Perkembangan Gerabah Perangsada Blahbatuh Gianyar

Kiriman : Denaka Pratamasari (Mahasiswa Jurusan Kriya Seni)

ABSTRAK

Gerabah yang merupakan bahan kerajinan yang berasal dari tanah liat ini semakin sedikit peminatnya, padahal pada tahun 1990-an produksi barang kerajian gerabah terutama di desa Perangsada Blahbatuh Gianyar menjadi andalah bagi masyarakat setempat guna menopang perekonomian mereka. Namun sekarang kerajinan gerabah tersebut sudah mulai sedikit peminat karena masyarakat sekarang lebih memilih perabotan yang berbahan bukan dari gerabah karena bentuk yang lebih menarih dan bagus serta harga yang terjangkau. Pada tahun 1980-an perajin gerabah di desa Perangsada Blahbatuh Gianyar pengerajin gerabah tersebut masih banyak kita jumpai, hamper setiap rumah dapat kita temui pembuatan gerabah tersebut, terutama dalam pembuatan pane, dulang, periuk, caratan serta perabotan rumah tangga lainnya. Namun sekarang tidak semua masyarakat menekuni kerajinan ini, hanya wanita-wanita tua saja yang masih mengeluti kerajinan gerabah ini. Hal ini terjadi karena semakin sedikit peminat gerabah dan semakin sedikit pula pemesan. Penelitian ini bertujuan untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa betapa pentingnya gerabah bagi masyarakat desa perangsada karena masyarakat setempat mengandalkan kerajinan gerabah perangsada sebagai sumber matapencaharian masayarakat sekitar.

Kata kunci: Gerabah, Perangsada, kriya

PENDALUHUAN

Gerabah adalah salah satu bagian dari keramik yang dilihat berdasarkan tingkat kualitas dan bahannya, namun masyarakat ada yang mengartika bahwa keramik dan gerabah itu berbeda, mereka berangapan bahwa keramik merupakan barang pecah belah, sedangkan gerabah merupakan barang yang terbuat dari tanah liat. Namun di desa Perangsada Blahbatuh Gianyar kerajinan gerabah merupakan salah satu produk andalan, berbagai sumber mata pencaharian masyarakat sekitar. Produk yang di produksi oleh industry ini berupa dulang, priuk, caratan dan perabotan rumah tangga lainnya.

PEMBAHASAN

Gerabah adalah bagian dari keramik yang dilihat berdasarkan tingkat kualitas bahannya. Namun masyarakat ada mengartikan terpisah antara gerabah dan keramik. Ada pendapat gerabah bukan termasuk keramik, karena benda-benda keramik adalah benda-benda pecah belah permukaannya halus dan mengkilap seperti porselin dalam wujud vas bunga, guci, tegel lantai dan lain-lain. Sedangkan gerabah adalah barang-barang dari tanah liat dalam wujud seperti periuk, belanga, tempat air, dll.

Gerabah yang merupakan bahan kerajinan yang berasal dari tanah liat ini semakin sedikit peminatnya, padahal pada tahun 1990-an produksi barang kerajian gerabah terutama di desa Perangsada Blahbatuh Gianyar menjadi andalah bagi masyarakat setempat guna menopang perekonomian mereka. Namun sekarang kerajinan gerabah tersebut sudah mulai sedikit peminat karena masyarakat sekarang lebih memilih perabotan yang berbahan bukan dari gerabah karena bentuk yang lebih menarih dan bagus serta harga yang terjangkau.

