Pengertian Fotografi dan Foto Jurnalistik

Oleh: A.A Gde Bagus Udayana

Fotografi menurut Amir Hamzah Sulaeman mengatakan bahwa fotografi berasal dari kata foto dan grafi yang masing-masing kata tersebut mempunyai arti sebagai berikut: foto artinya cahaya dan grafi artinya menulis jadi arti fotografi secara keseluruhan adalah menulis dengan bantuan cahaya, atau lebih dikenal dengan menggambar dengan bantuan cahaya atau merekam gambar melalui media kamera dengan bantuan cahaya (1981;94).

Fotografi juga merupakan gambar, fotopun merupakan alat visual efektif yang dapat menvisualkan sesuatu lebih kongkrit dan akurat, dapat mengatasi ruang dan waktu. Sesuatu yang terjadi di tempat lain dapat dilihat oleh orang jauh melalui foto setelah kejadian itu berlalu.

Pada dasarnya tujuan dan hakekat fotografi adalah komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi antara fotografer dengan penikmatnya, yaitu fotografer sebagai pengatar atau perekam peristiwa untuk disajikan kehadapan khalayak ramai melalui media foto.

Fotografi kewartawanan mempunyai daya jangkau yang sangat luas. Dia menyusupi seluruh fase intelektual hidup kita, membawa pengaruh besar atas pemikiran dan pembentukan pendapat publik. Kerja seorang wartawan foto adalah titipan mata dari masyarakat di mana fot yang tersaji adalah benar-benar bersifat jujur dan adil. Fotografi kewartawanan atau jurnalis adalah profesi pekerjaan untuk memperoleh bahan gambar bagi pemakaian editorial dalam surat kabar, majalah serta penerbitan lain. Sedangkan pekerjaannya sendiri memperoleh gambar-gambar yang akan melukiskan berita, memperkuat berita yang ditulis oleh reporter dan menyajikan berita secara visual.

Photo-Journalism menurut Norman, dipahami sebagai mencakup kombinasi gambar-gambar(ilustrasi) dan cerita (story). (1981; 183) fotografi pers merupakan pekerjaan memperoleh bahan gambar-gambar bagi pemakai editorial dalam surat kabar, majalah dan penerbitan lainnya, sudah ada pada pers Indonesia. Pekerjaan press fotographer adalah memperoleh gambar-gambar yang akan melukiskan berita, memperkuat cerita yang ditulis oleh reporter dan menyajikan berita secara visual.

Sesuai dengan sasaran yang esensial dari pekerjaan jurnalistik atau kewartawanan, yaitu membantu khalayak ramai mengembangkan sikap untuk menghargai apa yang dianggap baik, di samping merangsang kemauan untuk merubah apa yang dianggap kurang baik. Salah satu ciri yang dimiliki para juru foto koran adalah secepatnya disampaikan kehadapan sidang pembaca. Secepatnya berarti sesuai dengan sajian kehangatan peristiwa itu sendiri, sehingga betapa baiknya sebuah photo belumlah punya arti sebagai berita jika hanya disimpan dalam laci atau album.

Ritual Ider Bumi Di Desa Kemiren, Glagah, Banyuwangi

Oleh: Sulistyani (Dosen PS. Seni Tari)

Ritual Ider Bumi adalah sebuah ritual yang diselenggarakan masyarakat Using di Desa Kemiren Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi. Seba-gai ungkapan rasa syukur atas keselamatan seluruh warga masyarakat lewat keamanan desa. Peristiwa ritual Ider Bumi ini selalu disambut oleh seluruh warga karena terkait dengan mitos yang diyakininya tentang Buyut Cili (danyang Desa Kemiren).

Kata ider bumi merupakan penggabungan dari dua kata yaitu ider dan  bumi. Kedua kata tersebut masing-masing mempunyai arti dan makna tersendiri. Menurut Poerwadarmito (1939:33 dan 167) kata ider berarti ber-keliling kemana-mana, dan kata bumi artinya jagat atau tempat berpijak. Dari arti kedua kata tersebut dapat dimengerti bahwa Ider Bumi dimaksud-kan adalah kegiatan mengeliling tempat berpijak atau bumi.

