Leluangan Dan Upacara Piodalan Di Desa Kesiman

Leluangan Dan Upacara Piodalan Di Desa Kesiman

Kiriman I Ketut Ardana, Dosen Jurusan Karawitan ISI Yogyakarta.

Alam ritual dengan gending leluangan adalah bagian yang tak terpisahkan. Para seniman meyakini, bermain gending leluangan dalam upacara ritual adalah sebagai wujud bakti  manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widi Wasa). Keberadaan gending merupakan faktor keindahan, hal ini sangat mempengaruhi para umat dalam menyatukan diri kepada Nya. Dari keindahan juga akan menghadirkan suatu ketenangan dalam melakukan yadnya.  Hadirnya gending leluangan merupakan salah satu pengimplementasian keindahan dalam upacara.  Gending leluangan itu indah. Keindahan gending muncul dari bunyi-bunyian yang tertata berbentuk sebuah aroma bunyi-bunyian yang melankolis. Memiliki melodi, ritme, dinamika, dan harmoni yang dapat menyentuh hati bagi si pendengarnya.

Sejak jaman dulu sudah berkembang pemahaman bahwa gamelan Bali selalu digunakan dalam mengiringi upacara keagamaan. Bahkan ada pendapat mengatakan, eksistensi gamelan Bali saat ini sangat besar disebabkan oleh budaya Bali yang selalu melibatkan kesenian. Dari fenomena ini keberadaan gending leluangan dalam upacara salah satunya digunakan untuk mengiringi ritual pangilen-ngilen. Besar keyakinan para umat bahwa gending juga sangat mempengaruhi tercapainya alam ritual bagi masyarakat.

Pada setiap proses persembahan pangilen-ngilen yang dilakukan oleh Pemangku pura diawali dengan memberikan koordinasi pada para Sekehe Gong untuk memulai gending iringan. Seandainya gending tidak dimainkan oleh para pengrawit, maka para Pemangku juga tidak memulai upacara. Mulainya gending dapat merespon para Pemangku untuk memulai berdoa, mengheningkan pikiran agar mencapai alam kerawuhuan (trans). Dalam konteks ini, gending sebagai iringan dimainkan dengan irama cepat dan memiliki dinamika  yang keras.  Gending mengalun berulang kali sambil mengiringi para Pemangku untuk mempersembahkan sesajen yang merupakan bagian dari proses ritual.

Leluangan Sebagai Sarana Membangun Suasana Ritual

Ada sebuah asumsi, Kemantapan dalam  melakukan proses persembahan upacara Ritual sangat dipengaruhi oleh keberadaan musikal dalam upacara. Tentu saja asumsi ini ada benarnya jika berangkat dari pernyataan Hazrat Inayat Khan yang mengatakan bahwa “… penyembuhan melalui musik dalam kenyataannya merupakan awal dari perkembangan seni musik, yang tujuannya adalah mencapai sesuatu yang dalam bahasa Wedanta disebut samadhi” (Khan, 2002:130). Pencapain alam samadhi adalah salah satu harapan yang ingin dicapai masyarakat dalam upacara ritual. Pencapaian ini sangat dibantu oleh keberadaan gending leluangan sehingga bisa membantu para pemedek (umat) dalam menyatukan diri kepada Nya. Dalam upacara ritual masyarakat memberikan suatu persembahan yadnya sembari memohon kepada Nya untuk diberikan kehidupan yang damai, tenang, dan sejahtera.

Leluangan Dan Upacara Piodalan Di Desa Kesiman Selengkapnya

Kain Batik Tua, Media Hias Alternatif Produk Gerabah

Kain Batik Tua, Media Hias Alternatif Produk Gerabah

Kiriman, I Wayan Mudra, PS Kriya Seni ISI Denpasar.

Kain batik tua atau kain batik habis pakai mempunyai nilai tersendiri bagi orang-orang kreatif. Peningkatan nilai ekonomis, dan estetis benda kriya akan muncul dari pemanfaatan benda-benda yang unik, baik sebagai bahan utama atau hanya sekedar sebagai media hias.