Pada tahun 1980-an perajin gerabah di desa Perangsada Blahbatuh Gianyar pengerajin gerabah tersebut masih banyak kita jumpai, hamper setiap rumah dapat kita temui pembuatan gerabah tersebut, terutama dalam pembuatan pane, dulang, periuk, caratan serta perabotan rumah tangga lainnya. Namun sekarang tidak semua masyarakat menekuni kerajinan ini, hanya wanita-wanita tua saja yang masih mengeluti kerajinan gerabah ini. Hal ini terjadi karena semakin sedikit peminat gerabah dan semakin sedikit pula pemesan. Tetapi pada saat ada acara seperti upacara ngaben pesanan gerabah di perangsada limayan meningkat, namun sekarang pembuatan Gerabah ini sudah sangat menurun karena bahan yang terbatas sehingga tidak banya orang yang tau bahwa Gianyar sebagai pusat kerajinan gerabah sehingga gerabah mulai di tinggalkan oleh konsumen. Sehingga permintaan kerajinan gerabah menurun, seiring dengan makin langkanya bahan baku tanah liat.Padahal untuk keperluan upacara agama, gerabah masih diperlukan. Dicontohkan saat upacara ngaben, aneka jenis gerabah banyak dipergunakan.

Kalaupun ada yang masih membuat gerabah, biasanya dilakukan wanita tua dengan cara yang tradisional. Sehingga tidak heran, jika produksinya juga tak bisa memenuhi permintaan pasar. Akibat yang di timbulkan karena penurunan pemesanan gerabah adalah terancamnya perekonomian masyarakat sekitar desa Perangsada Blahbatuh Gianyar dan menyebabkan menurunnya tikat kesejahteraan masyarakat, karena mata pencaharian mereka adalah dari kerajinan itu juga. Tanpa adanya keterampilan lain, para perempuan pembuat gerabah setempat terpaksa berhenti bekerja atau kembali membuat gerabah untuk keperluan rumah tangga yang harganya jauh lebih murah dan lebih menarik bentuknya.

IndustrI gerabah di desa perangsada sebaiknya di bangun kembali dan lebih ditingkatkan lagi karena demi meperbaiki perekonomian warga sekitar, karena industry ini adalah kunci yang dapat membawa masyarakat kearah kehidupan yang lebih baik. Selain itu industry gerabah ini merupakan motor pertumbuhan ekonomi masyarakat.

PENUTUP

Gerabah yang merupakan bahan kerajinan yang berasal dari tanah liat ini semakin sedikit peminatnya, padahal pada tahun 1990-an produksi barang kerajian gerabah terutama di desa Perangsada Blahbatuh Gianyar menjadi andalah bagi masyarakat setempat guna menopang perekonomian mereka. Namun sekarang kerajinan gerabah tersebut sudah mulai sedikit peminat karena masyarakat sekarang lebih memilih perabotan yang berbahan bukan dari gerabah karena bentuk yang lebih menarih dan bagus serta harga yang terjangkau. Dan dari situ lah masyarakat desa Perangsada mengandalkan perekonomiannya dan hehidupannya.

Sebaiknya industri lebih mengembangkan usaha tersebut demi masyarakat untuk mendapatkan penghasilan yang memadai. Dan kerajinan ini lebih dikembangkan lagi agar tidah punah.

DAFTAR RUJUKAN

http://www.bisnisbali.com/2007/10/22/news/property/g.html

https://www.isi-dps.ac.id/berita/pengertian-gerabah/

 

Jeans Jadi High Fashion Yang Tak Pernah ” Mati “

Jeans Jadi High Fashion Yang Tak Pernah ” Mati “

Kiriman : Novia Restu Samputri Pertiwi (Mahasiswa Jurusan Desain Mode)

