Bentuk Gamelan Gong Gede

Bentuk Gamelan Gong Gede

Oleh: Pande Mustika

Gamelan Gong GedeBentuk gamelan Gong Gede di Pura Ulun Danu Batur tak kalah pentingnya dengan unsur-unsur seperti; bentuk ensambelisasi, musikalitas, dan tata penyajian yang dituangkan secara ekspresif di atas pentas. Gamelan Gong Gede tersebut merupakan seni karawitan, dimana perpaduan unsur-unsur budaya lokal yang sudah terakumulasi dari masa ke masa. Unsur budaya Bali tercermin pada penggunaan instrumen dari perangkat gamelan Bali dan busana yang dipergunakan  oleh para penabuh (jero gamel). Budaya lokal tampak pada penggunaan tradisi-tradisi Bali seperti tabuh-tabuh yang memakai laras pelog, sesaji, dan para penabuhnya didominasi dengan memakai kostum penabuh seperti ; ikat kepala (udeng) dipakai warna hitam, bajunya dipakai warna putih disisinya memakai safari hitam berisi simbol, memakai saput orange, dan ditambah dengan membawa keris atau seselet. Istilah jero gamel tidak jauh berbeda dengan juru gamel. Kalau dilihat dari fungsinya semuanya                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                      ini berarti tukang gamel, yang sudah melekat sebagai bagian dari identitas diri seseorang.

Instrumen

Bentuk instrumen gamelan Gong Gede ada dua jenis yakni : yang    1) berbentuk bilah dan 2) berbentuk (moncol). Menurut Brata, instrumen yang berbentuk bilah ada dua macam : bentuk bilah bulig, dan bilah mausuk. Bentuk bilah bulig bisa disebut dengan : metundun klipes, metundun sambuk, setengah penyalin.

Untuk instrumen yang berbilah seperti bilah metundun klipes, metundun sambuk, setengah penyalin dan bulig terdapat dalam instrumen gangsa jongkok penunggal, jongkok pengangkem ageng, dan jongkok pengangkep alit (curing). Instrumen-instrumen ini bilahnya dipaku atau sering disebut dengan istilah gangsa mepacek. Sedangkan bentuk bilah yang diistilahkan merai, meusuk, dan meakte terdapat pada instrumen pengacah, jublag, dan jegogan. Instrumen-instrumen ini bilahnya digantung yaitu memakai tali seperti jangat.

Instrumen yang bermoncol dapat dikelompokan menjadi dua yakni: 1) moncol tegeh (tinggi) dan 2) moncol endep (pendek). Contoh instrumen yang berpancon tinggi seperti; riyong ponggang, riyong, trompong barangan, dan tropong ageng (gede). Sedangkan instrumen yang berpencon pendek (endep) antara lain kempli, bende, kempul, dan gong.

Reportoar

Bentuk reportoar gending Gong Gede di Pura Ulun Danu Batur, berbentuk lelambatan klasik yang merupakan rangkaian dari bagian-bagian gending yang masing-masing mempunyai bentuk urutan sajian. Adapun urutan dari bagian-bagian bentuk reportoar gending dari masing-masing bentuk reportoar adalah sebagai berikut :

  1. Bentuk reportoar gending gilak (gegilakan) terdiri dari bagian gending-gending kawitan dan pengawak.
  2. Bentuk reportoar gending tabuh pisan terdiri dari bagian gending kawitan, pengawak, ngisep ngiwang, pengisep, dan pengecet.
  3. Bentuk reportoar gending tabuh telu, terdiri dari bagian gending kawitan dan pengawak.
  4. Bentuk reportoar gending tabuh pat, tabuh nem, dan tabuh kutus mempunyai bagian gending yang sama yaitu kawitan (pengawit), pengawak, pengisep (pengaras), dan pengecet. Pada bagian gending pengecet terdapat sub-sub bagian gending yang urutan sajiannya adalah kawitan, pemalpal, ngembat trompong, pemalpal tabuh telu, pengawak tabuh telu. Alternatif yang lain dari susunan sajian sub bagian gending dalam pengecet ini adalah kawitan, pemalpal, ngembat trompong, dan gilak atau gegilakan.

