Sambutan Direktur eksekutif HEI-IU, Dr. I Nyoman Suteja

Sambutan Direktur eksekutif HEI-IU, Dr. I Nyoman Suteja

Nyoman SutejaTiga pilar yang menjadi acuan dasar kebijakan Direktorat Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional untuk kurun waktu 2003 – 2010 dikenal dengan sebutan HELTS (Higher Education Long Term Strategy) 2003 – 2010. Ketiga pilar tersebut ádalah: the nation’s competitiveness, organization health, and autonomy/ decentralization. Sejalan dengan ketiga pilar yang menjadi acuan dasar tersebut, ISI Denpasar telah melakukan berbagai upaya untuk dapat ikut ambil bagian dalam upaya mewujudkan ketiga kebijakan dasar tersebut. Salah satu upaya yang cukup gencar dilakukan dalam kurun waktu 2003 – 2010 adalah dengan terus berusaha mendapatkan hibah-hibah pendanaan penyelenggaraan tri-dharmanya dengan senantiasa mengikuti kompetisi antar nerguruan tinggi tingkat nasional untuk memenangkan Program Hibah Kompetisi (PHK).

Dalam kurun waktu 2003-2010 ISI Denpasar telah berhasil memenangkan beberapa PHK prestigius, seperti: PHK DUE-like dalam periode 2003 – 2007 (selama 5 tahun) yang sasarannya untuk peningkatan pendidikan program S-1 (Developing Undergraduate Education), dan PHK Unggulan Bidang Seni (PHK: B-Seni) dalam periode 2007 – 2009 (selama 3 tahun) yang sasarannya adalah untuk pembiayaan program-program unggulan pada tingkat program studi, PHK Inherent dalam periode 2006-2008 yang sasaran lebih banyak kepada implementasi IT untuk kampus.

Saat ini yang sedang dalam periode implementasi adalah Program Hibah Kompetisi “I-MHERE (Indonesia – Managing Higher Education for Relevance and Efficiency) Sub-component B.1. Batch III. Secara garis besar PHK ini bertujuan untuk memperkuat sejumlah Program Studi dalam upaya meningkatkan relevansi dan efisiensinya serta untuk peningkatan tanggungjawab sosialnya terhadap masyarakat. Secara lebih rinci PHK ini di ISI Denpasar mencakup 3 (tiga) sub-program dan masing-masing dibagi menjadi sejumlah kegiatan dengan rincian sebagai berikut.

  1. Program untuk peningkatan tanggungjawab sosial (University/Institution Wide Programs) meliputi: (1) satu program out-reach (Meningkatkan jumlah calon mahasiswa dari kelompok masyarakat yang kurang beruntung secara ekonomi atau geografis), dan (2) satu program Com.Dev. (Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat melalui Kerjasama dengan Kelompok Masyarakat Pengerajin di Gianyar).
  2. Program untuk Memperkuat Program Studi Kriya Seni yang meliputi tiga kegiatan, yaitu: (1) Menyempurnakan Mata Kuliah Kriya Seni untuk Memperkuat Kompetensi Lulusan; (2) Meningkatkan Kemampuan Bahasa Inggris Dosen dan Mahasiswa; dan, (3) Inventarisasi Kriya Seni Bali melalui Survey Pemetaan di Bali.
  3. Program untuk Memperkuat Program Studi Seni Karawitan yang meliputi empat kegiatan, yaitu: (1) Meningkatkan Proses Pembelajaran Seni Karawitan melalui Pengembangan Pengajaran Holistik; (2) Meningkatkan Keterampilan Mahasiswa di Bidang Konstruksi dan Pelarasan Gamelan; (3) Rekonstruksi Repertoir, Konsep, dan Tata Nilai Gamelan Bali; dan, (4) Meningkatkan Kualitas Proses Pembelajaran yang Berbasis TI.

Program dan Kegiatan yang dilaksanakan melalui I-MHERE Sub-Component B.1 Batch III ini diharapkan akan dapat memberikan kontribusi dan dukungan yang signifikan terhadap aktualisasi dari visi dan misi ISI Denpasar dan terhadap kebijakan nasional Pendidikan Tinggi di Indonesia yang tertuang dalam HELTS 2003-2010.

HEI-IU IMHERE ISI Denpasar,

Direktur Eksekutif.

