sempat tenar di era 1970-an. Bahkan kesenian ini pernah dipentaskan ke Jakarta. ”Itu informasi yang kami terima. Tetapi entah kenapa, sepulang dari Jakarta itulah, kesenian ini tidak muncul lagi ke permukaan,” jelasnya.

Terkait kondisi ini, ia pun menilai sangat penting dilakukannya rekonstruksi tarian Joged Pingitan. Terlebih selama ini beberapa rekonstruksi berbagai kesenian sudah berhasil dilakukan di kabupaten lain. ”Makanya tahun ini kami laksanakan rekonstruksi Joged Pingitan ini dengan harapan bisa dibangun kembali dan menambah variasi seni tari yang ada di Bali,” terangnya.

Selama proses rekonstruksi ini, ISI Denpasar sudah memilih dua narasumber yang memiliki pengetahuan tentang tari Joged Pingitan. Dua seniman asal Singapadu itu adalah I Ketut Muji dan I Made Resa. ”Kita mengambil dari narasumber yang ada di sini, model tarian seperti apa,” ujarnya.

Berdasarkan penjabaran dua seniman yang notabene sudah lansia itu, tari ini akan dikemas oleh dosen ISI Denpasar yang bertugas sekaligus selaku instruktur seperti I Nyoman Windha S.SKar., MA., I Gusti Ayu Ketut Suandewi, S.ST., M.Si., Tjok Istri Putra Padmini, SST., M.Sn. dan Ni Wayan Suartini S.Sn., M.Sn. ”Setelah didapat, bentuknya akan diajarkan kepada generasi muda yang ada di sini khususnya,” jelasnya.

Sementara itu, Dekan Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar I Wayan Suharta, S.SKar. M.Si. mengungkapkan, rekonstruksi ini merupakan permintaan masyarakat setempat agar Joged Pingitan dihidupkan kembali. ”Dosen yang hadir sebagai tim ini, semua dosen tari sehingga sangat tepat karena ini memang bidang kami,” katanya.

Menurutnya, Joged Pingitan ini sudah sebagian dilupakan, sehingga di sinilah peran ISI Denpasar mengisi kekosongan tersebut. ”Ini (Joged Pingitan-red) sesungguhnya sudah ada. Hanya masyarakat belum yakin. Ada bagian-bagian yang belum nyambung. Nah, di sini kita yang bertugas untuk menyambungkan,” ucapnya.

Disinggung apakah selanjutnya tarian ini akan tetap disakralkan, Suharta mengaku belum bisa memastikan hal tersebut. Dikatakannya, hal itu akan didiskusikan kembali dengan tokoh masyarakat setempat. 

Kajian Poskolonialitas Pada Arsitektur dan Desain Interior Taman Ujung Karangasem

Kiriman : Dr. Drs. I Gede Mugi Raharja, M.Sn (Dosen Prodi Desain Interior FSRD ISI Denpasar)

Abstrak

Taman Ujung (Sukasada) merupakan taman peninggalan Kerajaan Karangasem yang  mulai dibangun oleh Raja A.A. Gde Djelantik pada 1901, kemudian dilanjutkan oleh Raja A.A. Bagus Djelantik pada 1909 – 1920. Taman Ujung yang ada sekarang, merupakan hasil revitalisasi pada 2004. Sebelumnya, Taman Ujung mengalami kerusakan akibat erupsi Gunung Agung pada 1963, bencana gempa bumi pada 1976, 1978, dan 1980. Wacana poskolonialitas Taman Ujung direpresentasikan melalui rancangan arsitektur dan desain interiornya yang bersifat hibrid. Oleh karena, Raja Karangasem ingin menunjukkan kepada dunia Barat bahwa orang Bali saat masih dijajah oleh Belanda, telah mampu mendesain taman dengan perpaduan desain taman modern dan gaya desain taman tradisional Bali. Representasi desain hibrid tersebut menghasilkan bentuk baru identitas, melalui perwujudan bangunan paviliun modern di tengah kolam. Desain Taman Ujung juga merepresentasikan adanya diplomasi kebudayaan dengan identitas etnik. Hal ini ditunjukkan oleh adanya kreasi ragam hias bergaya tradisi Bali, tetapi memvisualkan singa bermahkota dan mahkota diapit oleh dua ekor singa. Ragam hias ini terinspirasi oleh mahkota Ratu Wilhelmina dan simbol Kerajaan. Kreativitas lokal ini menunjukkan adanya diplomasi kebudayaan dengan Kerajaan Belanda dan tetap menjunjung tinggi identitas etnik Bali. Diplomasi kebudayaan melalui ragam hias oleh Raja Karangasem, menunjukkan bahwa Raja Karangasem telah melakukan upaya negosiasi secara damai dengan Kerajaan Belanda. Sehingga tak perlu lagi melakukan perang, untuk membina hubungan harmonis yang dapat mengalirkan kemajuan bagi Kerajaan Belanda.

Kata Kunci: Hibrid, Diplomasi, Ragam Hias, Negosiasi, Etnik  

Selengkapnya dapat unduh disini 

 

Kontribusi ISI Denpasar untuk Desa Adat dan Pura di Bali Sampai Agustus 2017, Telah Ngayah di 11 Tempat

Kontribusi ISI Denpasar untuk Desa Adat dan Pura di Bali Sampai Agustus 2017, Telah Ngayah di 11 Tempat

Sumber : Humas ISI Denpasar

SINGARAJA

Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar komitmen memberikan kontribusinya kepada pura-pura dan desa adat di seluruh kabupaten di Bali melalui kegiatan ngayah atau mempersembahkan tarian, sekaha tabuh dan lain-lain tanpa memungut biaya. Tahun 2017, terhitung dari Maret-Agustus, Civitas Akademika ISI Denpasar telah ngayah di 11 pura, dan diakhiri di Pura Dalem Penyucian, Desa Bungkulan, Singaraja, belum lama ini. Demikian dikatakan Warek IV ISI Denpasar I Ketut Garwa, S.Sn M.Sn, di Denpasar, Senin (4/9).