Keyakinan seluruh warga Desa Kemiren tentang Buyut Cili dapat di-katakan percaya terhadap mitos, karena cerita tentang Buyut Cili tidak ada satupun data yang otentik dapat menguak cerita yang ada, sumber yang didapat berdasarkan keterangan secara lisan dari warga pendukungnya, teta-pi masyarakat Kemiren sebagai penyangga budaya sangat meyakininya. Ce-rita tentang Buyut Cili diturunkan dari masyarat dahulu hingga sekarang secara lisan.

Batasan tentang mitos telah dipaparkan secara jelas oleh Endraswara (2003:193) bahwa mitos adalah cerita suci berbentuk simbolik yang mengi-sahkan serangkaian nyata dan imajiner menyangkut asal-usul dan perubah-an-perubahan alam raya dan dunia, dewa-dewi, kekuatan-kekuatan atas ko-drati, manusia, pahlawan, dan masyarakat. Ciri mitos adalah memiliki sifat suci atau sakral, karena terkait dengan tokoh yang sering dipuja. Mitos seringkali sulit dipahami kebenarannya, dan sering bersumber dari tempat-tempat sakral.

Peursen dalam Daeng (2000:81) juga memperjelas tetang fungsi mi-tos dalam masyarakat bahwa mitos yang berupa cerita yang mampu mem-berikan pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang. Mitos juga mampu menyadarkan manusia akan kekuatan-kekuatan ajaib. Melalui mitos manusia dibantu untuk dapat menghayati daya-daya sebagai suatu kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam.

Dari uraian ini mampu memberikan kejelasan tentang keadaan yang terjadi di Desa Kemiren, bahwa Buyut Cili mampu selalu hadir dalam kepercayaannya, mampu memberikan pedoman bagi seluruh warga untuk berbuat baik dan selalu ingat bahwa di luar mereka ada sesuatu kekuatan yang mampu mempengaruhinya.

Tempat yang disakralkan dijadikan sebagai objek atau sarana per-sembahan seperti sebuah makam Buyut Cili yang ditempatkan di atas sega-lanya oleh warga Desa Kemiren. Oleh karena itu segala peristiwa dikaitkan dengannya, terbukti dari kegiatan yang dilaksanakan warga selalu melibat-kan persembahan sesaji untuk Buyut Cili lewat upacara slametan.

Upacara slametan merupakan ritual yang dilaksanakan oleh masya-rakat di Jawa pada umumnya, dari masing-masing daerah mungkin saja berbeda istilah dan tata caranya, tetapi pada intinya sebuah slametan dimak-sudkan untuk memohon keselamatan seluruh pelaksananya. Harapan masa depan yang lebih cemerlang, dan untuk mendapatkan ridha Tuhan. Mereka takut meninggalkan kegiatan ini karena sudah menjadi keyakinannya apabi-la meninggalkan tradisi ini dan melanggar  tidak akan mendapat berkah.

Ritual-ritual yang terdapat di Banyuwangi pada umumnya melibat-kan sajian seni pertunjukan, hal ini senada dengan penjelasan Kusmayati (2000:12) yang  bertolak dari peristiwa ritual di Madura. Menurutnya upa-cara merupakan ungkapan kehendak bersama suatu masyarakat, yang di-wujudkan melalui media gerak, suara serta rupa yang dibawakan sebagai sebuah sajian yang mengetengahkan aspek-aspek estetis-koreografis. Pelak-sanaan ritual merupakan peristiwa budaya karena tidak hanya diwujudkan lewat salah satu materi persembahan tetapi penggabungan berbagai unsur yaitu ritual slametan atau makan bersama dengan sarana yang sudah disepa-kati dan dibakukan oleh seluruh warga dengan penyajian berbagai bentuk seni pertunjukan.