Sekaa-Sekaa Gambang di Kota Denpasar

Sekaa-Sekaa Gambang di Kota Denpasar

Kiriman I Gede Yudatha (Dosen Program Studi Seni Karawitan ISI Denpasar)

Gamelan GambangSebagai salah satu seni pendukung aktivitas ritual dalam masyarakat Bali, keberadaan kesenian Gambang tersebar di seluruh kabupaten dan kota. Dari survey yang dilakukan ASTI Denpasar (sekarang ISI) pada tahun 1988 tercatat tidak kurang dari 82 barung gamelan Gambang masih dapat di jumpai di Bali dimiliki oleh desa, sekaa, lembaga formal dan perorangan (Rai, S. 1998:2). Jumlah tersebut tentunya cukup besar bagi sebuah kesenian golongan tua, karena bentuk kesenian tua lainnya populasinya lebih sedikit dari gamelan Gambang. Namun demikian di wilayah Kota Denpasar kesenian ini merupakan salah satu kesenian langka. Bila dibandingkan dengan gamelan lainnya seperti Gong Kebyar, Pelegongan, Angklung dan yang lainnya, populasi gamelan Gambang dapat dihitung dengan jumlah jari tangan.

Populasi tersebut kemudian mengalami peningkatan dimana dari hasil rekonstruksi yang dilakukan oleh masyarakat di daerah Binoh, Ubung Kaja, Denpasar Barat, pada 28 September 2004 berhasil di wujudkan kembali kesenian Gambang di wilayah tersebut, dimana sebelumnya sudah dinyatakan punah. Selanjutnya pada tahun 2008, atas inisiatif pemerintah dan seniman Kota Denpasar melalui Dinas Kebudayaannya diadakan kembali 4 (empat) barung Gamelan Gambang yang nantinya akan disebar ke empat wilayah kecamatan di Kota Denpasar. Dari hasil pendataan tersebut hingga saat ini terhitung terdapat 9 (sembilan) barung gamelan Gambang yang tersebar di wilayah Kota Denpasar.

Sekaa Gambang Pura Klaci, Desa/Banjar Sebudi Sumerta Klod

Pura Klaci merupakan sebuah tempat persembahyangan masyarakat yang terdapat di wilayah Banjar Sebudi, Desa Sumerta Klod. Pura ini disungsung oleh sekelompok keluarga serta masyarakat yang terdapat di sekitarnya. Sebagai ebuah tempat persembahyangan, sebagaimana pura-pura yang lainnya perayaan piodalan atau petirtan dilaksanakan setiap enam bulan sekali yaitu bertepatan pada hari Sabtu, Saniscara Umanis Watugunung atau bertepatan dengan perayaan Hari Raya Saraswati yang merupakan peringatan terhadap turunnya Ilmu Pengetahuan.

Di dalam pura tersebut tersimpan seperangkat barungan gamelan Gambang yang disebut dengan Gambang Piturun yang mana gamelan tersebut dipergunakan sebagai pengiring ritual keagamaan yang dilaksanakan di pura tersebut. Gamelan ini sangat disakralkan oleh para pendukungnya dan hanya para pengempon pura saja yang berhak untuk memainkannya. Adapun Gambang Piturun yang dimaksud adalah bahwa kesenian tersebut merupakan warisan secara turun-temurun para generasi pengempon pura dari masa lampau.

Keberadaan kesenian ini di wilayah Desa Sebudi sangat dikenal oleh masyarakat disekitar desa. Seringkali gamelan ini ditanggap oleh masyarakat untuk ritual keagamaan yang dilaksanakan. Ada yang mananggap sebagai pembayaran kaul, dan ada juga yang menanggap untuk dipergunakan sebagai pengiring upacara keagamaan seperti upacara Pitra Yadnya (Ngaben, Nyekah) dan Dewa Yadnya (Odalan di Sanggah Kemulan atau di pura). Pada masa yang lampau sekaa Gambang Pura Kelaci memiliki kewajiban ngayah di Puri Denpasar setiap dilaksanakan upacara Pitra Yadnya dan Dewa Yadnya.

Sekaa Gambang Banjar Bekul, Penatih

Sebagaimana halnya sekaa Gambang yang terdapat di Pura Klaci, keberadaan sekaa Gambang di Banjar Bekul juga sangat dikenal oleh masyarakat di sekitarnya. Gamelan ini disimpan di Banjar Bekul, Penatih. Menurut penuturan I Nyoman Warka (wawancara tanggal 18 Desember 2009), awal mula keberadaan kesenian Gambang di Banjar Bekul adalah paica (pemberian) Ida Betara Leluhur Penglingsir dari Griya Bajing Kesiman pada tahun 1930-an dan awalnya diamong oleh leluhur keluarga besar I Nyoman Warka, pada sekitar tahun 1970-an, seiring dengan semakin maraknya perkembangan gamelan Gong Kebyar, atas permintaan warga banjar Bekul kerawang bilah saron dari gamelan ini dimohon untuk dilebur dijadikan gamelan Gong Kebyar, dan untuk selanjutnya gamelan Gambang tersebut menjadi tanggung jawab masyarakat Banjar Bekul. Sebagai imbalan atas permintaan tersebut, masyarakat Banjar Bekul senantiasa melakukan ayah-ayah (kewajiban) setiap dilaksanakannya upacara keagamaan di Griya Bajing, dan saat pelaksanaan upacara dewa yadnya dan pitra yadnya, sekaa Gambang memiliki kewajiban untuk ngayah selama upacara dilangsungkan.