Ngayah, menurut Garwa juga untuk memperkuat hubungan kerja sama dengan semua pihak. Karena keberhasilan suatu institusi dapat diketahui dari manfaat yang dirasakan oleh masyarakat “Ngayah (bekerja secara ikhlas tanpa pamrih/imbalan) ini sudah terlaksana sejak 12 tahun secara rutin,” kata dia. Acara “ngayah” paling utama adalah di Pura Besakih dan Pura Batur sebagai taksu dan mempererat persaudaraan sesama masyarakat.

Lebih lanjut, Garwa menerangkan, pihaknya memiliki program pentas seni ke desa-desa sesuai permintaan masyarakat dengan menyesuaikan tingkat keperluannya. Selain itu, ada kegiatan pentas seni secara rutin di pura kayangan jagat yakni di Pura Besakih dan Pura Batur. “Kegiatan tersebut melibatkan semua pihak mulai dari mahasiswa, dosen dan pihak terkait,” imbuhnya.

Dikonfirmasi terpisah, Pengempon Pura Dalem Penyucian, Desa Bungkulan Ida Rsi Agung Wayabiya menyampaikan apresiasi atas kontribusi ISI Denpasar, karena telah melaksanakan swadharma untuk kepentingan umat Hindu di Bali. “Mahasiswa dan dosen sangat tulus ngayah di pura yang kami sung-sung. Mereka menampilkan Tari Rejang, Baris Gede, Topeng, seerta Penabuh Gong Gede. Ini sangat luar biasa,” ungkapnya.

Ida Rsi Agung juga memaparkan, hubungannya dengan perguruan tinggi yang beralamat di Jl. Nusa Indah, Denpasar itu sudah terjalin sangat baik, jauh sebelum berstatus Institut. Ida Rsi berharap, ISI Denpasar meningkatkan lagi kegiatan rekonstruksi berbagai kesenian sakral yang hampir punah di desa-desa pakaraman di Bali. “Hubungan kami dengan dosen-dosen ISI sangat baik dari dulu, sebelum jadi institut. Saya yakin keberadaan ISI Denpasar, mampu membangkitkan dan merawat kebudayaan kita di Bali,” ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ka Biro Akademik, Kemahasiswaan, Perencanaan dan Kerjasama ISI Denpasar Drs. I Gusti Bagus Priatmaka, MM., menyampaikan, kegiatan ngayah sangat efektif untuk melatih karakter dan tata krama mahasiswa yang berhubungan langsung kepada masyarakat. Selain itu, hal itu juga untuk melatih mahasiswa agar terbiasa melakukan aktivitas.

Untuk itu, pihaknya memberikan apresiasi kepada seluruh civitas akademika secara pribadi maupun sanggar yang telah menjadi pelopor ngayah kepada masyarakat. Bentuk Ngayah diantaranya, pertunjukan gamelan, tari dan membantu pembuatan penjor dalam acara piodalan pura tersebut. 

Menurutnya, ISI Denpasar terus meningkatkan kerja sama dengan berbagai pihak untuk mendukung proses pembelajaran kesenian secara internal, regional, nasional, hingga internasional. Hal itu untuk mewujudkan visi ISI Denpasar menjadi pusat unggulan (Centre of Excellence) seni budaya berbasis kearifan lokal dan berwawasan universal.

ISI Denpasar Sahkan Ratusan Mahasiswa Baru

ISI Denpasar Sahkan Ratusan Mahasiswa Baru

Sumber : http://bali.antaranews.com/berita/110311/isi-denpasar-sahkan-ratusan-mahasiswa-baru-video

Denpasar (Antara Bali) – Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Prof. Dr. Arya Sugiartha, S.Kar. M.Hum mengesahkan ratusan mahasiswa baru Tahun Akademik 2017/2018 dalam Sidang Terbuka di Denpasar, Senin.

Acara yang juga dirangkai dengan penutupan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) itu dihadiri ratusan mahasiswa baru  dan sejumlah civitas akademika serta para orangtua mahasiswa.

Pementasan Pedel dan Tari Siwa Nataraja itu langsung diperagakan oleh mahasiswa baru yang telah dilatih pada masa PKKMB.

Arya Sugiartha mengatakan mahasiswa baru harus meningkatkan kualitas dan nantinya setelah lulus dari  ISI Denpasar sudah dipastikan memiliki lapangan pekerjaan, baik itu abdi negara maupun wirausaha.

“Itu sesuai juga dengan visi ISI Denpasar menjadi Pusat Unggulan Budaya Berbasis Kearifan Lokal Berwawasan Universal,” katanya.

Sementara itu, pembantu Rektor tiga Drs. I Wayan Gulendra, M.Si melaporkan PKKMB yang terlaksana selama empat hari yakni 14-18 Agustus 2017, diikuti 462 mahasiswa.

Ke-462 mahasiswa itu terdiri dari 206 mahasiswa dari Fakultas Seni Pertunjukan dan 256 mahasiswa dari Fakultas Seni Rupa dan Desain.

PKKMB tersebut juga menghadirkan sejumlah narasumber yakni Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) IX/Udayana Mayjen TNI Komaruddin  Simanjuntak, BNN Provinsi Bali, Sketsa bagi Seni Rupa dan Desain, Pelatihan Pedel dan Tari Siwa Nataraja bagi seni pertunjukan. (*)

Video oleh Dessy Dora

Loading...