KUNJUNGAN JURUSAN KRIYA SENI SMKN 11 SURABAYA

KUNJUNGAN JURUSAN KRIYA SENI SMKN 11 SURABAYA

Kunjungan Kali ini sebagai Lanjutan dari Kunjungan sebelumnya yang dilkukan oleh SMK N 11 surabaya dari jurusan Desain Komunikasi Visual dan Jurusan Seni Lukis. Kunjungan dari Jurusan Kriya Seni ini disambut oleh Pembantu Dekan II sebagai perwakilan dari Dekan FSRD ISI Denpasar, oleh Ketua jurusan dan Kepala Lab Kriya Seni. Dalam Acara ini dilakukan saling tukar informasi dari masing-masing institusi dilanjutkan dengan sesi Tanya Jawab dan mengakhiri kunjungan para siswa dari SMKN 11 Surabaya melakukan kunjungan ke studi  dan Lab Kriya Seni.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Dirjen Dikti Kunjungi ISI Denpasar

Dirjen Dikti Kunjungi ISI Denpasar

Kunjungan yang dilakukan oleh Dirjen Dikti pada hari kamis (8/12) merupakan kunjungan yang pertama ke kampus Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Dirjen Dikti yang didampingi oleh para pejabat dari pusat beserta Universitas Udayana disambut dengan hangat oleh Rektor ISI Denpasar beserta jajarannya. Usai berdialog di ruang Rektor ISI Denpasar, rombongan selanjutnya mengunjungi beberapa gedung yang berada di kawasan kampus.

Kunjungan pertama menuju ke Gedung Kriya Hasta Mandala di depan Gedung Rektorat yang saat itu sedang berlangsung pameran Tindas yang diselenggarakan oleh mahasiswa. Saat mengunjungi pameran, Dirjen Dikti yakni Bapak Djoko Santoso, mengungkapkan kekagumannya terhadap karya seni yang di pajang dan sempat berdialog singkat dengan mahasiswa selaku ketua panitia Aji Pratama. Kunjungan berlanjut menuju Gedung Perkuliahan Pascasarjana ISI Denpasar, yang sedang berlangsung acara perkuliahan. Selanjutnya beranjak menuju Gedung Natya Mandala yang pada saat itu sedang berlangsung kegiatan pelatihan mahasiswa yang mempersiapkan ujian kenaikan tingkat.

Tak berselang lama, selanjutnya rombongan diarahkan menuju Gedung Latta Mahosadi yang letaknya berseberangan dengan Gedung Natya Mandala untuk melihat beberapa koleksi instrument Bali maupun luar Bali yang telah dipajang disana, dan pada saat itu rombongan juga sempat menyaksikan mahasiswa asing sedang melakukan pelatihan di gedung ini. Di tempat yang sama, beliau sempat bertemu dan berdialog dengan Dekan Fakultas Seni Pertunjukan dan Dekan Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Surakarta, yang pada saat itu sedang melaksanakan program studi ekskursi ke ISI Denpasar.

Dirjen Dikti merasa sangat senang sekali bisa mengunjungi kampus ISI Denpasar, “ternyata kreatifitas mahasiswa ISI Denpasar tidak hanya dibidang seni saja, namun juga mampu menggunakan fasilitas sebaik mungkin serta mampu menjaga kualitas dari lingkungan” ungkap Bpk Dirjen. Dengan adanya kunjungan ini, Bapak Dirjen berharap bahwa gambaran yang sangat mengesankan ini mampu membangkitkan dan mempererat sinergi dengan kampus-kampus yang lain di Denpasar ataupun di daerah lain.

Pada waktu acara di Sindhu Beach pada malam harinya Bapak Dirjen menyinggung bahwa beliau terkesan terhadap lingkungan kampus ISI denpasar yang sangat bersih dan juga mampu mencerminkan atmosphere yang positif bagi para mahasiswa serta siapa saja di lingkungan kampus ISI Denpasar. Hal yang demikian itu diharapkan untuk dijadikan contoh bagi para civitas akademika maupun mahasiswa dikampus lain agar dapat mempertahankan citra dan juga meningkatkan kreatifitas.