Saat ini tidak banyak aktivitas yang dapat dilakukan oleh sekaa gambang di Banjar Bekul, di samping terjadi kerusakan beberapa peralatan (instrumen), kurang diminatinya gamelan ini di kalangan generasi muda sangat menyulitkan dalam alih generasi. Sebagian besar anggota sekaa gambang ini sudah berusia lanjut dan sangat sulit dicarikan penggantinya.

Sekaa Gambang Banjar Tangguntiti, Tonja, Denpasar Utara

Berbeda dengan kedua sekaa Gambang di atas, kesenian Gambang di Banjar Tangguntiti dimiliki oleh keluarga dan saat ini disimpan di rumah Ni Wayan Warni salah seorang warga Banjar Tangguntiti. Keberadaan kesenian ini secara khusus dipergunakan untuk mengiringi upacara pitra yadnya yang dilaksanakan oleh masyarakat di sekitarnya maupun yang berada di luar desa.

Menurut penuturan Ni Wayan Warni, kesenian ini sudah diwarisi secara turun-menurun dari para leluhurnya dimana para seniman pelakunya lebih banyak berasal dari Banjar Cabe. Suatu ketika, karena sebagian besar para pelakunya berada di Banjar Cabe, gamelan ini pernah dipindahkan ke Banjar Cabe. Namun berdasarkan pawisik yang diterima oleh Ni Wayan Warni dari para leluhurnya lewat mimpi, gamelan ini akhirnya dikembalikan dan disimpan keluarga Ni Wayan Warni. Saat ini Gamelan Gambang ini masih tersimpan dalam kondisi yang baik dan sewaktu-waktu dimainkan jikalau ada anggota masyarakat yang menanggap.

Sekaa Gambang Pura Dalem Bengkel Binoh, Desa Ubung Kaja Denpasar Barat

Sekaa Gambang Banjar Binoh, Desa Ubung Kaja setelah mengalami vacuum selama beberapa tahun akhirnya berhasil direkonstrusi kembali pada tahun 2006. Keberadaan kesenian Gambang ini lebih banyak difungsikan sebagai sarana pengiring upacara di Pura Dalem Bengkel Desa Binoh Klod, yang disungsung oleh sebagian besar masyarakat Banjar Binoh.

Sekaa Gambang Wahana Gurnita, Gabungan seniman Kota Denpasar

Sekaa Gambang Wahana Gurnita terbentuk pada bulan April tahun 2008. sekaa ini merupakan gabungan dari seniman-seniman Kota Denpasar. Terbentuknya sekaa Gambang ini tidak terlepas ide Walikota Denpasar, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra yang memiliki komitmen tinggi akan keberadaan kesenian utamanya penggalian, pelestarian dan pengembangan seni klasik dan sakral di Kota Denpasar. Adanya komitmen ini juga sangat berkaitan dengan misi budaya Kota Denpasar dalam mewujudkan Denpasar sebagai Kota Budaya. Tingginya perhatian pemerintah terhadap kesenian klasik, terbukti dengan diadakannya pembelian 4 (empat) barung gamedlan Gambang dari seniman Dewa Gede Darmayasa dari Bangli. Pengadaan empat barung gamelan Gambang ini nantinya diserahkan ke masing-masing kecamatan yang ada di Kota Denpasar untuk dikelola dan dikembangkan di masing-masing kecamatan.

Adanya ide tersebut kemudian disambut dengan antusias oleh seniman-seniman Kota Denpasar, sehingga pada tahun 2008 dibentuklah sekaa Gambang Wahana Gurnita yang anggotanya direkut dari kader-kader seniman di masing-masing kecamatan di Kota Denpasar. Menurut I Ketut Suanditha selaku ketua sekaa, direkrutnya kader-kader seniman di empat kecamatan yang ada, dasar pemikirannya adalah agar nantinya kader-kader tersebut yang lebih mengembangkannya di kecamatan masing-masing (wawancara tanggal 21 Oktober 2009, di Dinas Kebudayaan Kota Denpasar).

