KRIYA DAN PASAR PARIWISATA

Kiriman : I Komang Arba Wirawan (Program Studi Produksi Film dan Televisi FSRD ISI Denpasar)

Abstrak

Bali sebagai pusat pariwisata dunia membutuhkan peran pendukung seni dan budaya. Seni kriya sebagai produk souvenir tourist dibutuhkan selain berkualitas juga memiliki brand/merek. Tujuan penelitian ini adalah mempetakan produk kriya yang memiliki brand/merek sehingga dapat menjadi brand image bagi tourist dan memenangkan persaingan destinasi global. Model penta helix (Hendriyana) sesungguh dapat diterapkan untuk mencapai produk kriya yang berkualitas. Penerapan teori brand (Kotler), memiliki fungsi tambahan yang kuat dan dapat memberi nilai tambah pada produk kriya tersebut sehingga dapat menjadi brand image bagi tourist. Diperlukan usaha-secara berkelanjutan pengembangan produk yang memenuhi faktor untuk mengevaluasi kualitas produk: Kinerja, Inti Produk, Keistimewaan, Kendala, Spesifikasi, Daya Tahan, Kecepatan, Daya Tarik, dan Persepsi. Kontribusi diperlukan usaha-secara berkelanjutan pengembangan produk yang memenuhi faktor untuk mengevaluasi kualitas produk: Kinerja, Inti Produk, Keistimewaan, Kendala, Spesifikasi, Daya Tahan, Kecepatan, Daya Tarik, dan Persepsi. Hasil menunjukkan diperlukan pelibatan berbagai pihak yang berkolaborasi yaitu kalangan akademik, business, government, mass media/media sosial, tourist dan community untuk menciptakan brand yang mendunia memenangkan persaingan global.

Selengkapnya dapat unduh disini

PUDARNYA ANGGAH UNGGUHING BASA SENI PERTUNJUKAN DRAMATARI BALI

Kiriman : I Wayan Budiarsa (Program Pascasarjana Program Studi Seni, Program Doktor ISI Denpasar)

Abstrak

Pertunjukan dramatari di Bali dalam penyajiannya menggunakan bahasa Kawi dan bahasa Bali.  Tokoh-tokoh utamanya mengunakan bahasa Kawi, sedangkan tokoh-tokoh abdi/punakawan menggunakan bahasa Bali. Kini, sejalan dengan perkembangan jaman seni pertunjukan di Bali beberapa tokoh utama cendrung meninggalkan pakem-pakem dialog tradisi dan lebih mengutamakan adegan yang bersifat hiburan. Adegan dialog yang semestinya serius (saklek) berubah menjadi dialog hiburan yang intinya untuk mengundang tertawa penonton. Berbagai persoalan tersebut setidaknya membuat pudarnya sor singgih basa/ anggah ungguhing basa seni pertunjukan dramatari. Tidak hanya dapat kita tonton secara langsung, namun telah viral di beberapa media sosial dan menjadi daya tarik tersendiri bagi sang penanggap/ masyarakat. Rekaman audio visual yang dapat diakses secara berulang-ulang menjadi suatu tontonan hiburan bagi pengguna media sosial tersebut seperti yang di tayangkan oleh media youtube. Dapat kita simak beberapa adegan dialog bahasa Kawi dan bahasa Bali tidak ditempatkannya dengan semestinya sehingga suasananya menjadi pudar (campah).

Kata kunci: Pudar, Anggah Ungguhing basa, Kawi, Dramatari, Bali.

Abstract

The dramatic performance in Bali in its presentation uses Kawi and Balinese languages. The main characters use the Kawi language, while the servants / Punakawan use Balinese. Now, in line with the development of the performing arts era in Bali, some of the main figures tend to leave the standards of traditional dialogue and prioritize scenes of an entertainment nature. The dialogue scenes that should have been serious (saklek) turned into entertainment dialogues whose main point was to invite the audience to laugh. These various problems at least make the sor singgih basa / anggah ungguhing basa of the performing arts drama fade away. Not only can we watch it live, but it has been viral on several social media and has become the main attraction for the responders/ public. Audio-visual recordings that can be accessed repeatedly are an entertainment spectacle for social media users as broadcast by the youtube media. We can see that some of the dialogue scenes in Kawi and Balinese are not placed properly so that the atmosphere is faded (campah).

Keywords: Pudar, Anggah Ungguhing Basa, Kawi, Dramatari, Bali.