Bentuk reportoar gending Gong Gede dapat ditentukan oleh jumlah pukulan kempul dalam satu gong, misalnya tabuh pat terdapat empat pukulan kempul dalam satu gongan pada bagian gending pengawak dan pengisap. Demikian juga pada bentuk-bentuk gending tabuh pisan (besik), tabuh telu, tabuh nem dan tabuh kutus.

Keberadaan Gamelan Gong Gede di Pura Ulun Danu Batur (2)

Keberadaan Gamelan Gong Gede di Pura Ulun Danu Batur (2)

Oleh: Pande Mustika

Gamelan Gong Gede ISI DenpasarMenyimak kata keberadaan semestinya kita mengingat kembali sejarah-sejarah yang pernah dialami di Pura Ulun Danu Batur Desa Batur. Sejarah adalah suatu proses penciptaan dan pemuasan serta penciptaan ulang dari kebutuhan-kebutuhan manusia yang terus-menerus. (Marx,  1986 : 27)

Timbulnya gamelan Gong Gede di Pura Ulun Danu Batur, belum dapat diketahui secara pasti. Hal mana disebabkan oleh kurangnya data-data yang memuat tentang gamelan tersebut, baik yang berupa lontar, prasasti maupun tulisan-tulisan lainnya. Sebagai corak kebudayaan yang sifatnya oral tradisi, mereka berikan hanya bersifat perkiraan informasi dari mulut ke mulut orang-orang tertua terdahulu. Mereka mengatakan bahwa gamelan itu sudah di embannya sejak dahulu atau mereka mengatakan gamelan warisan dari leluhurnya (tetamian).

Menurut informasi Jero Gede Duuran dan Jero Gede Alitan, bahwa gamelan Gong Gede tersebut diperkirakan ada pada tahun 1204 masehi. Di samping itu juga informasi mengatakan bahwa, kondisi gamelan yang ada dulunya tidaklah selengkap seperti apa yang dapat kita lihat sekarang. Gamelan ini diperkirakan berkembang sesudah abad ke XII (Jero Gede Duuran, Jero Gede Alitan wawancara 19 April 2006).

Informasi dari Jero Nyoman Tekek, pada tahun 1835 Raja Majapahit memberikan dua pasang instrumen gong, satu buah kempul, dan satu buah bende kepada pengempon pura yang ada di Desa Sinarata (Pura Batur). Setibanya di Bali, gong yang suara dan ukurannya lebih besar disimpan di Pura Ulun Danu Batur, dan gong yang ukuran serta suaranya lebih kecil diambil oleh Raja Bangli. Lama-kelamaan gong tersebut disumbangkan kepada Desa Sulahan. Sedangkan kempul dan bende tetap disimpan di pura Batur di bawah kaki gunung Batur. (Jero Tekek, wawancara 18 Nopember 2004)

Instrumen yang ada pada waktu berada di pura Batur Desa Batur di kaki gunung Batur adalah instrumen Trompong Ageng (Gede), Trompong Alit, empat buah gangsa Jongkok Penunggal, empat buah gangsa Jongkok Pengangkep Ageng, empat buah gangsa Jongkok Pengangkep Alit (Curing), empat buah Penyacah, empat buah Jublag, satu buah Riyong Ponggang, satu buah kempul, satu pasang gong, dan beberapa pasang Cengceng Kopyak. Instrumen-instrumen tersebut dibuat oleh pande gamelan Desa Sawan Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng, pelawahnya dibuat/diukir oleh undagi dari Desa Banyuning Kabupaten Buleleng. Sedangkan proses pembuatannya dilaksanakan di Pura Batur (Jero Tekek, wawancara 18 Nopember 2004).