Menyimak perkembangan yang terjadi di Kota Denpasar, walaupun secara kuantitas jumlahnya mulai mengalami peningkatan, namun dari aktivitas yang dilakukan hanya beberapa diantaranya masih eksis di masyarakat dan secara rutin dipentaskan atau di sajikan dalam rangkaian upacara keagamaan maupun event-event lainnya. Beberapa permasalahan yang terkait dengan eksistensinya, sekaa-sekaa gambang yang ada masih perlu diadakan rekonstruksi dan pembinaan demi kelangsungan hidup dari kesenian ini. Sebagaimana sekaa Gambang yang terdapat di Banjar Bekul, memperhatikan kondisi peralatan yang dimiliki sangat perlu di renovasi dan diperbaiki karena beberapa bagian dari gamelan yang dimiliki sudah rusak sehingga sulit untuk dimainkan. Sedangkan, gamelan Gambang yang terdapat di Pura Dalem Bengkel dan di Tangguntiti, perlu diadakan pembinaan secara berkesinambungan karena sebagian besar seniman pelakunya dari luar wilayah yang bersangkutan.

Sebelas Mahasiswa ISI Denpasar Lolos Evaluasi PKM 2010

Sebelas Mahasiswa ISI Denpasar Lolos Evaluasi PKM 2010

Logo ISI DenpasarBerdasarkan surat DP2M nomor 50/D3/KM/2010 tanggal 13 Januari 2010 perihal Pengumuman Hasil Evaluasi PKM 2010, disebutkan bahwa 11 (sebelas) proposal Kegiatan Mahasiswa dari mahasiswa ISI Denpasar , dinyatakan lolos evaluasi dan didanai, hal ini terungkap dari tercantumnya nama-nama pemenang yang akan didanai dalam lampiran pemenang.

Kepada para pemenang kami ucapkan selamat. Keterangan lebih lanjut silahkan menghubungi LP2M ISI Denpasar

Program PKMK:

1. Nama: I Gusti Ngurah Agung Harimurti

Judul: T-Shirt dengan Ilustrasi Ciri Khas Kebudayaan Indonesia yang di Desain dengan Gaya Urban.

2. Nama: Dera Insani Qodri

Judul: Usaha Biro Desain Desain Solution Studio

Program PKMM

3. Nama: I Dewa Gede Putrayadnya

Judul: Pengenalan Wayang Pada Anak-anak di Sekolah Dasar 5 Benoa, Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan,Kabupaten Badung

4. Nama:Cokorda Putra

Judul: Sosialisasi Dan Implementasi Tanaman Obat Dalam Upaya Meningkatkan Kesehatan Seniman Dalang Di Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar

5. Nama: Ni Made Lisa Anggra Dewi

Judul: Pelatihan Tata Busana Adat Ke Pura Bagi Ibu-ibu PKK Desa Pekraman Batuaji Kecamatan Sukawati

6. Nama: I Bagus Wijna Bratanatyam

Judul: Ngayah Pementasan Wayang Lemah Dalam Upacara Dewa Yadnya Di Desa Sukawati, Kecamatan Sukawati, kabupaten Gianyar

7. Nama: Ni Made Ayu Riyanti

Judul: Pembinaan Seni Tari Di Banjar Buagan, Desa Pemecutan Kelod, Kecamatan Denpasar Barat PKMM

8. Nama: Ni Nyoman Wahyu Adi Gotama

Judul: Upaya Upaya Yang Dilakukan Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Guru Seni Tari Bali Di Sanggar Tari Widya Bhakti, Banjar Pegok Kelurahan Sesetan

Program PKMP

9. Nama Ni Putu Indah Yuniari

Judul 2090 PKMP Peranan Tari Bali Terhadap Kesehatan dan Hubungannya dengan Pemabangkitan Cakra dalam Tubuh Manusia

10. Komang Ari Wisa Kendraniati

Judul: Dampak Pariwisata Puri Anyar Kerambitan Tabanan Terhadap Kesenian Lokal di Desa Batiriti Kerambitan Kabupaten Tabanan

11. Nama: I Wayan Eka Laksana Satia Guna

Judul: Pemanfaatan Abu Sekam Sebagai bahan Paras Tiruan

Selengkapnya dapat di unduh di:

Surat Pengumuman

Daftar Pemenang

Form isian kontrak

Transformasi Nilai-Nilai Tradisi Bali Dalam Penciptaan Seni Lukis Kontemporer

Oleh: Ni Made Purnami Utami (Dosen PS. Seni Rupa Murni)

Proses trasnformasi nilai-nilai tradisi Bali dalam penciptaan seni lukis kontemporer bisa dilakukan secara sederhana, lewat isi dan tema, dekorasi dan ekspresi. Tema tradisi seperti cerita rakyat , Ramayana dan Mahabrata, unsur-unsurseni rupa tradisi Bali yang kaya bisa diolah,ditransformasikan ke dalam seni lukis kontemporer yang punya misi dan tujuan tertentu. Hasilnya tergantung pada beberapa faktor dari proses karya seperti : identitas seniman pencipta seni, lingkungan, alat dan ketrampilan, originalitas karya dan apresiasi masyarakat pencipta seni. Karakter garis, bidang, bentuk, warna dan tektur, tujuh kaedah komposisi serta berbagai keunikan tradisi Bali bisa diolah untuk seni lukis kontemporer. Wayang Kamasan, topeng Singapadu, songket Karangasem, kerajinan kriya, sesajen dan berbagai sarana upakara merupakan contoh karya tradisi yang mengandung nilai tinggi.