ABSTRAK

Peradaban manusia mempengaruhi globalisasi yang berdampak pada dunia fashion, salah satunya jeans. Evolusi jeans berlanjut sejak satu abad lalu hingga sekarang, sehingga jeans mendapat gelar “The Fashion Survivor”. Awalnya jeans memang dibuat dengan sebuah pemikiran sederhana, yaitu bagaimana membuat celana yang kuat dan bisa digunakan untuk menambang. Denim itu awalnya adalah sebuah bahan yang berasal dari sebuah kota di Prancis, bernama Nimes. Awalnya bahan ini disebut Serge de Nimes, lalu kemudian dipersingkat menjadi denim (de nimes). Celana jeans pertama kali dibuat pada tahun 1560-an di kota Genoa, Italia, untuk keperluan angkatan laut setempat. Pada tahun 1800-an di Genoa dicoba membuat celana dari bahan kain denim ini. Masyarakat perancis menamai celana dari denim buatan Genoa dengan nama genes (celana dari Genoa). Jeans adalah sebutan khusus bagi celana berbahan denim. Jeans masuk ke Amerika Serikat tahun 1872. Jeans dipopulerkan di AS oleh Levi Strauss. Gaya busana tahun 1980 mengalami perubahan yang sangat besar. Terutama perkembangan jeans. Konsep fashion celana jeans mencerminkan karakter daerah, seni, budaya, gaya hidup, musik, figure, dan ikon fashion di inggris pada era 80-an. Pada era 80-an, Jeans mulai menjadi high fashion saat para perancang top dunia seperti Giorgio Armani, Calvin Klein dan Versace mulai menciptakan jeans dengan gaya mereka sendiri dan menggunakan label mereka. Haute couture adalah istilah dari Perancis yang berarti ‘high sewing’ atau ‘high fashion’. High fashion istilah untuk menggambarkan mode yang trend-setting, unik, dan eksklusif. Puncak ketenaran jeans adalah pada tahun 1955 ketika James Dean memakainya dalam film Rebel Without a Cause. Ini menjadi simbol perlawanan kaum muda saat itu. Jeans dapat berkembang sampai saat ini karena dapat digunakan dari berbagai usia, kelas sosial, dan etnis, dapat juga digunakan dalam berbagai kesempatan dari acara formal sampai non formal. Dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin canggih, jeans kian berkembang sehingga efek denim bisa dibuat oleh manusia dengan bahan kimia serta bantuan alat modern.

Kata kunci: Jeans, fashion, high fashion

PENDAHULUAN

Peradaban manusia telah mengalami kemajuan sampai sekarang. Seiring kemajuan tersebut berkembang pula globalisasi yang berdampak juga pada banyak hal salah satunya adalah dunia fashion. Fashion adalah istilah umum untuk gaya populer atau praktek, khususnya pakaian, sepatu, atau aksesoris.

Fashion selalu berubah-ubah seiring berjalanya waktu kadang menciptakan sesuatu yang baru atau kembali ke masa lalu. Perkembangan fashion disebabkan kebutuhan dan juga lingkungan yang berbeda. Salah satu tren fashion wanita zaman dulu yang masih sering dipakai adalah jeans. Evolusi jeans pun terus berlanjut sejak satu abad yang lalu hingga sekarang. Sekarang ini banyak sekali inovasi tren fashion yang menggunakan bahan jeans. Bahkan celana jeans pun sudah banyak variasi modelnya, mulai dari model flare sampai dengan model skinny yang sedang tren saat ini. Pantas jika jeans mendapat gelar “The Fashion Survivor”.

Jeans merupakan salah satu produk pakaian yang sangat fenomenal baik dikalangan pria maupun wanita. Awalnya jeans lebih akrab bagi kalangan pria, tapi seiring perkembangannya wanita pun bisa mengenakannya.

Awalnya jeans memang dibuat dengan sebuah pemikiran sederhana, yaitu bagaimana membuat celana yang kuat dan bisa digunakan untuk menambang. Anehnya jeans justru berkembang menjadi sebuah fenomena fashion yang tak lekang dimakan zaman, bahkan di tahun 1970-an, jeans sempat menjadi salah satu simbol pemberontakan terhadap kemapanan dan kaum parlente.

Karena perkembangan fashion terus up to date, jeans sudah menjadi pakaian yang umum di semua kalangan. Terbukti dari lingkungan sekitar kita yang banyak menggunakan jeans bahkan menyebar sampai seluruh dunia.

Jeans dalam bentuk apapun sudah melekat  dengan kita. Tidak sekadar sebagai pelengkap fashion, jeans  sudah menjadi bagian dari fashion itu sendiri.
Jeans  sudah berkembang ke bentuk yang belum sempat terpikir oleh mereka yang punya andil menciptakan celana jeans pertama kali.