Melihat dan memperhatikan sering terjadinya aktivitas letusan gunung Batur sampai tanggal 21 April 1926, atas perintah dari pemerintahan Bangli pada tanggal 3 Agustus 1926 masyarakat Batur dipindahkan ke desa Kalanganyar. Sedangkan gamelan Gong Gede dipindahkan ke Pura Desa Bayung Gede. Adapun proses perpindahannya dilaksanakan oleh narapidana/bogolan yang ada di kota Bangli.

Dari jumlah instrumen yang disebutkan di atas, ada beberapa tambahan instrumen seperti ; satu tungguh instrumen Riyong yang bermoncol 13 buah, empat buah gangsa Jongkok Penunggal, dan sepasang instrumen Jegogan. Instrumen-instrumen tersebut dibuat pada tahun 1930, dimana bilah dan panconnya dibuat di Pura Batur oleh pande gamelan dari desa Tiyingan Klungkung. Sedangkan pelawahnya dibuat oleh Jero Nyarikan, Nang Sweca, Nang Sedana, dan Nang Kirim atas dasar ngayah yang kesemunya itu sudah tiada (almarhum).

Gamelan Gong Gede yang ada di Pura Ulun Danu Batur, dibuatkan tempat penyimpanan secara permanen seperti apa yang kita dapat saksikan sampai sekarang. Barungan gamelan Gong Gede tersebut sangat disakralkan atau dikramatkan oleh masyarakatnya dan juga disebut dengan istilah duwe lingsir. Maka pada tahun 1998 dibuatkan suatu duplikat beberapa instrumen yang namanya gamelan Bebonangan, di pande gamelan Sidha Karya Banjar Babakan Desa Blahbatuh Gianyar (Wayan Pager) sehingga di Pura Ulun Danu Batur ada istilah tedun Bebonangan yang artinya gamelan Bebonangan. Tedun Trompong artinya gamelan Gong Gede yang komplit.

Gamelan Gong Gede di Pura Ulun Danu Batur (1)

Oleh Pande Mustika

Desa Batur yang terletak di penghujung utara perbatasan wilayah Kabupaten Bangli dengan Kabupaten Buleleng, terdapat tiga objek wisata yang termasyur yaitu : Gunung Batur, Danau Batur, dan Pura Ulun Danu Batur. Panorama alamnya yang indah serta didukung keyakinan  masyarakatnya akan adanya kekuatan diluar kemampuan manusia yang dapat memberikan sesuatu, selalu penuh dengan upacara ritual dan sesaji. Realita kehidupan semacam ini dijadikan sebagai prilaku yang tulus dari setiap warga masyarakat Desa (Desa Pakraman Batur).

Desa Batur jarak tempuh dari kota Denpasar kurang lebih 65 km melalui jalan raya yang menghubungkan kota Bangli dengan kota Singaraja. Selain itu dapat pula dicari melalui jalan jurusan Tampaksiring-Kintamani, dan bisa juga melalui jalur Desa Kedewatan, Payangan, dan Desa Kerta. Jarak tempuh dari kota Bangli ke arah utara kurang lebih 25 km. Lokasi ini berada pada ketinggian lebih kurang 900 meter di atas  permukaan laut, sehingga udara sangat dingin terutama pada waktu malam hari. (Dinas Kebudayaan Bali, 1988 : 1).

Desa Pakraman Batur yang mayoritas penduduknya beragama Hindu selaku pengemong pura, masih tetap menjalankan adat-istiadat leluhurnya yang terpatri dalam Raja Purana Pura Ulun Danu Batur, sehingga segala kegiatan masyarakatnya dilandasi oleh peraturan-peraturan adat atau awig-awig yang mengikat. Peraturan yang berlaku merupakan suatu kewajiban yang harus dijalankan dengan berbagai konsekwensinya  tanpa didorong unsur paksaan. Jadi setiap warga bertindak selaras dengan kesadaran nuraninya, sehingga tugas apa yang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana.

