Materi Mata Kuliah: Apresiasi Seni Oleh Arya Sugiartha

Materi Mata Kuliah: Apresiasi Seni 2008, Oleh: Arya Sugiartha,

Jurusan Karawitan, Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Denpasar

Istilah “seni” yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris art, sebenarnya usianya masih sangat muda (istilahnya). Ditinjau dari segi etimologi, istilah ini masih sulit untuk dijelaskan.

Sebelum abad ke-15 istilah seni digunakan untuk menyebutkan apa saja yang punya peraturan. Ada istilah Seni berperang, seni memasak, seni bercinta, dokter yang belum praktek namanya Semi Art.

Perkembangan selanjutnya istilah art diklaim oleh seni rupa. Art hanya digunakan dalam bidang seni rupa, hal itu dapat dilihat dari buku-buku art semuanya tentang seni rupa, demikian juga Art Departement pada perguruan tinggi di Barat yang dikelola hanya seni rupa. Hal itu disebabkan karena daerah jelajah seni lainnya semua sudah punya nama seperti misalnya music, dance, theatre, drama dan sebagainya..

Ada yang menyebutkan istilah Seni berasal dari kata ”sani” dalam bahasa sansakerta yang berarti pemujaan, pelayanan, donasi, permintaan, atau pencarian dengan hormat dan jujur. Ada juga yang menyebutkan istilah seni berasal dari bahasa Belanda ”genie” yang artinya jenius.

Istilah ”seniman” merupakan istilah yang baru populer di masyarakat kita. Soalnya pekerjaan ini dahulu belum merupakan suatu profesi, yaitu spesialisasi yang dikerjakan oleh dalam sebagian besar masa hidupnya.

Definisi yang paling bersahaja menyebutkan bahwa, Seni adalah keindahan yang dibuat oleh manusia.

Everyman Encyclopedia menyebutkan bahwa, Seni adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh orang bukan atas dorongan kebutuhan pokoknya, melainkan adalah apa saja yang dilakukannya semata-mata karena kehendak akan kemewahan, kenikmatan, ataupun karena dorongan kebutuhan spiritual.

Perkataan “apresiasi”berasal dari kata asing “appreciatie”(Belanda),” appreciation”(Inggris), dan menurut kamus-kamus inggris ,”to apreciate” yaitu bentuk kata kerjanya, berarti: to judge the value of; understand or enjoy fully in the right way (Oxford); to estimate the quality of; to estimate rightly; to be sensitively aware of (Webster); dan masih ada yang menambahnya dengan …to be sensitive to the aesthetic value of.

Materi mata kuliah apresiasi seni

Teknik Menabuh Gamelan Gong Kebyar

Oleh: I Ketut Garwa

Tategak: Sikap memainkan gamelan Bali memiliki makna yang sangat penting. Tidak hanya menyangkut kajian estetik keindahan, akan tetapi bagaimana energi disalurkan ketika memainkan gamelan. Posisi duduk seorang pemain gamelan ideal yaitu mengambil posisi silasana yaitu posisi duduk dimana kaki dilipat tertumpuk (kanan dan kiri) sedangkan posisi badan tegak, dan pandangan kedepan (lihat gambar).

Dengan posisi yang benar dapat mendukung penampilan dan secara estetik tertata adanya. Aspek penampilan menjadi sangat besar pengaruhnya terhadap sebuah pementasan karena tanpa didukung oleh penampilan yang baik dan apik serta mempertimbangkan aspek keindakan akan tidak tercapai kaidah pertunjukan yang ada seperti: kompak, harmonis, selaras serasi dan seimbang. Sisi lain dari posisi duduk yang benar dapat memberikan energi yang penuh/total, sebab secara penyaluran energi yang seimbang keseluruh tubuh dapat menyebabkan kualitas pukulan terjaga intensitasnya.