Semiloka Jurnal Mudra

Semiloka Jurnal Mudra

Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar mengadakan Seminar dan Lokakarya Penulisan Artikel dan Jurnal Internasional, bertempat di gedung Latta Mahosadi ISI Denpasar pada hari jumat (9/12). Peserta yang hadir dalam acara ini sangat beragam dan terdiri dari perwakilan beberapa kampus yang berada di Bali maupun di Luar Bali, ini merupakan salah satu indikasi yang menunjukkan bahwa jurnal Mudra terbitan ISI Denpasar telah diakui secara luas oleh kalangan pendidikan maupun umum

Seminar yang dibuka oleh Rektor ISI Denpasar akan berlangsung selama sehari dimulai dari pukul 9 pagi hingga sore hari. Seminar ini terbagi dalam 4 sesi, sesi pertama hingga ketiga dibawakan oleh Prof. H. Ali Saukah, MA., Phd yang memaparkan mengenai penulisan artikel ilmiah untuk jurnal terakreditasi dan jurnal Internasional. Kemudian disusul sesi terakhir oleh Rektor ISI Denpasar yang memaparkan mengenai arah kebijakan penerbitan Institut Seni Indonesia ke depan, yang nantinya sekaligus menutup acara seminar dan lokakarya ini.

Saat ini jurnal mudra merupakan jurnal seni budaya satu-satunya di Indonesia yang telah memperoleh pengakuan akreditasi oleh Dikti (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi). “Keberadaan Jurnal Mudra ini tidak terlepas dari ketersediaan naskah yang berkualitas, namun saat ini naskah menjadi barang yang langka” ungkap ketua panita I Wayan Setem, S.Sn., M.Sn dan diharapkan melalui semiloka ini mampu meningkatkan hasil penulisan yang sesuai dengan kaidah penulisan.

Prof Rai mengungkapkan bahwa sebuah kampus jika ingin dikenal oleh khalayak ramai hendaklah mampu menerbitkan jurnal yang akan tersebar di seluruh penjuru dunia, “keberadaan penerbitan ISI Denpasar tidak boleh disepelekan karena merupakan brain smart bagi ISI Denpasar” ungkap Prof Rai. Beliau juga berharap agar predikat yang telah didapatkan oleh Jurnal Mudra tidak membuat terlena dan merasa puas, bahkan perlu lebih maksimal berjuang untuk berbenah.

Tamu undangan yang turut hadir dalam kesempatan ini sangat antusias menyimak materi yang disajikan oleh narasumber, materi yang sangat berharga ini akan membantu peserta dalam penulisan serta penerbitan jurnal selanjutnya, “sebagai salah satu prasyarat dalam peningkatan angka kredit adalah dengan menulis dalam jurnal terakreditasi” ungkap salah satu peserta.

Imajinasi Kematian

Imajinasi Kematian

Skrip karya ini merupakan deskripsi dan uraian tentang penciptaan seni lukis dengan tema “ Imajinasi Kematian “. Kematian merupakan Siklus yang terjadi pada setiap makhluk di dunia ini, termasuk manusia. Ketika kematian itu di alami oleh seseorang, tubuh akan berada dalam posisi kematiannya yaitu terlentang mengikuti garis Horizontal, Kematian seperti sebuah rangkaian tentang tubuh, atau jasad, yang perlahan menghilang entah dikubur atau dikremasi . Tubuh mati menjadi jasad dan akhirnya menyatu dengan alam (Panca Maha Butha). Namun roh dari tubuh itu pencipta yakini tetap hidup dan tetap melakukan eksistensinya di alam niskala.

Berdasarkan hal tersebut, pencipta sangat tertarik dan menyentuh bathin pencipta untuk memvisualisasikan fenomena ini lewat karya seni lukis yang memiliki nilai-nilai simbolik yang dapat mewakili hal-hal yang ingin disampaikan terkait dengan kematian.