PEMBAHASAN

Denim itu awalnya adalah sebuah bahan yang berasal dari sebuah kota di Prancis, bernama Nimes. Awalnya bahan ini disebut Serge de Nimes, lalu kemudian dipersingkat menjadi denim (de nimes). Denim merupakan material kain yang kokoh terbiuat dari katun twil. Dulu denim sebenarnya merupakan paduan dari wool dan cotton atau wool dan silk, tetapi setelah abad 19, hanya memakai cotton saja. Warna biru dari jeans merupakan hasil dye dari tanaman indigo yang telah dipergunakan sejak 2500 SM. Pabrik-pabrik jeans mengimport indigo plant dari India sampai akhirnya karena permintaan produk yang tinggi dan untuk menjadikan produk ini lebih ekonomi maka dibuatlah sintetik indigo, sintetik indigo itu sendiri ditemukan oleh Adolf von Baeyer pada tahun 1878. Sebuah sumber mengatakan bahwa Indonesia dulu merupakan salah satu penyuplai indigovera (emas biru). Ambarawa dan sekitarnya merupakan ladang terbesar indigovera. Natural indigo yang harganya sangat mahal tetapi masih bisa ditemui pada jeans sekarang. Teksturnya mirip karpet namun lebih tipis dan halus. Pertama kali diciptakan, denim hanya memiliki satu warna yaitu indigo. Tapi seiring berkembangnya zaman, dibuatlah warna-warna lain seperti, hitam, abu-abu, putih khaki dan warna-warna terang diantaranya pink, hijau, biru terang, dan lainnya.

Celana jeans pertama kali dibuat pada tahun 1560-an di kota Genoa, Italia, untuk keperluan angkatan laut setempat. Denim pada mulanya digunakan untuk keperluan pelayaran dan bukan untuk busana. Penggunanya kebanyakan industri pelayaran Perancis dan Republik Genoa yang sekarang menjadi bagian Italia modern. Pada tahun 1800-an di Genoa dicoba membuat celana dari bahan kain denim ini. Ternyata celana dari denim ini banyak yang menyukai tidak hanya masyarakat Genoa melainkan juga warga Perancis. Dari sinilah penyebutan istilah jeans berasal. Masyarakat perancis menamai celana dari denim buatan Genoa dengan nama genes (celana dari Genoa), karena banyak orang yang tertarik dengan barang ini, maka beberapa pedagang dari Inggris dan Amerika ada yang membawa barang ini kembali ke negara mereka, orang Inggris dan Amerika yang menggunakan celana ini melafalkanya menjadi jeans. Jadi jelaslah kain denim itu bahan untuk membuat celana yang dinamai jeans atau di Indonesia disebut jins. Memang baru pada tahun 1850an denim pertama kali digunakan sebagai bahan dasar jeans oleh Levi Strauss sebagai salah satu pionir.

Jeans adalah sebutan khusus bagi celana berbahan denim. Jeans masuk ke Amerika Serikat tahun 1872. Kain celana ini biasa dipakai oleh angkatan laut. Orang Prancis menyebut celana ini dengan sebutan “bleu de Génes“, yang berarti biru Genoa.

1 2

Meski tekstil ini pertama kali diproduksi dan dipakai di Eropa, tetapi sebagai fashion, jeans dipopulerkan di AS oleh Levi Strauss, seorang pemuda berusia dua puluh tahunan yang mengadu peruntungannya ke San Francisco sebagai pedagang pakaian. Ketika itu, AS sedang dilanda demam emas. Hingga akhirnya, sampai di California semua barangnya habis terjual, kecuali sebuah tenda yang terbuat dari kain kanvas. Kain kanvas ini dipotongnya dan dibuatnya menjadi beberapa celana yang dijual pada para pekerja tambang emas.

Dan ternyata para pekerja menyukainya karena celana buatan Strauss tahan lama dan tak mudah koyak. Merasa mendapat peluang, Strauss menyempurnakan “temuannya” dengan memesan bahan dari Genoa yang disebut “Genes”, yang oleh Strauss diubah menjadi “Blue Jeans”. Di sinilah para penambang lebih menyukai celana buatan Strauss dan “menobatkan” celana itu sebagai celana resmi para penambang.