Posisi tangan: Untuk dapat memainkan gamelan secara baik tentunya memegang panggul harus diperhatikan. Posisi tangan yang benar untuk memainkan instrument berbilah adalah tangkai panggul dipegang oleh  tangan kanan dengan ibu jari berada sejajar dengan tangkai panggul bagian lebarnya, sedangkan keempat jari lainnya posisi terlipat (lihat gambar). Sedangkan untuk memainkan instrument berpencon posisi tangan mengikuti arah panggul, sedangkan telunjuk tanpa dilipat.  Begitu juga pada instrument lainnya.

Menutup/tatekep: Barungan Gong Kebyar merupakan seperangkat gamelan yang memiliki instrumentasi yang sangat banyak. Hampir 30 -40 buah instrument yang sebagian besar merupakan instrument perkusif. (dipukul). Tehnik-teknik tersebut menyebabkan setiap kelompok instrument memiliki bunyi dan warna nada yang berlainan. Instrumen-instrumen Gong Kebyar yang dimainkan secara dipukul baik memakai tangan maupun memakai alat pemukul/panggul dalam gamelan Bali lazim disebut gagebug. Sedangkan instrument tidak dimainkan secara dipukul diantaranya: instrument suling (ditiup) dan instrument rebab (digesek). Setiap instrument memiliki jenis-jenis pukulan yang berbeda satu sama lainnya. Oleh karena terbatasnya informasi tentang identifikasi pukulan yang ada, maka dalam tulisan ini dicoba memberikan teknik dasar tentang memainkan gamelan Gong Kebyar secara konvensional serta mengacu pada sumber-sumber yang telah diakui keabsahannya.

Selengkapnya silahkan unduh di sini

Tabuh Telu Lelambatan Pegongan  ”Tabuh Telu Lilit”

Tabuh Telu Lelambatan Pegongan ”Tabuh Telu Lilit”

Oleh: Gede Yudartha

Gamelan Gong Gede

Gamelan Gong Gede

Tabuh lelambatan pegongan merupakan salah satu komposisi klasik dalam seni karawitan Bali. Dari berbagai bentuk komposisi yang ada, komposisi ini memiliki spesifikasi dan ciri khas tersendiri dimana penekanan pada istilah ”lelambatan” mencerminkan sebuah identitas yang kuat. Lelambatan berasal dari kata Lambat yang berarti pelan yang mendapat awalan Le dan akhiran an kemudian menjadi lelambatan yang berarti komposisi lagu yang dimainkan dengan tempo dan irama yang lambat/pelan. Tambahan kata Pegongan pada bagian belakang kata Lelambatan sebagai penegasan pengertian bahwa gending-gending lelambatan klasik pagongan adalah merupakan repertoar dari gending-gending yang dimainkan dengan memakai barungan gamelan Gong. Gamelan Gong yang dimaksud adalah gamelan-gamelan yang tergolong dalam kelompok barungan yang memiliki Patutan Gong. Patutan adalah merupakan istilah yang dipergunakan untuk menyebutkan tangga nada (laras) gamelan Bali yang mempergunakan laras pelog 5 (lima) nada.

Diantara barungan gamelan yang berlaras pelog lima nada, yang biasanya dipergunakan untuk menyajikan tabuh-tabuh lelambatan adalah gamelan Gong Gede dan Gamelan Gong Kebyar. Dari kedua barungan tersebut secara khusus tabuh-tabuh lelambatan adalah merupakan repertoar dari barungan Gamelan Gong Gede.

Sebagai sebuah komposisi karawitan klasik, keberadaannya sudah cukup lama dalam blantika musik tradisional Bali. terkait dengan keberadaannya itu, hingga saat ini belum ada data akurat yang mengungkap awal mula keberadaan tabuh-tabuh lelambatan klasik pegongan. Namun demikian, sebagai bagian dari repertoar gamelan Gong Gede, keberadaan gamelan tersebut dapat dipakai acuan sementara terkait dengan awal mula keberadaan komposisi-komposisi tabuh lelambatan tersebut.