Proses transformasi perlu ketekunan, ulet, teliti, sabar, optimis, percaya diri dan antosiasme yang tinggi. Penciptaan berhasil baik lewat penguasaan teknik yang sempurna serta sarana dan peralatan yang memadai. Bahan dan media yang baik harus diolah secara kreatif dan inovatif. Hasil dan mutu tinggi bisa dicapai dengan proses tahapan kerja yang sistematis. Adapun hasil-hasil karya yang dirancang dalam transformasi ukurannya relatif besar, berkisar 240 cm x 120 cm, 240 cm x 60 cm, 100 cm x 100 cm, 120 cm x 100 cm dan 120 cm x 120 cm. Bahan campuran dari kanvas, triplek, cat minyak, acrylic dan lem. Temanya sebagian besar sesajen dengan gaya kontemporer. Teknik penyelesaian dominan dengan polet, kuas, untuk membuat komposisi dan teknik jiprat untuk finising. Corak dan karakter karya lukis kontemporer memang sangat beragam, sesuai dengan konsep dan cara pandang senimannya. Identitas dan kepekaan pencipta seni berpengaruh pada hasil transformasi nilai-nilai tradisi yang mengaggumkan.

Secara ergonomis perlu pula diperhatikan stasiun kerja seniman yang nyaman, aman, sehat, bersih, agar efisiensi dan produktivitas bisa ditingkatkan.

Perkembangan Kerajinan Tulang

Oleh: I Ketut Sida Arsa

Sejak  jaman purba manusia sudah mampu membuat karya seni dan kerajinan dengan baik. Mereka telah mampu membuat barang dengan teknik dan bahan yang sederhana, mudah dikejakan bahkan sampai pada barang-barang yang menggunakan teknik, rumit, dan komplek dengan bahan yang sulit dikerjakan. Bahan-bahan yang mudah dikerjakan seperti tanah liah, sedangkan bahan yang sulit dikerjakan seperti kayu, batu dan logam (Gustami, 2004). Dalam menciptakan barang kerajinan pada saat itu faktor-faktor kegunaan menjadi prioritas utama namun faktor estetika pun tidak mereka abaikan begitu saja hal itu terlihat dari beragamnya peninggalan yang ditemukan seperti; nekara, berbagai macam kapak batu dan berbagai macam peralatan rumah tangga lainnya (Gustami,2004)

Peradaban manusia terus berkembang begitu juga dengan perkembangan produk seni dan kerajinan juga meningkat. Peningkatan itu antara lain timbulnya deversifikasi jenis dan fungsi produk, serta meningkatnya estetika suatu barang. Perubahan apresiasi masyarakat terhadap produk seni dan kerajianan pada keinginan mereka tidak hanya untuk memiliki, tetapi menyangkut pemberian penghargaan terhadap karya seni yang diperlukan (Sudarso,1990).

Salah satu dampak dari perubahan apresiasi masyarakat terhadap produk seni dan kerajinan sangat terlihat pada perkembangan seni ukir, dimana penerapan seni ukir dulunya masih terbatas pada bangunan-bangunan suci dan bangunan-bangunan keraton (puri) ukiran dipakai sebagai ornamen pada tiang penyangga maupun pada tembok-tembok bangunan yang diwujudkan dalam bentuk relief yang menceritakan kisah pewayangan maupun cerita rakyat (Soeparno, 1983).

Ukiran adalah cukilan berupa ornamen atau ragam hias hasil rangkaian yang indah, berelung-relung saling jalin-menjalin, berulang dan sambung-menyambung sehingga mewujudkan suatu hiasan (Soeparno,1983).  Berbagai macam bahan yang dapat diukir pada umumnya adalah kayu, logam, tanah liat, batu dan tulang. Yang paling langka ditemui adalah seni kerajinan yang menggunakan tulang sebagai bahan utama untuk diukir menjadi suatu produk kesenian. Kerajinan seni ukir yang terbuat dari tulang ini dapat ditemui di Desa Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Propinsi Bali. Masyarakat di daerah ini telah menekuni kerajinan tulang sudah lebih dari setengah abad yang lalu, dimana mereka menekuni jenis kerajinan ini seacra turun temurun sehingga kerajinan tulang berkembang dengan sangat bagus.