Siapa menyangka kain tua habis pakai  yang sudah lusuh dan tidak layak pakai berguna sebagai media hias keramik. Kerap kali kain ini menjadi incaran para pembuat kriya bukan saja untuk media hias keramik, tetapi juga diwujudkan dalam bentuk lain. Walaupun wujud fisiknya terkesan remeh dan sepele ternyata untuk mendapatkannya tidak mudah.  Kain yang sering disebut “kain bekas” di mata perajin ini, sering memberikan kesan kurang baik ditelinga orang seperti kain yang kotor, robek, lusuh dan terkadang menjijikkan. Karena mendengar kata “kain batik bekas” mengisyaratkan kepada orang bahwa kain tersebut adalah kain yang habis dipakai oleh orang tua bahkan nenek, yang badannya kotor dan kurus, keadaannya lusuh, kotor dan berbau tidak sedap karena tidak pernah dicuci. Namun ditangan para perajin justru keadaan ini bisa menjadi nilai tersendiri dalam membuat karya-karya yang unik dan menarik, seperti halnya perajin keramik. Mereka sengaja memang mencari kain bekas untuk media hias. Menjadi pertanyaan kenapa perajin memilih kain bekas bukan kain batik yang baru dengan kondisi yang lebih baik. Pertimbangannya pertama tentu selera konsumen dan yang kedua harganya relatif lebih murah bila dibandingkan dengan kain yang baru, walaupun untuk mendapatkannya terkadang sulit. Dengan pertimbangan bahan lebih murah sehingga akan bisa menekan harga produksi dan meningkatkan harga produk kriya tersebut.

Kain batik bekas diterapkan sebagai altenatif media hias karena memberikan nuansa antik pada produk yang dihias. Nuansa antik untuk pasaran di Bali yang konsumennya wisatawan asing sering kali menjadi suatu hal penting dan dicari oleh perajin.

Pemanfaatan kain batik habis pakai sebagai media hias keramik yang terlihat di pasar selama ini adalah keramik-keramik Lombok tingkatan gerabah yang dipasarkan di Bali.. Gerabah merah tanpa dekorasi didatangkan dari Lombok, kemudian proses pendekorasiannya dilakukan di Bali. Jenis gerabah dengan dekorasi semacam ini terlihat dibuat dan dipasarkan tempat-tempat penjualan gerabah di kawasan Suwung. Hal ini mengindikasikan sasaran konsumen gerabah jenis ini adalah wisatan asing

Bahan utama dekorasi ini selain kain batik bekas juga diperlukan lem sebagai bahan perekat. Teknik penerapan dekorasi ini adalah pertama menentukan jenis motif kain dan posisi motif pada badan gerabah. Perajin dituntut memiliki ketrampilan yang cukup untuk mencapai kualitas dekorasi yang baik,  baik dilihat dari sisi kualitas penerapan maupun kualitas penampilan motif. Penentuan motif dilakukan untuk memilih mana motif yang cocok untuk gerabah berbadan melebar (horisontal) dan mana motif kain yang cocok untuk badan gerabah meninggi (vertikal). Pemilihan motif seperti ini tidak mutlak dilakukan, karena penentuan motif terkadang ditentukan oleh pesanan konsumen. Setelah motif kain ditentukan dilanjutkan dengan pemotongan kain. Teknik penerapan kain pada badan gerabah dilakukan dengan teknik tempel dengan perekat lem. Lem yang cukup baik digunakan adalah lem kastol yang dijual bebas dipasaran. Proses penempelan disebut berhasil bila hasil tempelan melekat dengan baik dan tidak terjadi gelembung-gelembung kain. Proses akhir /finishing, hasil tempelan kain yang sudah kering dilapisi dengan cat transparan. Penggunaan kain batik bekas sebagai bahan hias dapat dilakukan terhadap semua bentuk gerabah. Namun yang paling penting diperhatikan adalah ketelitian dan ketelatenan prases penerapannya.

Kain Batik Tua, Media Hias Alternatif Produk Gerabah selengkapnya

Studi Ekskursi

PENGUMUMAN

Nomor: 763/I5.1.10/PP/2011

Diberitahukan kepada Mahasiswa FSRD ISI Denpasar yang telah mendaftar Studi Ekskursi ke Palu, Sulawesi Tengah diharapkan berkumpul pada:

Hari/Tanggal   : Senin, 28 Maret 2011

Jam                  : 10.00 Wita

Tempat               : Ruang Sidang FSRD

Acara                  : Pengarahan dari Pembantu Dekan III

Demikian kami sampaikan untuk dapat dilaksanakan. Terima kasih.