Selengkapnya dapat unduh disini

REPRESENTASI NILAI KEPAHLAWANAN DALAM FILM “DOEA TANDA CINTA”

Kiriman : Nyoman Lia Susanthi, S.S., M.A (Prodi Produksi Film dan Televisi, ISI Denpasar)

Abstrak

            Representasi merupakan proses sebuah objek yang bisa ditangkap oleh panca indra untuk dapat diungkapkan kembali hasilnya berupa konsep/ ide. Dalam film panca indra yang dapat menangkap adalah mata dan telinga yaitu melihat visual dan mendengar suara dari film. Sehingga dalam mengamati representasi film, menonton adalah metode utama untuk mendapatkan konsep atau ide. Pengamatan representasi film yaitu “Doea Tanda Cinta,” difokuskan pada nilai-nilai kepahlawanan yang terkandung didalamnya. Untuk mengamati nilai kepahlawanan yang terkandung di dalam film ini penulis menggunakan teori semiotika. Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis data menggunakan semiotika maka pada film “Doea Tanda Cinta” mengandung nilai-nilai kepahlawanan. Hal tersebut tercermin dari simbol-simbol sosial yang ditampilkan melalui peran tokoh dalam film.  Nilai-nilai kepahlawanan yang terkandung dalam film antara lain keberanian, pantang menyerah, rela berkorban dan kesabaran.

Kata Kunci: Film, nilai kepahlawanan, representasi

Selengkapnya dapat unduh disini

PENERAPAN DESAIN BIOFILIK DI MASA PANDEMI COVID-19

Kiriman : I Putu Udiyana Wasista (Jurusan Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Denpasar)

ABSTRAK

Di masa pandemi, masyarakat mengalami depresi dan stres. Salah satu cara mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan pendekatan desain biofilik. Manusia memiliki ikatan yang kuat dengan alam. Ikatan ini bersifat emosional, spiritual, dan intelektual. Adanya hubungan ini, mampu memberikan mood positif bagi manusia. Adanya mood positif akan membuat manusia lebih tenang menghadapi situasi yang ada. Hal ini sangat sesuai untuk mengatasi masalah stres dan depresi selama pandemi. Pendekatan studi literatur digunakan untuk membahas penerapan desain biofilik di masa pandemi. Hasilnya, penerapan biofilik dapat dilakukan di rumah tinggal dan lingkungan pemukiman. Di rumah tinggal, penerapan desain biofilik dilakukan dengan memaksimalkan sirkulasi udara alami, menempatkan pot berisi tanaman, dan menggunakan benda-benda berbahan alami. Di lingkungan pemukiman, pendekatan desain biofilik dilakukan dengan membuat fasad hijau dan ruang terbuka hijau. Dalam jangka panjang, pendekatan biofilik dapat membantu ketahanan mental masyarakat. Kondisi ini, secara luas juga akan membantu ketahanan suatu negara di masa pandemi.

Kata kunci : desain biofilik, COVID-19, desain berkelanjutan, desain hijau.

Selengkapnya dapat unduh disini

Epos Ramayana Sebagai Sumber Lakon Tarian Bali

Kiriman : I Wayan Budiarsa (Program Pascasarjana Program Studi Seni, Program Doktor ISI Denpasar)

Abstrak

Ramayana merupakan epos yang sangat terkenal dari belahan negara India yang telah tersebar dan berkembang di negara se-Asia Tenggara dengan berbagai bentuk penyajiannya. Kisah ini dapat kita simak melalui seni tari, seni drama, seni suara, seni wayang, seni lukis, seni sastra, dan cabang seni lainnya. Mengisahkan perjalanan kehidupan Sri Rama putra mahkota dari negara Ayodya sekaligus sebagai awatara Wisnu, beliau mempunyai tugas untuk menumpas kejahatan di muka bumi, menyelamatkan kehidupan manusia dari ketamakkan Rahwana raja Alengka yang memiliki sifat serakah, jahat, angkara murka yang selalu menyombongkan kekuatan dirinya yang tidak terkalahkan walau oleh para Dewa sekalipun. Sri Rama, Laksmana, dan dibantu oleh pasukan kerajaan Kiskinda akhirnya mampu mengalahkan Alengka. Kisah Ramayana memberikan nuansa baru bagi tumbuh kembangnya seni pertunjukan di Bali.

Kata kunci: Epos, Ramayana, Sumber Lakon, Tarian, Bali.

Abstract

Ramayana is a very famous epic from  of India that has spread and developed in countries in Southeast Asia with various forms of presentation. We can see this story through art dance, drama, voice art, puppet art, painting, literature, and other branches of art. Tells the life journey of Sri Rama, the crown prince of the Ayodya state as well as Wisnu Awatara, he has the duty to eradicate evil on earth, save human life from Rahwana the king of Alengka who has a greedy, evil, angry nature who always boasts of his invincible strength even by the gods. Sri Rama, Laksmana, and assisted by Kiskinda’s royal troops were finally able to defeat Alengka. The story of the Ramayana provides new nuances for the development of performing arts in Bali.

Key words: Epos, Ramayana, Sumber Lakon, Dance, Bali.

Selengkapnya dapat unduh disini

Loading...