Jenis ukiran yang ditemukan dilapangan sangat beraneka ragam, hal ini dilakukan oleh pengrajin agar tetap mampu menjual hasil kerajinannya tanpa persaingan yang ketat. Masing-masing pengrajin memiliki gaya tersendiri untuk memasarkan produk mereka. Umumnya mereka membuat motif sesuai dengan pangsa pasar yang akan mereka raih, baik berdasarkan daerah asal konsumen maupun berdasarkan umur konsumen. Kerajinan tulang tersebut memiliki ukuran dan ukiran yang sangat bervariatif. Ada yang besar dan tidak terlalu rumit, besar dengan ukiran yang sangat rumit, kecil sederhana, dan kecil sangat rumit. Semua ini biasanya disesuaikan dengan keinginan dari masing- masing konsumen.

Tulang merupakan bentuk penyambung yang menyusun mayoritas rangka kebanyakan vertebrata yang terdiri dari komponen organik (sel dan matrik) dan inorganik ( EGC, 2002). Tulang, atau jaringan oseaso, merupakan bentuk kaku jaringan ikat yang membentuk sebagian besar kerangka vertabrata yang lebih tinggi. Jaringan ini terdiri atas sel-sel dan matrik intersel. Matrik mengandung unsur organik yaitu terutama serat-serat kolagen dan unsure anorganik yang merupakan dua pertiga berat tulang. Tulang memiliki beberapa sifat yang sangat unik yang tidak dimiliki oleh benda lainnya diantaranya :

1)   Tulang mempunyai system kanalikuli, yaitu saluran halus yang meluas dari lakuna ke lakuna lainnya dan meluas ke permukaan tulang, tempatnya bermuara ke dalam celah-celah jaringan. Cairan jaringan dalam celah-celah ini berhubungan langsung dengan cairan di dalam system kanalikuli dan dengan demikian memungkinkan pertukaran metabolit antara darah dan osteosit. Melaui mekanisme ini sel-sel tulang tetap hidup, walaupun dikelilingi substansi intersel yang telah mengapur.

2)   Tulang bersifat avaskular. Sistem kanalikuli tidak dapat berfungsi baik bila jaraknya dari suatu kapiler melebihi 0,5 mm. oleh karena itu tulang banyak mengandung kapiler yang terdapat di dalam saluran havers dan saluran volkmann.

3)   Tulang hanya dapat tumbuh melalui mekanisme aposisional. Penumbuhan intersial, seperti tulang rawan, tidak mungkin pada tulang karena adanya garam kapur (lime salt) dalam matriks yang tidak memungkinkan terjadinya pengembangan dari dalam.

4)   Arsitektur tulang tidak bersifat statis. Tulang dihancurkan setempat-setempat dan dibentuk kembali. Jadi harus selalu dipertimbangkan adanya proses rekontruksi yang berlanjut terus (Staf Ahli Histologi FKUI, 1995).

Tulang yang biasanya digunakan sebagai barang kerajinan adalah tulang sapi, tulang kerbau dan tulang ikan. Tulang sapi dan tulang kerbau dipilih sebagai bahan utama bagi pengrajin karena memiliki ukuran yang besar, sedangkan untuk tulang ikan pengrajin memilih jenis ikan tertentu saja yang mana memiliki ukuran tulang besar dan kuat. Sistem perwujudan tulang yang ditemui dilapangan adalah sebagai berikut: 1) tulang–tulang yang dihasilkan dibalai potong hewan dibersihkan dari sisa daging yang melekat dengan cara di rebus sampai semua dagingnya mengelupas; 2) tulang-tulang yang telah direbus dijemur sampai benar-benar kering kurang-lebih 2-3 hari; 3) tulang-tulang yang sudah kering akan menunjukan warna putih kekuning-kuningan dan siap diproses menjadi barang kerajinan.

Dalam dunia pemasaran terdapat dua hal yang mampu diperdangangkan yaitu produk dan jasa. Produk merupakan hasil kegiatan berupa barang yang dibuat oleh manusia untuk dapat dijual dan menghasilkan pendapatan, sedangkan jasa merupakan suatu layanan yang diberikan oleh penjual kepada pembeli untuk mendapatkan suatu penghasilan/pendapatan. Dalam penjualan sebuah produk/barang, penjual harus cermat dalam beberapa hal, diantaranya: 1) jenis dan kualitas produk/barang yang diminati dan mampu dibeli oleh konsumen; 2) harga yang mampu dijangkau oleh konsumen untuk membeli sebuah produk/barang; 3) tempat penjualan produk/barang yang strategis agar produk/barang dikenal oleh konsumen dan laku terjual ; 4) strategi promosi atau pemasaran yang baik agar sebuah produk dikenal oleh konsumen secara luas dan jelas (A. Yoeti,1996).

Untuk sebuah produk seni/ barang kerajinan di dalam sistem pemasaranya, hal utama yang sangat perlu diperhatikan adalah kualitas produk dari segi bahan kerajinan itu sendiri dan gaya seni ornamen yang merupakan motif dari produk tersebut. Di bawah ini dapat kita lihat contoh mekanisme pasar untuk suatu produk seni ukir.