Pelaksanaan ritual Ider Bumi, dengan menyajikan berbagai macam seni yang diwujudkan dalam sajian prosesi (arak-arakan), merupakan jalan bersama seluruh peserta dengan mengikuti rute yang telah ditentukan, da-lam peristiwa ini terjadi interaksi yang sangat akrap antar semua peserta. Arak-arakan dapat disejajarkan dengan sebuah festival karena merupakan sebuah pesta budaya yang bersifat publik, yang selalu dikaitkan dengan ri-tus keagamaan. Adapun ciri festival adalah pluralitas ekspresi seni budaya (Hidayat, 2003:9).  Ritual Ider Bumi mampu menunjukkan betapa eratnya hubungan antara agama dan budaya yang tampil di dalam sebuah festival.

Ritual Ider Bumi Di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, selengkapnya:

Apresiasi Musik

Apresiasi Musik

Oleh: Ketut Sumerjana (dosen PS. Seni Karawitan)

Bhakti PringPengalaman musikal manusia beraneka ragam dan sejauh ini tidak ada yang memiliki pengalaman yang persis sama (Hugh M. Miller. 1958 : 1). Yang jelas adalah berwarna manusia tidak dapat menghindar dari pengalaman musikal, dengan demikian bisa dikatakan bahwa mungkin musik merupakan sumberdaya berharga dari sekian banyak pengalaman manusia. Jika seseorang menyadari arti penting yang potensial dari musik dalam kehidupannya, biasanya seseorang tersebut akan berhasrat untuk menjadikan pengalaman musikal tersebut lebih  berharga lagi.

Dengan adanya bermacam-macam jenis musik, maka pengalaman musikal yang diterima umat manusiapun beraneka ragam pula. Tingkat pengalaman musikal seseorang inilah yang akan menentukan seberapa jauh tingkat apresiasi seseorang terhadap musik. Hal lain yang menentukan tingkat apresiasi musik seseorang juga ditentukan dengan usaha secara sadar dalam latihan mendengarkan musik secara penuh pengertian. Sebab yang perlu diingat adalah bahwa kegiatan apresiasi musik bernilai tinggi tidaklah mudah untuk mengapainya.

Istilah apresiasi berasal dari trimologi Ingris, yakni appreciate yang berarti menghargai (John M. Echols dan Hassan Shadily, 1989 : 35). Jadi apresiasi musik dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memahami musik dengan jalan menghargainya. Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap hasil penciptaan karya seni merupakan suatu bukti nyata fisikal (physical evidence), terbentuk dari suatu proses pemikiran serta usaha seniman dalam berolah seni. Dalam apresiasi mau tidak mau berkaitan dengan pengkajian seni itu sendiri sebagai suatu substansi fenomena fisik yang primair (primary document).

Pemunculan sebuah komposisi sebagai suatu substansi fisik yang kasat mata dengan spesifikasi tersendiri, memberikan keluasan pengkajian yang disesuaikan dengan disiplin penikmat yang ada, dan disejajarkan dengan kaidah dari jenis karya seni. Selanjutnya kesetaraan penikmat seni dengan bunyi yang dikaji, dapat memberikan peluang adanya suatu premis terhadap keterkaitan antara komposisi seni musik dengan penikmatnya. Kondisi seperti ini dapat ditelaah lebih dalam lagi dengan berbagai segi dan cara pandang tertentu yang di antaranya adalah : estetik, artistik, form, irama dan lain sebagainya.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah apresiasi mempunyai arti : kesadaran terhadap nilai-nilai seni dan budaya dan penilaian/penghargaan terhadap sesuatu (Anton Moelino, 1989 : 41). Dengan berlandaskan pada keterangan tersebut dapatlah kiranya ditarik suatu benang merah antara istilah apresiasi dan apresiasi musik. Karena dalam apresiasi diperlukan adanya kesadaran terhadap nilai-nilai seni, sudah sewajarnya bila didalam apresiasi musik juga diperlukan adanya kesetaraan nilai-nilai seni dalam disiplin seni musik. Penginderaan tentang kesadaran nilai-nilai seni musik dapat dengan menggunakan pendekatan musikologi untuk mengetahui bobot kesadaran yang dimilikinya.