Proses penciptaan karya merupakan tahapan eksperimentasi dari olahan kreatifitas pencipta. Untuk mempermudah didalam berkreasi diperlukan kajian sumber sebagai referensi di dalam penciptaan karya. Adapun penciptaan ini dilakukan dengan pengamatan suasana, pengamatan karya dari seniman lain, dari media cetak, media elektronik, dan dilakukan perenungan tentang segala hasil pengamatan tersebut, yang kemudian diteruskan pada proses penciptaan melalui tahap penjelajahan, tahap percobaan, pembentukan, dan penyelesaian. Penjelajahan adalah proses yang dilakukan untuk menentukan tema, dan percobaan adalah tahapan pencipta dapat melakukan berbagai percobaan melalui penerapan garis dengan membuat sket-sket pembentukan sebuah karakter yang diinginkan, dan penerapan atau pengaturan warna. Pembentukan adalah proses di dalam penciptaan ataupun proses penerapan hasil dari penjelajahan dan percobaan. Kemudian penyelesaian adalah tahapan akhir dari proses penciptaan, dilakukan dengan menyesuaikan konsep dengan hasil ciptaan.

Dalam wujud karya pencipta meliputi dua aspek umum dalam suatu karya seni lukis yaitu: aspek ideoplastis yang artinya, ide atau gagasan menyangkut karya seni pencipta, dan aspek fisioplastis atau wujud karya secara visual yang berkaitan dengan teknik perwujudan, elemen visual, dan unsur-unsur seni rupa.

Sehingga terwujudlah karya terkait dengan tema yang diangkat yaitu “Imajinasi Kematian“ yang menggambarkan tentang rangkaian perjalanan tubuh yang mati hingga perjalanan menjadi roh. Melalui penciptaan ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat, dan khususnya mahasiswa agar mampu menciptakan berbagai karya yang original berdasarkan pemahaman alat dan bahan serta penguasaan teknis yang akan di terapkan.

Kata kunci : Seni Lukis, Imajinasi dan Kematian

Okokan

Okokan

Kiriman: I Nyoman Putra Janiasa, Mahasiswa PS Seni Karawitan ISI Denpasar

Ritual erat kaitannya dengan budaya, Pulau Bali terkenal akan berbagai macam ritual dan budayanya, dan merupakan daya tarik bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara. Salah satu atraksi budaya yang sudah dikenal di mancanegara adalah okokan.

Okokan adalah salah suatu alat musik bunyi-bunyian yang pada umumnya terbuat dari bahan kayu yang dilobangi hampir menyerupai kentongan, tetapi didalamnya diisi pemukul yang disebut palit. Alat bunyi-bunyian ini umumnya dipasang pada binatang piaraan seperti sapi atau kerbau, yang berfungsi sebagai penghias atau tanda hewan tersebut, okokan ini akan mengeluarkan irama tertentu jika diayun-ayunkan, okokan seperti ini ukurannya relative kecil.

Sebagai suatu kelompok masyarakat yang agraris yang selalu dekat dengan tradisi bercocok tanam, okokan juga dipakai sebagai sarana hiburan ataupun acara ritual yang berbau magis.

Banjar Belong, Desa Baturiti Kerambitan,Tabanan,  2km kearah utara dari Pasar Kerambitan.  Desa yang masih asri dengan berbagai tanamannya, jauh dari kesan polusi, disinilah lahir okokan pertama yang lahir dikecamatan Kerambitan. Berawal dari tradisi agraris secara turun temurun dari para tetua atau para leluhur, maka alat musik ini sudah merupakan bagian dari kehidupan petani tradisional di Banjar Belong. Untuk mengisi waktu saat menunggu musim panen, para tetua terdahulu membuat alat musik okokan dalam ukuran yang cukup besar.

Okokan ini tidak dipasang pada binatang piaraan, tetapi dikalungkan langsung pada leher orang dan di ayun-ayunkan, kegiatan ini biasanya diperagakan untuk upacara tertentu dan menghibur diri sambil menunggu musim panen tiba.

“Menurut penuturan tetua Banjar Belong, bermula dari wabah, okokan ini dimainkan untuk mengusir wabah, sesuia kepercayaan bahwa wabah yang menyerang itu disebabkan oleh mahluk halus, maka harus diusir dengan membunyikan alat-alat yang menghasilkan bunyi, maka digunakanlah okokan dengan dimainkan oleh beberapa orang untuk mengusir wabah,” ungkap I Ketut Sudiarsa, mekel kesenian sekaligus ketua okokan.