ANSEL ADAMS Sang Maestro Fotografi Hitam Putih

ANSEL ADAMS Sang Maestro Fotografi Hitam Putih

Ansel Adams (20 Februari 1902-22 April 1984).

Penulis : I Made Saryana

Ansel Adams

Ansel Adams

Sebuah lukisan yang terjual dengan harga ratusan juta bahkan milyaran rupiah itu sudah menjadi sesuatu yang biasa, akan tetapi ketika harga sebuah foto ada yang terjual mencapai ratusan juta, hal itu adalah sesuatu yang luar biasa. Salah satu fotografer  Amerika terkemuka yaitu Ansel Adams  rata-rata karyanya terjual 300 jt (Tetone and Snake River, Grand Teton National Park 1942). Harga termurah 80 jt (Duves, Oceano, CA 1963). Bahkan salah satu karyanya ada yang terjual 150.000 US atau sekarang setara Rp. 1.350.000.000;

Ansel Adams adalah seorang fotografer yang paling harum namanya di dunia fotografi dan karya-karyanya sangat diburu para kolektor. Karya seni foto yang paling banyak dibuat dan paling berkesan dipandang oleh setiap mata pengamat fotografi adalah karya-karya foto pemandangannya, bercitarasa tinggi, hingga dijuluki karya fotografi pemandangan yang termahal di dunia. Siapapun melihat karya Ansel Adams pasti sepakat dengan harga mahal, sangat luar biasa, indah, detail termasuk kontras dan pencahayaan tidak ada cacatnya ini adalah pencapaian tertinggi dalam sejarah perkembangan seni fotografi dunia.

Ansel Adams lahir di San Fransisco, ayahnya Hitchcock Adams adalah seorang pengusaha. Sedangkan ibunya Olive Bray seorang ibu rumah tangga. Adams kecil sudah menampakan kecerdasannya dan tergolong anak yang hiperaktif dan memiliki gangguan kesulitan membaca, sehingga pendidikannya hanya setara SLTP. Satu-satunya kegembiraan Adams kecil adalah menikmati alam, dekat jembatan The Golden Gate. Hampir setiap hari ia terlihat bermain-main di sana  seusai les piano yang dijalaninya. Sejak belasan tahun Adams sudah senang memotret dan dalam usia 17 tahun dia telah bergabung dengan sebuah klub pencinta alam, sierre club.

Tahun 1927 sangat menentukan karier Adams, karena ia menghasilkan serial foto ”Monolith, the Face of Half Dome” di Taman Nasional Yosemit. Tahun 1930 berjumpa fotografer Paul Strand juga Alfred Stieglietz  sejak itu Ansel Adams bertekad menciptakan karya foto tanpa manipulasi (straight photography) tidak ada dodging atau burning. Kemudian 1932 Adams bersama Edward Weston mendirikan grup f/64, kelompok fotografer yang memotret hanya dengan bukaan diafragma 64 untuk mendapatkan ketajaman gambar yang maksimal.

Popularitas Ansel Adams sebagai Fotografer terkemuka dari Amerika Serikat ini, didapat dari usahanya yang sangat keras di bidang fotografi hitam putih. Karya-karyanya dibuat dengan penuh pemikiran serta pengalamannya di laboratorium bertahun-tahun, kesabaran dan keuletan di lapangan (bekerja 18 jam sehari) dan tidak pernah libur, sehingga menghasilkan karya yang spektakuler dan memiliki citarasa yang tinggi. la sangat intens dalam mempelajari sifat-sifat film dan kertas hitam putih. Pendalamannya yang merupakan gabungan antara teori dasar fotografi dan pengalaman empiris itu akhirnya membuahkan teori sistem zone (zone system) yang banyak dianut para fotografer hitam putih di seluruh dunia. Ansel Adams memberikan seluruh penemuannya kepada kita semua tanpa sedikitpun dirahasiakannya. Dengan sistem zona ini Ansel Adams tidak pernah butuh koreksi pencetakan, mencetak karya Adams adalah mencetak durasi persis sama pada semua fotonya dan negatif film Adams adalah hasil final.

Sistem Zona adalah sebuah teori fotografi hitam putih, di mana dalam sistem ini tiap nada di alam punya korelasi dengan sebuah kepekatan dalam foto hitam putih. Maka setiap fotonya dapat dilihat warna putih dan hitam tampil menawan sejajar dengan aneka gradasi abu-abu pada lembar yang sama. Sistem zona dapat juga diartikan sebagai pengukuran pencahayaan suatu obyek foto hitam putih dalam beberapa zone atau nilai terang-gelap dalam ukuran “stop”, di mana satu stop sama dengan kelipatan dua dari ukuran sebelum dan sesudahnya. Perbedaan stop dapat dilakukan dengan diafragma maupun kecepatan rana (dalam detik).