Para penambang emas itu menyebut celana Strauss dengan sebutan “those pants of Levi`s” atau “Celana Si Levi”. Sebutan inilah yang mengawali merek dagang pertama celana jeans pertama di dunia. Naluri bisnis Strauss yang tajam membuatnya mengajak pengusaha sukses Jacob Davis untuk bekerja sama, dan pada tahun 1880 kerja sama itu melahirkan pabrik celana jeans pertama.

Dan produk desain mereka yang pertama adalah “Levi’s 501“. Dengan alasan dikhususkan bagi para penambang emas, Celana ini memiliki 5 saku, 2 di belakang dan 2 di depan, dan 1 saku kecil dalam saku depan sebelah kanan. Setiap saku memiliki fungsi masing-masing. Saku kecil ini dirancang untuk menyimpan butiran – butiran emas yang berukuran kecil.

Gaya busana tahun 1980 mengalami perubahan yang sangat besar. Terutama perkembangan jeans. Konsep fashion celana jeans mencerminkan karakter daerah, seni, budaya, gaya hidup, musik, figure, dan ikon fashion di inggris pada era 80-an.

Jeans atau denim di tahun itu didaulat menjadi lambang kebebasan dan mode yang terinspirasi dari jalanan. Hampir setiap komunitas seperti punk, funky, rock and roll, bahkan Ivy league yang lebih mapan dan terpelajar menggilai jeans

Naiknya pamor jeans ke kalangan selebritis dimulai tahun 1930 ketika John Wayne – aktor terkenal Hollywood – memakainya dalam film koboi. Pada Perang Dunia II pun para serdadu Amerika memakai jeans kalau mereka sedang istirahat dari tugas.

 Puncak ketenaran jeans adalah pada tahun 1955 ketika James Dean memakainya dalam film Rebel Without a Cause. Ini menjadi simbol perlawanan kaum muda saat itu. Bahkan beberapa sekolah di Amerika sampai harus melarang muridnya memakai jeans.

1

James Dean : Rebel Without a Cause

Film ini bercerita tentang seorang anak muda yang memberontak terhadap hal hal disekitarnya, seperti melawan orang tuanya, melanggar peraturan sekolah dan lain lain. Salah satu atribut yang digunakan oleh James Dean adalah celana blue jeans.

Film ini berdampak besar pada perkembangan denim dalam American pop culture karena setelah film ini dirilis anak muda mulai melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan James Dean, salah satunya dengan menggunakan jeans.

Pada saat itu,anak-anak muda yang menggunakan jeans dilarang memasuki fasilitas umum, seperti bioskop, perpustakaan, sekolah dll, tetapi anak anak muda tersebut tetap menggunakan celana jeans dibanding menggunakan celana bahan yang merupakan celana “normal” pada saat itu.

Pada era 60-an dan 70-an hippies merajalela, jeans mulai dimodifikasi mengikuti fashion saat itu. Jeans dibordir, didesain dengan nuansa psychedelic (model jeans dengan pola warna-warna terang), dan juga dicat. Di negara-negara non-Barat jeans susah didapatkan.

Pada era 80-an, Jeans mulai menjadi high fashion saat para perancang top dunia seperti Giorgio Armani, Calvin Klein dan Versace mulai menciptakan jeans dengan gaya mereka sendiri dan menggunakan label mereka. Mereka berhasil mengangkat jeans sebagai bahan yang tampil anggun dengan rancangan mereka dan menjadikan jeans sebagai high fashion clothing dan pasarnya terus meningkat.

Haute couture adalah istilah dari Perancis yang berarti ‘high sewing’ atau ‘high fashion’. Haute couture biasanya dibuat untuk kostumer tertentu, terbuat dari bahan dengan kualitas tinggi, mahal dan dijahit dengan detil yang ekstrim. Butuh waktu yang lama dan teknik luar biasa untuk membuat sebuah haute couture.

High fashion adalah istilah yang biasanya digunakan untuk menggambarkan mode yang trend-setting, unik, dan eksklusif.