Denpasar, 23 Maret 2011

A.n. Dekan

Pembantu Dekan III,

Drs. D.A. Tirta Ray, M.Si

NIP. 195704231987101001

1 April Gaji PNS Naik 15%

1 April Gaji PNS Naik 15%

JAKARTA– Pemerintah memastikan kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS), TNI/Polri, dan pensiunan direalisasikan 1 April. Realisasi kenaikan telah diperkuat dengan peraturan pemerintah (PP).

”Sejak April kenaikan gaji penuh sudah bisa dirasakan PNS.PP telah terbit,kemudian instruksi dari Dirjen Perbendaharaan. Nanti bisa diajukan rapel sejak Januari.Untuk pensiunan juga harusnya bisa sama-sama dibayarkan,’’ kata Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Agus Supriyanto di Jakarta kemarin.

Dalam nota keuangan APBN 2011, pemerintah telah menganggarkan Rp91,2 triliun untuk pembayaran gaji PNS. Anggaran gaji dan tunjangan masuk dalam alokasi anggaran belanja pegawai pada 2011 yang mencapai Rp180,6 triliun atau 2,65% dari produk domestik bruto (PDB). Selain untuk gaji dan tunjangan PNS, pemerintah juga menyiapkan anggaran honorarium dan uang lembur pegawai negara Rp28,1 triliun. Agus menjelaskan, kenaikan gaji PNS sebenarnya terjadi setiap tahun. Sejak 2005-2010, gaji PNS rata-rata naik 24,6% per tahun. Kurun waktu 2006-2007, kenaikan gaji PNS sebesar 15%. Pada 2008 tercatat 20%.Pada 2009, mencapai 10%,pada 2010 sebesar 5%,dan tahun ini kenaikan gaji serta tunjangan PNS naik 15%.

Pengamat ekonomi Umar Juoro mengatakan, kenaikan gaji PNS sempat menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat, terutama dari kalangan yang menilai akan muncul ketimpangan sosial.”Kenaikan gaji harusnya diikuti oleh peningkatan kinerja pegawai dan pelayanan kerja pada masyarakat,’’ kata Umar. Mengenai kemungkinan pengaruhnya terhadap tekanan inflasi, kenaikan gaji PNS dinilai tak begitu memberikan dampak signifikan. ”Memang ada, tapi kecil sekali.Naik 15% itu hampir sama dengan tahuntahun sebelumnya jadi ini seperti kenaikan rutin,” ujar Direktur Jasa Keuangan dan Analisis Moneter Kementerian PPN/ Bappenas Sidqy Suyitno di Jakarta kemarin. Sementara itu, akibat kebijakan kenaikan gaji secara bertahap sejak 2007, pemerintah dihadapkan pada klaim PT Taspen (Persero).

Perusahaan yang bertanggung jawab pada penyaluran gaji pensiunan ini menyatakan harus berutang untuk membayar tunjangan hari tua (THT) PNS. Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, klaim PT Taspen masih perlu diverifikasi ulang.Namun,pemerintah tetap akan bertanggung jawab atas pembayaran pensiunan ini sebagai konsekuensi kebijakan kenaikan gaji.

”Nilai Rp7,34 triliun itu merupakan estimasi sepihak dari PT Taspen. Kita perlu melakukan penilaian kembali. Soal ini sudah ada dalam LKPP 2009,” kata Agus

Sumber: seputar-indonesia.com

Marginalisasi Seni Jemblung di Banyumas

Marginalisasi Seni Jemblung di Banyumas

Kiriman Saptono, Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar

1.Latar Belakang

Banyumas merupakan wilayah eks-Karesidenan, meliputi Kabupaten: Banjarnegara, Banyumas, Cilacap dan Purbalingga. Dalam ini tidak hanya meliputi kewilayahan yang bersifat geografis, ekonomi, sosial, historis, tetapi juga budaya yang masing-masing memiliki keterikatan satu dengan yang lainnya. Ikatan kesamaan itu memiliki konsekwensi bagi keselarasan dalam pembangunan yang satu dengan lainnya, saling mengikat, saling mendukung dan saling mengisi (Surono, 2002)

Masyarakat Banyumas juga cukup dikenal kalau logat bahasa (dialek) bicaranya ngapak-ngapak. Misalnya  lumrahnya orang Jawa Tengahan (Solo, Jogja, Semarang, dan sekitarnya) berbicara ‘sopo’ baca ‘sopo’ padahal tulisannya ‘sapa’artinya ‘siapa’, dan anehnya masyarakat Banyumas sendiri tidak tahu persis apa itu artinya ngapak-ngapak. Intinya logat bahasa dan budaya masyarakat Banyumas apa adanya (blakblakan), membaca dalam kontek bahasa daerah (Jawa) sesuai dengan tulisannya. Misalnya berbicara ‘sapa’ baca ‘sapa’ karena tulisannya ‘sapa’ dan artinya ‘siapa’.