Gamelan Gong Gede diduga mengalami puncak perkembangannya pada abad ke XVI-XVII yaitu pada masa pemerintahan Dalem Waturenggong. Raja sebagai patronase pada waktu itu menunjukkan supremasinya melalui pembinaan berbagai bentuk kesenian termasuk diantaranya gamelan Gong Gede (Astita dalam Mudra, 1995:120). Abad tersebut dianggap sebagai jaman keemasan kesenian Bali, dimana pada waktu itu banyak bermunculan berbagai jenis seni pertunjukan tradisional baik berupa tari, karawitan dan pewayangan.

Secara filosifis, tabuh sebagaimana diuraikan dalam prekempa (Bandem, 1986:65) bait ke 36 ada disebutkan:

”Iti pretyakaning tabuh. Tabuh kang inaran tata ing buh. Tata ngaran prawerti. Prawerti ngaran kasusilan, susila ngaran sesana mwang penglaksana. Apan wiwiting hana wyaktinya sangkaning tiga, apan Sang Hyang Tri Wisesa angadakaken salwiring tumuwuh mwang salwiring maurip. Iti hana Sang Hyang Buh loka yaika sangkaning payoganira Sang Hyang Tri Wisesa kang gumawe utpeti, sthiti pralina….”.

Artinya:

”…Inilah keterangan dari susunan tabuh. Tabuh berasal dari tata dan buh. Tata yang disebut prawerti, prawerti artinya kesusilaan, susila yang berarti sesana dan pelaksana. Karena asal mula yang sebenarnya berasal dari tiga, karena Sang Hyang Tri Wisesa yang mengadakan segala yang tumbuh dan segala yang  berjiwa…”

Dari uraian tersebut dapat dicermati bahwa tabuh mengandung pemaknaan yang cukup dalam mengenai ajaran tata susila serta konsepsi tentang kelahiran, kehidupan dan kematian yang merupakan siklus kehidupan manusia di dunia. Di dalam konteks seni karawitan, tabuh diuraikan sebagai suatu bentuk komposisi karawitan yang disajikan melalui media seperangkat gamelan Bali baik intrumentalia dan sebagai musik pengiring tari, drama, prosesi dan sebagainya (Kamus Bali-Indonesia (1978:555).

Di lain pihak, I Nyoman Rembang (1984/1985:8-9) secara spesifik memberikan penjelasan bahwa tabuh bila dilihat sebagai suatu estetika teknik penampilan adalah hasil kemampuan seniman mencapai keseimbangan permainan dalam mewujudkan suatu repertoir hingga sesuai dengan jiwa, rasa dan tujuan komposisi. Sedangkan, tabuh sebagai suatu bentuk komposisi, juga dapat diartikan sebagai kerangka dasar gending-gending lelambatan tradisional Misalnya tabuh pisan, tabuh dua, tabuh telu, tabuh pat dan sebagainya.

Selengkapnya dapay diunduh di sini

Penerapan Metode Group Investigation Untuk Meningkatkan Standar Kompetensi Mahasiswa Dalam Mata Kuliah Metode Penelitian I