Skala nada (tones) atau gradasi foto dalam sistem zona ini  dibagi menjadi 10 tingkatan zone, yaitu dari zone 0-zone 9. Yang disebut zone nol (0) adalah hitam total maksimal yang bisa dicapai kertas foto, sedangkan zone 9 adalah putih total pada kertas foto yang belum pernah tersinari sama sekali. Zone 0-3 biasa disebut zone bayangan, zone 4-6 adalah zone menengah yang biasanya menjadi “terjemahan” warna merah, biru atau hijau, sedangkan zone 7-9 adalah zone highlight atau zone terang untuk pantulan warna atau tekstur yang sangat tipis. Untuk lebih jelasnya berikut ini adalah pembagian masing-masing zone :

Dark Zone

Zone 0        : Hitam pekat tanpa tekstur.

Zone I         : Hitam pekat yang terdapat pada foto yang kita miliki.

Zone II       : Hitam dengan tekstur tipis mulai terlihat.

Texture Zone

Zone III     : Zone hitam dengan tekstur yang tersajikan dengan baik, misalnya rambut yang hitam, kain warna gelap, dan lain-­lain.

Zone IV     :   Abu-abu gelap dengan tekstur yang baik sekali, misalnya warna kulit orang Ambon dan Papua.

Zone V    :  Abu-abu netral (grey card 18%) merupakan patokan lightmeter kamera  dalam pengukuran cahaya (guide exposure).

Zone VI     : Abu-abu dengan tekstur penuh.

Zone VII  : Abu-abu muda dengan tekstur penuh dan merupakan nada terakhir dari abu-abu sebelum masuk dalam nada putih. Misalnya, highlight/bagian yang paling terang dari kain warna muda.

Light Zone

Zone VIII   : Putih dengan tekstur seperti kertas putih, cat putih atau salju.

Zone IX     :  Putih, tanpa tekstur.

Zone X       : Putih bersih dan merupakan putih yang terakhir dari skala nada.

Urutan dari setiap tingkat nada ke tingkat nada yang lain, dibedakan dengan perbedaan pencahayaan 1 stop, baik perbedaan dengan f-stop (diafragma) maupun dengan kecepatan rana (shutter speed) di kamera.

Selain menemukan  sistem zona Ansel Adams juga menghasilkan banyak buku  yang sangat terkenal dan dapat membantu masyarakat dalam mengapresiasi masalah fotografi. Adapun buku-buku tersebut antara lain: The John Muir Trail (1938), Michael and Anne in Yosemite Valley (1941), Born Free and Equal (1944), Illustrated Guide to Yo­semite Valley (1946), Camera and Lens (1948), The Negative .(1943), Yosemite and the High Sierra (1948), The. Print (1950), My Camera in Yosemite Valley (1950), My Camera in the Na­tional Parks (1950), The Land of Little Rain (1950), Natural Light Photography (1952), Death Val­ley (1954), Mission San Xavier dal Bac (1954), The Pageant of History in Northern California (1954), dan Artificial Light Pho­tography (1956). The Islands of Hawaii, (1958), Yosemite Valley (1959), Death Valley and the Creek Called Furnace (1962), These We Inherit: The Parklands of America (1962), Polaroid Land Photography Manual (1963), An Introduction to Ha­waii (1964), Fiat Lux: The Uni­versity of California (1967), The Tetons and the Yellowstone (1970), Ansel Adams (1972), Si­ngular Images (1974), Ansel Adams: Images 1923-1974, Photographs of the Southwest (1976), The Portfo­lios of Ansel Adams (1977), Po­laroid Land Photography (1978), Yosemite and the Range of Light (1979), The Camera (1980), The Negative (1981), den The Print (1983). Sedangkan buku otobiogra­finya tidak selesai dikerjakan karena ia keburu meninggal pa­da tahun 1984. Namun, buku­nya diselesaikan Mary Street Alinder dan, terbit tahun 1985.

Keberhasilan Adams dalam dunia fotografi yang tercermin melalui karya-karyanya juga tidak luput dari kritikan. Ada beberapa orang yang mengkritik karyanya dengan mengatakan bahwa karya Adams bagus karena objek yang difotonya memang indah. Namun sesungguhnya tidaklah demikian sebab kenyataannya banyak fotografer lain yang memotret objek yang sama dengan pencahayaan dan sudut pemotretan yang dirangcang semirip mungkin dengan karya Adams, tetapi hasilnya tidak sebagus karya-karya Adams. Kritikan lain adalah adalah dari Henri Cartier Bresson seorang fotografer kondang yang mengatakan ”Betapa miskinnya objek foto yang dipilih Adams, padahal dunia ini sangat beraneka ragam”, tapi yang dipotretnya hanyalah karang dan pohon.

Loading...