Budaya “Banyumasan” meliputi wilayah eks-Karesidenan Banyumas, sampai kabupaten Kebumen. Dengan demikian tidak mengherankan kalau dialek dan budayanya ada yang sama, karena secara historis daerah Gombong, Karanganyar, dan Kebumen pernah masuk wilayah Banyumas. Sedangkan akhiran kata “an” di belakang nama daerah (Banyumas) adalah untuk lebih mempersempit cirikhasnya seni tradisi daerahnya, di luar tembok keraton (kesenian rakyat?)

Banyumas juda daerah yang cukup kaya dengan ragam dan bentuk keseniannya, atau banyak kalangan seniman di Jawa sering menyebutnya dengan kesenian Banyumasan. Adapun jenis-jenis kesenian yang pernah maupun masih hidup di daerah ini, diantaranya: Angguk, Aplang, Baladewan, Begalan, Braen, Buncis, Dagelan, Dames, Daeng, Ebeg, Lengger, Calung, Gending Banyumasan (karawitan), Manongan, Pedalangan (wayang), Rengkong, Sintren, Ujungan, dan Jemblung  (Soedjarwa Soedarma, dalam Saptono, 2004, p.21-30). Dari sekian jenis kesenian tersebut di atas, saat ini juga banyak jenis-jenis kesenian yang baru muncul dan cukud digandrungi oleh masyarakat pendukungnya. Namun demikian dalam ini penulis ingin membahas pada salah satu jenis kesenian  yaitu Seni Jemblung.

Jemblung adalah salah satu bentuk kesenian tradisional dari daerah Banyumas yang biasanya dimainkan oleh empat orang pemain, dan pertunjukannya mengandalkan kemahiran bertutur. Istilah ‘Jemblung’ sampai saat ini tidak ada yang mengetahui secara pasti.  Seni dan Budaya Banyumas (bagian 3) DISBUDPAR Banyumas, dalam SUARA MERDEKA bahwa kata ‘Jemblung’ merupakan jarwo dosok yang berarti jenjem-jenjeme wong gemblung (rasa tenteram yang dirasakan oleh orang gila). Pengertian ini diperkirakan bersumber dari tradisi pementasan Jemblung yang menempatkan pemain seperti layaknya orang gila. Sumber lain menyebutkan istilah ‘Jemblung’  berasal dari kata ‘gemblung’ yang artinya ‘gila’. Pengertian ini  cukup bisa diterima, karena saat pertunjukan berlangsung sang dalang berakting seperti orang ‘gila’ (Petra Christian, dalam Genta Campus Magazine University Surabaya).

Pertunjukan Jemblung merupakan bentuk sosio drama yang mudah dicerna masyarakat luas. Pada prinsipnya pertunjukan ini dapat dipentaskan dimana saja disegala tempat, seperti di balai-balai rumah atau di panggung. Para pemain Jemblung yang hanya melibatkan 4 (empat) orang seniman, dalam pementasannya tanpa properti artistik, sangat dibutuhkan kemahiran dan kekompakannya didalam menghidupkan suasana pertunjukan. Dalam pertunjukannya, pemain jemblung duduk di kursi menghadap sebuah meja yang berisi hidangan yang sekaligus menjadi properti pementasan dan sebagai santapan mereka saat pertunjukan berlangsung. Semua hidangan ditaruh diatas tampah, kecuali wedang (minuman; kopi, teh, air putih)  ditaruh diluar tampah . Hidangan tersebut antara lain: jajan pasar yaitu aneka kue yang biasa dijual di pasar tradisional, kemudian ada buah pendem seperti jenis ubi-ubian yang sudah dimasak, pisang, nasi gurih, dan minuman; wedang teh, kopi, dan wedang bening (air putih).

Marginalisasi Seni Jemblung di Banyumas selengkapnya

Loading...