Celana jeans belel ini di Amerika Serikat (AS) dikenal dengan sebutan stone washed jeans. Kali pertama jenis jeans ini diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1982. Lain halnya dengan Diesel, selain belel, celana Diesel ditambah dengan aplikasi robek-robek kecil pada lokasi-lokasi yang strategis. Hal ini sesuai dengan perkembangan warna-warna mode dunia yang mengarah pada kusam, kotor, berdebu atau dusty juga gaya industrial.

Sejak dikenalkan model ini, bermunculan berbagai merek lainnya yang menggunakan bahan kimia sama untuk memberi efek warna yang memudar pada celana panjangnya. Sebut saja merek seperti Calvin Klein, Guess, dan Gloria Vanderbilt.

Pada tahun ini teknologi memegang peran utama dan membuat segala sesuatunya menjadi serba instan dalam produksi masal. Semua produk fashion dapat terdistribusi secara merata. Bermunculannya produk kecantikan dan fashion serta pengaruh media masa yang begitu kuat seperti iklan  juga turut memperluas makna fashion itu sendiri. Selain itu aliran dan jenis musik mulai muncul dengan gaya khas dan karisma yang mempengaruhi gaya hidup pada saat itu. Masih dipengaruhi oleh budaya Punk, New Wave menawarkan gaya berbusana yang lebih diterima khalayak umum ketimbang Punk. Pengaruh televisi dan film yang lebih mudah terjangkau menyebabkan budaya ditahun 1980 lebih cepat tersebar. Pengaruh musik dari Inggris masih mendominasi, semacam Elastica dan grup beraliran Britpop lain.

Dari perkembangannya bahan denim bisa dibilang sebagai tren yang tidak ada akhirnya, karena terus berkembang dan digemari sampai sekarang. Kedepannya dapat dipastikan akan bermunculan banyak kombinasi dan penggunaan baru dari bahan denim ini.

Bahan celana denim berjenis raw material akan selalu digemari pecinta denim klasik. Denim berbahan mentah ini disukai karena efek yang dihasilkan semakin lama akan semakin mengikuti bentuk tubuh pemakainya, sehingga akan semakin nyaman dan tampak trendi saat dikenakan. Selain itu denim berbahan mentah ini semakin disukai karena bisa memberi kebebasan pemakainya untuk membuat efek secara natural. Bahan ini memang belum diberikan proses apapun ketika diproduksi, seperti stone wash, whisker, acid wash, dan lain sebagainya. Zaman dahulu memang belum diberikan efek hingga pada tahun 1970-an ditemukan ide untuk membuat jeans yang sudah diproses dan populer sampai sekarang. Namun kini, tren-nya kembali lagi ke masa lampau.

1 2

Desain jeans juga akan berkembang, tidak hanya sebagai pakaian saja tapi  dapat berkembang menjadi tas, sepatu, aksesoris fashion, aksesoris interior, dan sebagainya.

Dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin canggih, jeans kian berkembang sehingga efek denim bisa dibuat oleh manusia dengan bahan kimia serta bantuan alat modern.

PENUTUP

Fashion selalu berubah-ubah seiring berjalanya waktu kadang menciptakan sesuatu yang baru atau kembali ke masa lalu. Perkembangan fashion tentu saja disebabkan kebutuhan dan juga lingkungan yang berbeda. Salah satunya jeans.

Evolusi jeans pun terus berlanjut sejak satu abad yang lalu hingga sekarang. Sekarang ini banyak sekali inovasi i tren fashion yang menggunakan bahan jeans. Selain dari sisi bahan yang semakin beragam, semakin banyak pula item yang bisa dipadupadankan dengan jeans.

Jeans dapat berkembang sampai saat ini karena dapat digunakan dari berbagai usia, kelas sosial, dan etnis, dapat juga digunakan dalam berbagai kesempatan dari acara formal sampai non formal. Jeans terlihat santai dan nyaman saat digunakan. Jeans terbuat dari bahan yang serba guna, kuat, tahan lama, enak dipakai, fashionable, hangat, dan sebagainya. Denim adalah sebuah komponen besar dalam industri fashion.

Jeans -dalam bentuk apapun- sudah melekat  dengan kita. Tidak sekadar sebagai pelengkap fashion, jeans  sudah menjadi bagian dari fashion itu sendiri.
Jeans  sudah berkembang ke bentuk yang (mungkin) belum sempat terpikir oleh mereka yang punya andil menciptakan celana jeans pertama kali.