Musikologi merupakan terjemahan dalam Bahasa Ingris musicology, istilah ini berangkat dari terminologi Prancis yakni musicology, hal ini sejalan dengan istilah Jerman abad 19 musikwissenschaft. Istilah ini dianggap paling tepat untuk menggambarkan suatu disiplin yang membahas tentang pengetahuan serta penelitian dari semua aspek tentang musik. Awal dari rentangan musikologi sangat luas, yakni dari sejarah musik barat hingga taksonomi musik primitif, dari akusti ke estetika, dari harmoni dan kontrapung hingga pedagogi piano. Elaborasi tentang katagori musikologi sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan banyak bermunculan, dimulai dari formula Hugos Riesman dan Guido Adler pada abad 19, sampai pada Charles Seeger, seorang plopor Ethnomusikologi Amerika moderen yang berasil menerbitkan formulasi tentang klasifikasi musik secara komprehensif.

Aprsiasi Musik, selengkapnya:

Pemanfaatan Limbah Batu Padas Sebagai Benda Kerajinan Patung Di Desa Batubulan Gianyar Bali

Oleh: Drs. I Nyoman Parnama Ricor.

Dalam kancah kesenirupaan kata “kreatif” senantiasa menjadi tuntutan pelakunya. Tujuannya bermacam-macam, seperti kebebasan ekspresi, penemuan baru, peningkatan kualitas karya, pencarian diri, bahkan politik, ekonomi, dll. Maka dari itu dalam perguruan tinggi seni di Indonesia diselipkan mata kuliah “Eksperimen Kreatif”. Seni Rupa ITB telah  melaksanakan kuliah ini tahun 70 an. Hasil karya yang muncul banyak ditunjukkan oleh seniman patung Drs. G. Sidharta  Soegijo dengan karya-karya yang mempergunakan beragam media dan hasilnya sangat mengagumkan (Rizki A.Z. 1997: 4).  Perkembangan selanjutnya pada perguruan tinggi seni lainnya juga melengkapi kurikulumnya dengan Mata Kuliah Eksperimen Kreatif seperti FSRD ISI Denpasar.

Terkait dengan hal diatas para seniman dan perajin hendaknya mempunyai keselarasan visi dengan misi yang berbeda sesuai media yang dipakai. Hasil yang diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi yang menyeimbangkan dan melestarikan alam.

Desa Batubulan Kabupaten Gianyar yang dekat dengan Kota Denpasar merupakan jalur wisata yang terkenal dengan pergelaran tari barong yang disuguhkan kepada wisatan asing di Bali. Hampir setiap hari ada pementasan tari barong di desa ini. Desa ini juga dikenal masyarakat luas sebagai pembuat seni kerajinan patung dari bahan batu padas dan batu hitam. Berbagai bentuk dan ukuran produk kerajinan patung dengan mudah dapat dilihat di sepanjang jalan di Desa Batubulan.  Kedua profesi di atas seolah telah menjadi trade mark penduduk dan desa Batubulan.

Dari pengamatan peneliti, beberapa tahun terakhir ini terlihat ada perubahan yang terjadi pada pembuatan patung tersebut. Para perajin patung mendaur ulang kembali serpihan-serpihan batu padas sisa pahatan. Kreatifitas perajin dalam memanfaatkan kembali sisa-sisa hasil pahatan merupakan langkah yang perlu dihargai karena mereka akhirnya dapat menekan harga pembelian bahan baku. Dengan harga bahan baku yang relatif lebih murah dari batu padas asli maka produk akhirnya dapat dijual lebih murah sehingga bisa lebih bersaing dengan produk sejenis.

Pemanfaatan kembali (daur ulang) limbah batu padas ini memberi dampak positif terhadap lingkungan pekerja. Karena bahan ini dianggap beban di tempat kerja, maka banyak perajin patung menjualnya sebagai bahan campuran pembuatan tanah liat genteng dengan harga murah. Namun sekarang hal tersebut tidak terjadi lagi. Proses daur ulang membawa dampak yang positif terhadap lingkungan dan kesejahtraan perajin.

Bertolak dari paparan di atas penulis akhirnya meneliti bagaimana proses daur ulang limbah batu padas tersebut sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan baku benda kerajinan seperti patung dan benda kerajinan lainnya. Disamping itu penulis ingin melihat bagaimana daya saing benda kerajinan ini  yang terbuat dari bahan baku daur ulang dengan benda kerajinan yang terbuat dari batu padas asli (tanpa daur ulang).