Di samping Desa Batur memiliki tiga objek wisata, Desa Batur juga memiliki barungan gamelan Gong Gede yang sakral dan unik.  Gamelan Gong Gede adalah ; sebuah orkestra atau kesenian tradisional Bali yang didominasi oleh alat-alat perkusi dalam bentuk instrumen pukul, mempunyai teknik pukulan kekenyongan, memakai laras pelog lima nada/pelog panca nada,  sebagian besar alat perkusinya berupa bilah dan pencon, bentuk tabuhnya lelambatan klasik pegongan, diikat oleh uger-uger yang kuat, tempo lagunya lambat, instrumennya banyak dan besar-besar, jumlah penabuhnya banyak, mempunyai sifat agung, hidmat serta mempunyai warna suara yang beraneka ragam.

Pura Ulun Danu Batur adalah tempat pemujaan umat Hindu untuk mempersembahkan sujud baktinya kepada Sanghyang Widhi Wasa, yang merupakan perwujudan interaksi hakiki antara manusia dengan penciptanya, manusia dengan manusia, dan manusia dengan dunia tempatnya berada. Ketiganya ini saling kait-mengkait yang tertuang dalam ajaran Tri Hita Karana. Secara singkat dapat dirumuskan sebagai tiga hal yang menyebabkan manusia mencapai kesejahteraan, kebahagiaan, keselamatan, dan kedamaian. Terpadunya hal tersebut dapat melahirkan nilai-nilai keindahan yang mendalam.

Bertahannya nilai-nilai agama Hindu yang dijalankan secara rutinitas di Desa Pakraman Batur, baik apa yang telah ditampilkan oleh kelompok jero gamel maupun segala kegiatan upacara keagamaannya, merupakan kekuatan untuk menjaga kestabilan, keseimbangan, pelestarian, dan keselamatan budaya dari pengaruh-pengaruh luar yang sifatnya negatif. Desa Pakraman Batur terdiri dari tiga  desa administratif yaitu ; Desa Batur Selatan, Desa Batur Tengah, dan Desa Batur Utara.

Bentuk Tari Srimpi Gaya Yogyakarta

Oleh: Dyah Kustiyanti Dosen Jurusan Tari Jawa Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar

Yayasan Pamulangan Beksa Sasminta Mardawa, materi tari yang diajarkan salah satunya adalah Tari Srimpi Pandelori. Pengajar tari yang utama untuk tari Srimpi ini adalah Ibu Siti Sutiyah, SSn, pimpinan Yayasan Pamulangan Beksa Sasminta Mardawa. Kursus dilakukan 1 minggu 3 kali, Hal ini dilakukan untuk tetap meningkatkan ketrampilan dalam mendalami Tari Srimpi Gaya Yogyakarta.

Selain mendapatkan materi tari Srimpi Pandelori, juga diajarkan materi tari Srikandhi – Larasati, sebagai bahan tambahan materi tari dalam proses pembelajaran di kelas.

Adapun uraian materi Tari Srimpi Gaya Yogyakarta ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Sinopsis Tari Srimpi Pandelori:

Tari Srimpi Pandelori adalah tari kelompok yang ditarikan oleh 4 orang penari putri. Tari ini menceritakan kisah dari negeri Arab, yang mengisahkan tentang pertempuran antara Dewi Sudarawerti dan Dewi Sirtupilaeli, yang keduanya memperebutkan seorang pangeran dari Arab, yaitu Wong Agung Jayengrana. Keduanya ingin diperistri oleh Wong Agung Jayengrana. Dalam pertempuran itu tidak ada yang kalah maupun menang, sehingga kedua putri tersebut akhirnya bersaudara dan menjadi istri Wong Agung Jayengrana.

RAGAM GERAK  TARI   SRIMPI  PANDELORI

No.

Ragam  gerak

1.

Sembahan sila, seleh, ndhodhok. Berdiri, panggel, nggrudha (1x), mayuk jinjit. Nggrudha (3x) seblak noleh.