Oleh: Hendra Santosa

Mengajar merupakan suatu aktivitas profesional yang memerlukan ketrampilan tingkat tinggi dan mencakup pengambilan keputusan. Keputusan-keputusan tersebut tidak lagi merupakan keputusan jangka pendek yang bersifat insidental. Dewasa ini dosen lebih dituntut sebagai pengelola proses belajar mengajar yang melaksanakan empat macam tugas, yaitu: Merencanakan, Mengatur, Mengarahkan dan Mengevaluasi (Davies, 1971). Dengan demikian, di dalam proses pembelajaran seorang dosen perlu mengadakan keputusan-keputusan, misalnya metode apa yang harus dipakai untuk mengajar, alat-alat apakah yang diperlukan untuk membantu mahasiswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengajar yang baik dalam proses pembelajaran tidak akan menggunakan hanya satu metode, tetapi penggunaan lebih dari satu metode secara bervariasi. Variasi metode dalam pembelajaran tidak hanya terbatas pada dua metode tetapi juga bisa lebih. Di samping itu, berlangsungnya proses pembelajaran paling tidak ditentukan oleh dua hal, yaitu kesiapan dosen sebagai pengajar dan mahasiswa sebagai peserta didik. Hal ini menyiratkan, baik dosen maupun mahasiswa mempunyai tangung jawab terhadap pencapaian tujuan belajar. Dosen memiliki tanggung jawab untuk membuat setiap pembelajaran positif dan produktif untuk mahasiswa. Dalam konteks ini, proses pembelajaran tidak hanya semata-mata diarahkan kepada apa yang harus dipelajari/dikuasai oleh mahasiswa, akan tetapi bagaimana mahasiswa belajar juga sangat penting (Padmadewi, 2007 :7).

Penerapan metode konvensional (demontrasi dan ceramah) dalam proses pembelajaran di lingkungan Program Studi Seni Karawitan, secara umum masih menggambarkan praktek-praktek pendidikan yang bersifat otoriter, pendidikan berpusat pada guru, menjejalkan isi kurikulum yang kurang memenuhi kebutuhan anak didik, tidak adanya komunikasi  interaktif antara guru dan siswa, murid dituntut menghafal secara akademis, guru cenderung bercerita menceritakan pelajaran, murid mendengarkan. Dalam konteks yang lebih luas, pendidikan tidak ubahnya seperti kegiatan menabung, murid adalah celengannya, guru adalah penabung, yang terjadi bukannya proses komunikasi, tetapi guru menyampaikan pernyataan-pernyataan dan mengisi “tabungan” yang diterima, dihafal, diulangi dengan patuh oleh musrid. Inilah konsep pendidikan “gaya bank, murid hanya berada pada posisi menerima dan menyimpan, sebagai pengumpul barang-barang simpanan. Pada akhirnya manusia sendiri yang disimpan karena miskinnya daya cipta, daya ubah dan pengetahuan (Santiyasa, 2007:3).

Group Investigation, merupakan salah satu diantara beberapa metode pengajaran  inovatif yang  akan diujicobakan dalam proses belajar mengajar di lingkungan Program Studi Seni Karawitan ISI Denpasar, khsusnya dalam mata kuliah Metode Penelitian. Group investigation (GI) merupakan salah satu metode dari pembelajaran kooperatif. Metode ini sering dipandang sebagai metode yang paling kompleks dibandingkan dengan metode lain dalam pembelajaran kooperatif (Padmadewi, 2007:21). Secara substansial,  hal yang ditawarkan dalam metode ini adalah, suatu bentuk proses belajar mengajar dengan melibatkan mahasiswa sejak perencanaan, baik dalam penentuan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Pada awal perkuliahan, para mahasiswa akan dibekali dengan aspek teoritis (keilmuan) tentang berbagai hal yang berkaitan dengan Metodologi Penelitian, dengan sasaran akhir mahasiswa mempunyai kompetensi dalam melakukan penelitian lapangan (field research) maupun dalam menyusun laporan akhir hasil penelitian. Aktualisasi dari pemahaman aspek teoritis tersebut akan diimplementasikan lewat sudi lapangan (field resarch). Untuk keperluan tersebut, akan ditentukan beberapa topik (dengan melibatkan mahasiswa) tentang berbagai fenomena seni budaya yang akan diinvestigasi. Dalam penerapan metode investigasi ini, kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, beranggotakan 3-5 orang mahasiswa. Masing-masing anggota kelompok dengan karakteristik yang berbeda (heterogen) yang didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para mahasiswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi yang mendalam terhadap subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan laporan di depan kelas secara keseluruhan.