Ritual ini disebut Ngerebeg, “Untuk menambah sakrak ngerebeg, maka okokan ini diiringi dua buah kendang, yang disebut kendang gede, dibuat kira-kira tahun 1917 selanjutnya kendang gede inilah yang dipercaya warga Banjar Belong diyakini memiliki kekuatan magis, “ tambah Sudiarsa.

Lebih lanjut Sudiarsa menambahkan, setiap ada wabah yang melanda masyarakat seperti cacar, kolera dan sebaginya, maka tetua desa akan mengambil tindakan demi keselamatan warga dengan upacara pecaruan diiringi dengan gegerebegan, selain itu juga dilaksanakan sehabis melakukan upacara tawur kesanga dengan mengelilingi desa.

Lambat laun tradisi ngerebeg inin bukan hanya dilakukan berkaitan dengan acara ritual, tetapi juga pada kegiatan-kegiatan seperti acara keramain, lomba desa, 17agustusan, penyambutan pejabat serta pertunjukan untuk wisatawan. “berawal dari ide tokoh pariwisata,AA Ngurah Oka Silagunada, untuk menampilkan okokan ini sebagai atraksi kesenian, maka warga Banjar Belong, membentuk sekaa okokan yang diiringi dua buah kendang gede, yang melibatkan seluruh anggota banjar yang berjumlah 45 kepala keluarga maka terbentuklah Sekaa Okokan Mekar Sari pada tahun 1991,” tambah Sudiarsa

“Pertama kalinya okokan ini ditampilkan secara komersial pada bulan Juni 1991, di Hotel Putri Bali di Nusa Dua, pementasan pertama kalinya ini mendapat sambutan yang sangat meriah dari wisatawan mancanegara, bahkan saking tertariknya beberapa wisatawan meminjam okokan yang sedang dimainkan untuk sekedar mencoba memainkannya sendiri,”ungkap Sudiarsa.

Setelah pementasan yang pertama itu, tidak berselang lama Sekaa Okokan Mekar sari mulai mendapat tawaran untuk pentas dibeberapa hotel di Nusa Dua dan sekitarnya. “Saking seringnya pentas,okokan peninggalan tetua kami sudah mulai rusak. Dengan kondisi seperti itu, maka hasil musyawarah warga banjar yang sekaligus anggota sekaa okokan bertekad memperbarui okokan dengan jalan membuat yang baru, kayu yang kami gunakan adalah Kayu Sane, sebelum proses pembuatannya  diadakan upacara nunas raos dan mohon petunjuk dari leluhur di pura sesuhunan yang ada di banjar adat kami, “tambah bapak dengan kumis tebal ini.

Untuk mengembalikan kemagisan okokan yang baru dibuat,maka diadakanlah upacara Pemelaspasan dan Masupati pada tanggal 20 November 1991 yang dihadiri oleh seluruh anggota Sekaa Okokan Mekar Sari dan langsung dipentaskan dihalaman balai banjar yang tetap dipandu dengan dua buah Kendang Gede.

Dalam perjalannya Sekaa Okokan Mekar Sari selalu kebanjiran tawaran untuk pentas ”Dulu sebelum ada bom bali, kami hampir setiap hari tampil, bahkan dalam satu hari kami pernah tampil dua kali, selalu ada saja hotel, maupun acara penyambutan yang menyewa kami untuk pentas, namun setelah bom bali, intensitas pementasan kami berkurang, yang dulu dalam seminggu minimal tiga kali pentas, sekarang sebulan dua sampai tiga kali pentas, tetapi tetap dalam sebulan selalu ada saja yang tawaran untuk pentas, dan pementasan rutin kami di puri anyar kerambitan untuk menyambut wisatawan macanegara, “ ungkap Sudiarsa.

Lebih lanjut Sudiarsa mengatakan, Okokan Mekar Sari sudah dikenal di mancanegara, para menteri dari dalam maupun luar negeri,presiden dari luar negeri, para pejabat dan pengusaha dan banyak lagi sudah kita sambut dengan Okokan Mekar Sari.