Dalam perkembangannya Jeans tidak hanya digunakan untuk celana saja,  banyak perancang kelas dunia maupun nasional menginovasikan bahan jeans ini menjadi celana pendek, jaket, rok, vest atau rompi, bando, sepatu dan lain-lain nya. Di era globalisasi yang maju seperti sekarang bahan jeans juga masih termasuk gaya yang trendy dan fashionable, perkembangan jeans dari zaman ke zaman semakin inovatif dan makin berkembang.

DAFTAR PUSTAKA

Baugh, Hail, 2011. The Fashion Designer’s textile directory, the creative use of fabrics in design; thames and Hudson

Mendes, and de la Haye, Valerie, and Amy (2010). Fashion Since 1900. London: Thames & Hudson Ltd. p. 224-248.

Craik, Jennifer (2005). Uniforms Exposed (Dress, Body, Culture). Oxford, UK: Berg Publishers. p. 171. ISBN 1-85973-804-4.

Browne, Ray B.; Browne, Pat (15 June 2001). The Guide to United States Popular Culture. Popular Press. pp. 357–. ISBN 978-0-87972-821-2. Retrieved 11 August 2012.

Lauraine Leblanc. Pretty in Punk: Girls’ Gender Resistance in a Boys’ Subculture. Rutgers University Press, 1999. P. 52

“Return of the perm: Big hair leads the Eighties’ comeback”. London: Daily Mail. 2 March 2008. Retrieved 10 August 2012.

Welters, Linda; Cunningham, Patricia A. (20 May 2005). Twentieth-Century American Fashion. Berg. pp. 223, 337. ISBN 978-1-84520-073-2. Retrieved 10 August 2012.

Textile Exchange FastFacts : Textile and Product Waste

Majalah Gadis No.23 XXXVII edisi 24 Agustus-2 September 2010

Bateman, Antony; Benyahia, Sarah Casey Casey; Mortimer, Claire (23 May 2012). AS Media Studies: The Essential Introduction for WJEC. Routledge. p. 111. ISBN 978-0-415-61334-7. Retrieved 10 August 2012.

Steinberg, Shirley R.; Kehler, Michael; Cornish, Lindsay (17 June 2010). Boy Culture: An Encyclopedia. ABC-CLIO. p. 95. ISBN 978-0-313-35080-1. Retrieved 10 August 2012.

Wikipedia.com

Fashion-Era.com

http://wolipop.detik.com/read/2012/11/20/074543/2095247/233/denim-jeans-serupa-tapi-tak-sama?991104topnews

http://kaincraft.multiply.com/journal/item/8

http://www.skwirk.com.au/p-c_s-14%20_u-189_t-509_c-1888/1980s—decade-in-context/nsw/history/australia’s-social-and-cultural-history-in-the-post-war-period/social-and-cultural-features-of-the-1980s

http://degabriel-phose.blogspot.com/2009/11/awal-mula-sejarah-fashion.html

http://voguenist.blogspot.com/2013/03/tren-fashion-dari-masa-ke-masa_14.html

http://sosbud.kompasiana.com/2012/10/27/penduduk-masyarakat-dan-kebudayaan-503906.html

http://www.kawankumagz.com/read/haute-couture-yang-luar-biasa (diakses 14 Juni 2015)

http://www.wetpaint.com/2010-10-26-what-is-high-fashion/ (diakses 14 Juni 2015)

Steps In Learning Bahasa

Steps In Learning Bahasa

Kiriman : Ni Ketut Dewi Yulianti,S.S.,M.Hum

Abstract1

This paper is intended specially for the students of  Darmasiswa RI program who study at ISI ( Institut Seni Indonesia/ The Indonesian Institute of the Arts) Denpasar who need to master Bahasa. Bahasa will help them in getting the lesson more easily and  in communicating with the society more confidently.