Selengkapnya silahkan unduh disini

ESTETIKA POSTMODERN DALAM MUSIK KONTEMPORER DI BALI

Oleh: I Gede Arya Sugiartha

Seni dewasa ini tidak hanya dipahami sebagai produk rasa, melainkan juga mencerminkan kemampuan intelektual manusia. Pada mulanya seniman jarang menjadikan seni sebagai wacana, ia lebih banyak mencipta dan melakukannya. Namun merujuk pada pemahaman yang terus berkembang dan munculnya filsafat ilmu pengetahuan modern, banyak filsuf professional maupun seniman mulai membicarakan makna “seni”, “pengalaman estetik”, “kebenaran artistik”, yang dipergunakan dalam wacana-wacana seni. Namun satu hal yang paling mengejutkan adalah betapa sulitnya para filsuf dan seniman membuat batasan-batasan istilah dalam seni, karena ketika menganalisis apa yang mereka maksudkan hasilnya sering tidak konsisten pertautannya, sehingga perlu dipahami secara mendalam.

Salah satu misalnya wacana tentang seni dan keindahan. Pendapat yang paling bersahaja dan sering kita dengar bahwa semua yang indah adalah seni, atau sebaliknya bahwa semua seni itu indah dan yang tidak indah bukanlah seni; kejelekan berarti ketiadaan seni. Identifikasi seni dan keindahan seperti ini adalah dasar dari kesukaran kita dalam memberikan apresiasi terhadap seni. Bahkan pada orang-orang yang nyata-nyata sensitif terhadap segi-segi estetikpun anggapan ini merupakan sensor yang tidak disadari pada saat berhadapan dengan hasil seni yang kebetulan tidak indah. Baik pandangan historis yang meneliti bagaimana hasil-hasil seni di masa silam maupun pandangan sosiologis dengan memahami bagaimana manifestasi seni sekarang ini di berbagai tempat di dunia ternyata bahwa hasil seni sering merupakan sesuatu yang tidak indah.

Pada musik kontemporer misalnya, kita sering dihadapkan pada kenyataan bahwa musik komtemporer tidak selalu bisa kita nikmati sebagai sesuatu yang indah dan menyenangkan. Bahkan sebaliknya banyak karya-karya musik kontemporer membuat penontonnya jengkel, bosan, bahkan marah yang berakhir dengan kecaman. Namun apakah yang demikian itu tidak bisa kita golongkan kedalam sebuah karya seni, inilah pertanyaan yang akan ditelusuri lewat pemikiran baru, lewat paradigma baru sebagai dampak arus perkembangan intelektual manusia masa kini.

Dalam tulisan ini saya akan melakukan kajian estetika pada dua karya musik yang lahir di Bali yaitu “Mule Keto” (1987) dan “Gerausch” (2005). Kedua karya ini, sesuai dengan yang diperkenalkan oleh penciptanya adalah karya musik yang digarap dengan konsep komtemporer. Namun demikian kedua karya ini memiliki perbedaan orientasi dalam memaknai dan menerapkan konsep kontemporer, yang satu berubah secara bertahap dalam bingkai yang lentur sedangkan yang satu melakukan perubahan radikal, bahkan melampau batas-batas konseptual sebuah karya musik. Karya yang satu dapat memberikan rasa senang, sedangkan yang satu menjengkelkan, kenapa? Inilah permasalahan yang dicoba dibahas dengan menggunakan prinsip dan alur pemikiran postmodern. Bersandar pada pendapat bahwa seni adalah bagian dan unsur terpenting dari kebudayaan, maka dengan mencoba memahami kerangka berfikir setiap era/jaman (pra modern, modern, postmodern), maka kehadiran seni yang kebetulan tidak menyenangkan dapat dijelaskan.

Selengkapnya dapat diunduh disini

Loading...