Desain Busana Analogi Rumah Mbaru Niang Wae Rebo Ntt

Kiriman : Ayu Krisna Gayatri Sari Dewi (Mahasiswa Prodi Desain Mode FSRD ISI Denpasar)

Abstrak

Rumah tradisional mbaru niang yang terletak di Desa Wae Rebo, Nusa Tenggara Timur (NTT), merupakan bangunan rumah panggung yang terdiri dari lima lantai dengan bentuk dasar kerucut. Rumah adat ini dibangun oleh masyarakat adat Wae Rebo berdasarkan pengetahuan tidak tertulis atau bersifat kearifan lokal. Arsitektur rumah adat mbaru niang Desa Wae Rebo yang tercipta dari kearifan lokal, dibangun menggunakan material alami dari alam sekitar. Perwujudan arsitekturnya adalah arsitektur biologis, dengan filosofi bangunan rumah dengan tampilan sederhana namun memiliki konstruksi bangunan yang kokoh. Melalui perancangan busana menggunakan jenis konsep analogi, dapat diperkenalkan rumah adat mbaru niang sebagai warisan budaya dari kecerdasan leluhur menciptakan bangunan tempat tinggal. Setelah menganalisis bentuk, konstruksi dan material bangunan rumah mbaru niang, maka berhasil didesain tiga buah rancangan busana, yaitu busana ready to wear, busana ready to wear deluxe, dan adi busana (haute couture).

Kata Kunci: Mbaru Niang, Kearifan lokal, Arsitektur biologis, Analogi, Busana.

 

Selengkapnya dapat unduh disini

Perancangan Interior “The Space Sanur” Sebagai Co-Working Space Pada Era Global

Kiriman : Ni Kade Ari Yunita (Program Studi Desain Interior FSRD ISI Denpasar)

Abstrak

    Perkembangan industri kreatif di Indonesia khususnya di Bali, terlihat dari semakin menjamurnya komunitas kreatif anak muda dan wirausahawan muda di Kota Denpasar. Dengan tingginya gairah generasi muda di Bali yang merambah industri kreatif, pemerintah Kota Denpasar kemudian mencanangkan Denpasar sebagai Kota Kreatif berbasis budaya, di mana terdapat beberapa subsektor seperti wirausaha, musik, videografi, arsitek, desain, sinematografi, dan unit bisnis. The Space Sanur sebagai sebuah tempat untuk mewadahi para pelaku industri kreatif, baik startup, entrepreneur, maupun pekerja lepas serta masyarakat umum untuk bekerja, berinteraksi, berkolaborasi, melaksanakan pameran, diskusi, dan aktivitas lainnya, yang dapat memperkaya ide masing-masing individu. Tujuan perancangan ini adalah menciptakan sebuah desain interior dengan konsep menyama braya yang dapat meningkatkan produktivitas, kreativitas, serta perkembangan bisnis dari pengguna The Sanur Space. Riset desain dalam perancangan ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, didukung metode pengumpulan data, kepustakaan, wawancara, observasi, dan dokumentasi, dengan analisis data induktif. Metode desainnya mengombinasikan metode glass box dan black box. Wujud desain interiornya menerapkan sistem fasilitas modular dan sistem ruang terbuka, agar suasana kerja lebih santai dan mendorong interaksi sosial antar pekerja.

Kata Kunci: MenyamaBraya, Modular, Interaksi, Ruang Terbuka.

 Selengkapnya dapat unduh disini

Rektor ISI Denpasar Tekankan Multikultur Lewat Seni

Rektor ISI Denpasar Tekankan Multikultur Lewat Seni

Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha SSKar M.Hum. (FOTO Antara Bali/ Desy Dora/wdy/17)

Sumber : http://bali.antaranews.com/berita/109094/rektor-isi-denpasar-tekankan-multikultur-lewat-seni

Denpasar (Antara Bali) – Rektor Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar Prof Dr I Gede Arya Sugiartha SSKar M.Hum menekankan penguatan pemahaman multikultur lewat Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, khususnya berkaitan dengan seni budaya.

“Kami menekankan pentingnya penghargaan pada setiap kelompok yang mempunyai kultur berbeda sebagai upaya membangun karakter kebangsaan,” katanya di Denpasar, Minggu.

Selain menekankan pendidikan pada pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa, pihaknya juga menekankan pada pendidikan yang mengasah sensibilitas rasa, terutama terhadap keindahan yang merupakan bidang kajian.

“Seorang yang sensitif terhadap keindahan pada akhirnya juga akan sensitif terhadap nilai-nilai kemanusiaan, kebaikan dan solidaritas sosial dalam pergaulan,” ujar Arya Sugiartha.

ISI Denpasar memacu peserta didik menjadi sarjana seni yang berkarakter kebangsaan dengan melakukan berbagai upaya dan terobosan.

Upaya itu antara lain melakukan penguatan pemahaman multikultur yang menekankan pentingnya penghargaan kepada setiap kelompok yang mempunyai kultur berbeda.

Arya Sugiartha menambahkan, upaya itu diharapkan mampu membawa masyarakat ke dalam suasana rukun, damai, toleran, saling menghargai, saling menghormati tanpa ada konflik dan kekerasan.

Menurut dia, upaya menekankan multikultur bukan dimaksudkan untuk menyatukan atau melebur berbagai kultur yang ada menjadi “asas tunggal”.

Berkaitan dengan hal itu, nasionalisme juga tidak dipahami sebagai homogenisasi kehidupan dalam segala aspek, terlebih lagi mengenyampingkan keragaman, karena dianggap berbagai faktor penghambat integrasi.

Dengan demikian, multikulturalisme merupakan Bhinneka Tunggal Ika yakni keragaman tetap dipelihara dalam imajinasi kebersamaan untuk menjadi satu.

Untuk itu, lembaga pendidikan tinggi seni yang dipimpinnya itu menekankan untuk menghargai perbedaan sehingga mampu memberikan sumber inspirasi penciptaan karya seni.

“Dengan terbiasa menghargai keunikan karya seni etnis lain, maka karya seni dari etnis lain akan muncul dalam bingkai rasa persaudaraan, bahwa hidup ini saling membutuhkan,” katanya. 

Pemahaman dan sikap saling menghargai perbedaan merupakan awal dari pergulatan karakter kebangsaan, karena sarjana seni merasa bahwa perbedaan dan keragaman itu menjadi sumber kekuatan.

“Demikian pula memaknai sejarah dan warisan budaya, karena rekonstruksi masa lampau serta warisan budaya adalah bukti bahwa masa lampau adalah sumber nilai yang sangat berguna untuk membangun bangsa,” katanya.  (WDY)

Editor: I Gusti Bagus Widyantara

Loading...