Pengertian Seni Patung

Karya seni patung dapat digolongkan menjadi dua yaitu seni patung sebagai media ekpresi jiwa siseniman patung, bentuknya bisa realis sampai ke abstrak. Seni patung untuk seni, sifatnya indivual. Kedua seni patung sebagai media kerajinan yang tujuannya untuk komsumsi pasar, dibuat oleh perajin, karyanya dapat digandakan, pembuatannya merupakan tuntutan pasar. Maka dari itu wujud visualnya merupakan cerminan kebutuhan pasar.  Selain pemilahan di atas jenis patung juga dapat dilihat dari jenis bahan yang digunakan, bentuk, fungsi dan sebagainya.

Seni patung merupakan perwujudan dalam bentuk tiga dimensi artinya bentuk yang mempunyai volume (suatu bentuk yang memiliki ukuran tinggi, lebar dan panjang) baik padat maupun hampa, dapat dilihat dari segala sudut, memiliki serba muka (multi surface). dapat dilihat dari segala sudut muka, samping, belakang, atas, atau bawah.

Bentuk pada seni patung merupakan perwujudan seni rupa yang paling kongkrit dapat diterima oleh indra manusia. Bentuk patung adalah utuh tidak ada sudut yang luput penglihatan, tidak ada bagian terkecilpun tersembunyi. Herbert Read mengatakan bahwa seni adalah kesatuan utuh yang serasi dari semua elemen, estetis, garis, ruang, warna, terjalin dalam satu kesatuan yang disebut bentuk (Soedarso, SP (ed), 1992).

Seni Kriya Dalam Ekonomi Kreatif

Seni Kriya Dalam Ekonomi Kreatif

Karya Kriya Seni

Karya Kriya Seni

Oleh: I Made Sumantra. Kriya (craft) merupakan salah satu nomenklatur dalam kreatif ekonomi, adapun pengertian ekonomi kreatif yaitu: “ Creative economy where the major inputs and outputs are ideas” demikian John Howkins dalam bukunya The Creative Economy: How People Make Money From Ideas. Ide adalah suatu komediti yang dapat dieksplorasi dengan tiada habisnya. Manusia dengan akal budinya disertai kreativitas yang ditempatkan dalam lingkungan yang kondusif akan mampu menghasilkan produk-produk kreatif bernilai ekonomi. Bidang-bidang yang mencangkup dalam koridor ekonomi kreatif terdapat di dalamnya craft (kriya).

Souvenir dan kriyawan merupakan salah satu mata rantai penting industri pariwisata. Hal ini dapat dilihat pada sentral-sentral seni kriya di Bali di mana telah menjadi bagian penting mata rantai kunjungan wisata ke Bali.

Belanja souvenir di Bali menjadi motivasi utama, 30-40% penjualan produk merupakan interaksi langsung dari kunjungan wisatawan/ pembelian retail, sementara 60-70% adalah produk ekspor (wholesale). Produk-produk kriya Bali telah menjadi elemen penunjang interior dan eksterior fasilitas kepariwisataan (hotel, rumah makan, taman kota, pusat Spa, kesehatan, dan sebagainya), baik di kota-kota lain di Indonesia maupun di luar negeri.

Melihat potensi kekayaan seni kriya Indonesia yang begitu tinggi menjadi sangat penting untuk dikembangkan menjadi kontributor utama dalam era ekonomi kreatif ini. Karena dari semua nomenklatur ekonomi kreatif yang ada seni kriya tidak tergantung pada teknologi tinggi baik perangkat keras maupun perangkat lunak yang mahal harganya. Seni kriya sangat sesuai dengan kondisi sosial-budaya Indonesia dan dapat mendorong penigkatan ekonomi kerakyatan. Industri kriya dapat dikembangkan secara padat karya sehingga dapat memberikan pekerjaan kepada masyarakat.