2.

Sendhi gedrug kiri ajeng-ajengan.

3.

Lampah sekar tawing kanan, tawing kiri, kengser, tekuk tangan kiri encot, gedrug kanan, pendhapan cangkol udhet (kiri).

4.

seleh kanan, sendhi minger adu kanan, cathok kanan-kipat. Pudhak mekar (seduwa kiri, kanan methentheng), mancat kanan encot 2x, sendhi ngracik adhep-dhepan, gedrug kanan maju, gedrug kiri seleh.

5

tinting kanan (diagonal) encot, tinting kiri (tukar tempat), nglereg cathok kanan, kipat.

6.

Mandhe udhet
7. Trisik (kembali tempat hadap belakang), maju kanan kipat kanan.

8.

Ulap-ulap encot lamba, mancad kiri, sendhi minger.

9.

Ngenceng encot 1x, sendhi maju kiri, minger, mayuk jinjit (berhadapan). Gedrug kanan nglereg, gedrug kiri ambil keris, gedrug kanan

10.

pendhapan minger kanan seleh tangan kanan, usap suryan dg. keris, mancad kiri

11.

trisik puletan, kembali tempat (berdekatan), nyuduk, encot-encot, nyuduk.

12

Pendhapan puletan, pindah tempat

13.

Nyuduk, kengser ndhesek, 1-2 kanan ke, 3-4 ke kiri

14.

2 dan 3 nyuduk, 1 dan 4 endha, 2 mengejar1, 3 mengejar 4,  trisik puletan, kembali tempat berdekatan, nyuduk, mundur bersama.

15.

maju kiri seleh kiri, gedrug kanan mancad kanan encot-encot,ingsut, encot-encot mancad gedrug kanan nglereg kanan, gedrug kiri nyarungken keris.

16.

Nyamber puletan, kicat boyong, nggrudha jengkeng 1x, sendhi nglayang, nyembah, sila panggung. Sembahan ndhodhok, berdiri, kapang-kapang masuk, selesai


FSRD ISI Denpasar 2010-01-11 13:52:15

RALAT PENGUMUMAN TANGGAL 5 JANUARI 2010

PERUBAHAN JADWAL UAS

DIBERITAHUAN KEPADA SELURUH DOSEN DAN MAHASISWA FSRD ISI DENPASAR SEHUBUNGAN DENGAN HARI SIWARATRI TANGGAL 14 JANUARI 2010 DAN LIBUR TGL. 14 DAN 15 JANUARI 2010, MAKA UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL 2008/2009 YANG DIADAKAN :

–         HARI KAMIS, 14 JANUARI 2010 DIPINDAHKAN KE HARI SENIN,

18    JANUARI 2010

–         HARI JUMAT, 15 JANUARI 2010 DIPINDAHKAN KE HARI SELASA,

19 JANUARI 2010

DEMIKIAN DISAMPAIKAN UNTUK DILAKSANAKAN, TERIMAKASIH

DENPASAR, 11 JANUARI 2010

PEMBANTU DEKAN I,

TTD

DRS. OLIH SOLIHAT KARSO, M.SN

NIP. 196107061990031005

Pengumuman Yudisium

PENGUMUMAN
Nomor : 10/15.1.10/PP/2010

Diberitahukan kepada seluruh mahasiswa FSRD ISI Denpasar yang sudah Ujian Tugas Akhir Semester Ganjil Tahun 2009/2010 bahwa Yudisium dilaksanakan pada :
Hari/tanggal : Sabtu, 23 Januari 2010
Pukul                : 10.00 Wita
Tempat            : Gedung Lata Mahosadhi
Pakaian            : Atasan kemeja putih dengan dasi hitam, bawahan hitam
Demikian kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terimakasih.

Denpasar, 9 Januari 2010
An. Dekan,
Pembantu Dekan I,

TTD

Drs. Olih Solihat Karso, M.Sn
NIP. 196107061990031005

Loading...