Selain itu juga Sekaa Okokan Mekar Sari pernah tampil di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) pada tahun 1996 dan 1997, tampil dalam acara gembyar remaja di TVRI, tampil dalam acara seremonial yang diadakan pemda Tabanan, dan Pemprop Bali. Dalam sekali pementasannya, Sekaa Okokan Mekar Sari biasanya berdurasi 15 sampai 30 menit dengan berat okokan berkisar antara 10 samapi 15 kg, “dalam pementasannya sekaa kami tidak pernah merasa berat karena bagi kami ini adalah ngayah untuk banjar, “ ungkap salah satu Sekaa Okokan Mekar Sari.

Sekali pentas, Sekaa Okokan Mekar Sari memasang tarif 1.2 sampai 1.5 juta, dan pendapatan itu dikumpulkan sebagai kas banjar, dari hasil ka situ, Desa Belong sudah bias membeli seperangkat alat gong untuk desa, membangun pura, membangun balai banjar, medana punia di pura dan setiap hari raya galungan, kas diambil bebrapa untuk dibagikan ke Sekaa yang juga anggota banjar untuk membeli keperluan upacara. “Dari hasil itu kami sudah bisa membangun desa ini, mungkin dari pertama okokan ini berdiri hasil yang sudah kami capai diatas 1 milyar dan sudah banyak pembangunan yang kami sudah buat untuk desa ini, “ ungkap salah satu sekaa okokan.

Jumlah instrument dari barungan okokan yaitu ada 30 buah,1 kendang dan 1 kajar.Personil dari barungan okokan tergantung dari barungan instrument itu sendiri.Repertoar lagu yang sering dimainkan seperti gamelan baleganjur.

Okokan adalah salah satu kesenian tradisional yang berada di lereng daerah wisata Bedugul, yaitu di Desa Adat Mayungan, dengan ketinggian daerah 800 meter di atas permukaan laut. Desa ini merupakan desa tua, yang berdiri pada zaman kerajaan Raja Jaya Pangus.

Dahulu oleh penduduk desa, Okokan diberi nama Bandungan. Alat ini dipakai oleh petani untuk mengalungi ternaknya (sapi), lebih-lebih setelah para petani habis membajak tanahnya, dan kegiatan di lading sudah tidak ada, maka diselenggarakanlah balapan sapi yang memakai Bandungan. Secara religious alat ini juga dipakai untuk mengusir roh-roh jahat, terbukti setiap sehari sebelum Hari Raya Nyepi alat ini dipakai untuk ngerebeg keliling desa. Sehingga sampai sekarang alat ini selalu dipakai untuk sarana pengerebegan baik saat-saat ada upacara mecaru agung seperti mebalik sumpah maupun acara agama lainnya.

Untuk mengembangkan adat seni dan budaya, maka tahun 1980, diorganisirlah dalam bentuk sekehe. Lebih-lebih mendapat respon positif dari Ketua ASTI, Bapak Prof. DR. I Made Bandem waktu itu, sehingga akhirnya terbentuklah Sekehe Okokan Werdha Budaya.

Kesenian Okokan terdiri dari beberapa alat musik tradisi yang diambil dari alat-alat yang dipakai para petani seperti :

1.      Okokan yaitu kalong keroncongan sapi

2.      Teng – teng yaitu bekas cangkul petani

3.      Kulkul yaitu alat yang dipakai untuk menghalau burung atau tetengeran di ladang oleh petani.

Gambelan Okokan juga dilengkapi alat-alat musik Bali lainnya untuk menambah indah dan uniknya suara Okokan, antara lain gong, kendang, tawa-tawa, dan lain-lainya.

            Disamping pada acara-acara religius Okokan juga dipentaskan saat-saat ada event-event di tingkat Provinsi maupun Kabupaten seperti Pesta Kesenian Bali, Parade senja dan lain-lain. Bahkan sering juga dipentaskan di Hotel untuk menghibur para tamu yang ingin menikmati kesenian tradisi. Dalam pementasan kesenian okokan mengambil cerita Cupak, dimana diceritakan di suatu wilayah terkena bencana gering karena ulahnya Garuda. Okokan dipakai warga untuk ngerebeg, dan berkat bantuan Cupak, Garuda bisa dikalahkan sehingga wilayah itu menjadi aman dan tentram.

Okokan Selengkapnya

Loading...