Makin menyusutnya sumber daya alam diperlukan suatu kearifan dalam mengolah alam dan cara-cara lain untuk memutar roda perekonomian bangsa Indonesia. Salah satu cara yaitu menerapkan ekonomi kreatif sebagai sumber perekonomian. Pengembangan seni kriya dapat dijadikan suatu model ekonomi kreatif di Indonesia. Seni kriya dapat dilakukan dengan memanfaatkan materi dari alam maupun sentetis. Dengan eksplorasinya material dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin bahkan dari limbah sekalipun dapat dihasilkan produk kriya.

Namun dalam penembangan kriya ini, terdapat beberapa permasalahan baik pada produk, pemasaran, SDM maupun sektor pariwisata itu sendiri. Di mana untuk produk ada beberapa kasus, produk kriya dirasakan kurang menarik karena bentuknya yang berat dan rentan terhadap kerusakan/ patah. Kriyawan seringkali kurang memperhatikan display produk untuk menarik konsumen (produk kebanyakan ditata seadanya). Seringkali ditemukan, bahwa kemasan produk kriya untuk ritail masih rendah, belum memperhatikan unsur kemudahan, keamanan, estetika, yang bisa meningkatkan nilai jual produk. Interaksi dengan industri sekala besar/ekspor dan permintaan pasar menjadikan bentuk dan ragam hias produk lokal banyak dipengaruhi oleh unsur luar, sehingga kehilangan kekhasannya.

Sebelum berbicara pasar, harus dilihat terlebih dahulu sejauh mana daya saing produk seni kriya Indonesia di pasar domestik maupun internasional. Ada beberapa masalah menyangkut daya saing produk kriya Indonesia antara lain: masalah disain, masalah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan masalah pemasaran.

Selengkapnya Seni Kriya Dalam Ekonomi Kreatif:

Local Content Dalam Karakter DKV Untuk Membangun Keunggulan Budaya Lokal

Oleh: I Nengah Sudika Negaradan Ida Bgs. Kt. Trinawindu

Bali merupakan daerah pariwisata yang sudah terkenal di seluruh dunia. Untuk memperkenalkan berbagai obyek wisata yang ada di Bali diperlukan media informasi yang memadai, salah satu media tersebut adalah media desain komunikasi visual. Unsur pembentuk desain komunikasi visual terdiri dari teks/huruf, ilustrasi/gambar dan warna. Dari unsur tersebut dapat ditampilkan berbagai budaya Bali sebagai local content media komunikasi visual sehingga budaya kita dapat lebih dikenal. Dengan menampilkan local content dalam unsur media tersebut setidaknya kita ikut berpartisipasi membangun Bali dari sisi budaya dan diharapkan tercipta keunggulan budaya lokal.

Selama ini upaya untuk menampilkan local content dalam media desain komunikasi visual sudah ada, kita sudah upayakan mulai dari bidang akademis yaitu di lembaga institusi ISI Denpasar telah diupayakan dengan megarahakan tugas-tugas perancangan desain komunikasi visual untuk menampilkan budaya lokal sehingga nantinya tercipta desain-desain yang menampilkan budaya Bali, apapun tema/kasus  yang diangkat (sosial/kampanye atau komersial) diupayakan mengandung unsur lokal. Tetapi kalau kita lihat di lapangan media komunikasi visual yang berupa iklan, baliho, poster, dan lain-lain sangat terbatas menampilkan budaya lokal, lebih banyak menampilkan budaya luar Bali bahkan masih banyak yang menampilkan budaya dari luar negeri, sehingga tidak mendukung keunggulan lokal Bali. Salah satu penyebabnya adalah, Bali hanya sebagai tempat beredarnya media tersebut, artinya media tersebut diproduksi di luar Bali dan bukan oleh orang Bali.

Saat ini jumlah alumni desain komunikasi visual yang berhasil ditamatkan oleh ISI Denpasar kian tahun semakin banyak sehingga designer-designer tersebut nantinya diterima  bekerja pada perusahaan bidang desain komunikasi visual dan diharapkan dapat menciptakan desain-desain yang menampilkan budaya Bali.

Local Content Dalam Karakter DKV Untuk Membangun Keunggulan Budaya Lokal, selengkapnya:

Loading...