Some steps are recommended in this paper. And before having speaking skill, listening skill becomes an important skill besides writing and reading ones. Mastering  cross cultural understanding is also a need for learners as language and culture are inseparable. Understanding about the culture of Indonesia will minimize misunderstanding due to cultural differences.

I.INTRODUCTION

This paper is aimed at describing the steps in learning Bahasa, especially for the students of  Darmasiswa RI program who study at ISI ( Institut Seni Indonesia/ The Indonesian Institute of the Arts) Denpasar. Understanding the language, in this case bahasa Indonesia (Indonesian language) will be fun when learners feel its importance and significance.

Fisrt of all, let us discuss about why the students should learn Bahasa. By mastering Bahasa, the students will be able to attend the class and get lesson more easily and  they will also be able to communicate with the society more confidently.

The students will be able to speak Bahasa well, after doing some steps described in this paper. In learning Bahasa as learning other languages, before having speaking skill, listening skill becomes an important skill besides writing and reading ones. In addition to those four skills, learners are expected to master a cross cultural understanding as well.  Cross cultural understanding simply refers to the basic ability of people to recognize, interpret and correctly react to people, incidences or situations that are open to misunderstanding due to cultural differences.

The problem under concern is what steps should be undergone by learners in attaining their intention to master Bahasa?

II.ANALYSIS

In general, when students want to learn Bahasa, they have to start from understanding words, sound changes in complex words, words-forming processes, affixes, phrases, clauses, and sentences before building a speech. (see Sneddon,1996: 8).

WORDS

Words can be simple or complex. A word can be complex in a number of ways. It can consist of reduplicated bases, such as buku-buku ‘books’, rumahrumah ‘houses’, etc.

PHRASES

A phrase is a group of words which is grammatically equivalent to a single word, being able to occur in the same place as that word. Example: Kedua buku ini ‘these two books’.

CLAUSES

A clause is a construction which contains a predicate and, with some minor exceptions, a subject. A clause is either independent or dependent. Example: Dia guru ‘She/he is a teacher’.

SENTENCES

A sentence is a construction which is grammatically complete; it can stand alone as a complete utterance (although it may be closely linked to what has gone before). A sentence expresses a statement, question, command, or exclamation. Apakah dia sudah makan? ‘Has she/he eaten?’

After understanding how the words, phrases, clauses, sentences are used, learners should also learn about the culture of Indonesia, since language and culture are inseparable, and by understanding the culture will help them to communicate nicely without misunderstanding. Practice makes perfect. The best way of improving the fluency in speaking Bahasa is by practicing a lot.

III. CONCLUSION

In general, when students want to learn Bahasa, they have to start from understanding words, sound changes in complex words, words-forming processes, affixes, phrases, clauses, and sentences before building a speech. Besides, they also should understand about the culture of Indonesia because cross cultural understanding plays a significant role in communication. When the students learn Bahasa, at the same time they should learn about the culture of Indonesia.

Bibliography

Reynolds, Sana & Deborah Valentine. 2004. Guide to Cross-Cultural Communication. New Jersey: Pearson Education

Sneddon, James Neil. 1996. Indonesian Reference Grammar. Australia: Allen & Unwin Pty Ltd

 

Cross Cultural Understanding In Language Learning

Cross Cultural Understanding In Language Learning

Kirimin : Ni Ketut Dewi Yulianti,S.S.,M.Hum

1

Abstract

This paper is intended for those who want to learn languages. Realizing that language and culture are inseparable, when learners learn a language, then at the same time they should learn the culture of the country where the language is from, besides learning to master the four skills namely speaking skill, listening skill, writing skill and reading skills. Cross cultural understanding simply refers to the basic ability of people to recognize, interpret and correctly react to people, incidences or situations that are open to misunderstanding due to cultural differences. There are some guidelines to use language effectively and sensitively to facilitate communication, namely be aware, choose words carefully, avoid idioms, slang, jargon, acronyms, respect the basic rules of correct grammar and standard syntax, be polite and formal, avoid informality, avoid jokes and humor, listen, and value silence.

Key words: cross cultural understanding, English, language learning

INTRODUCTION

            The intention of  this paper is to explain the importance of cross cultural understanding in learning  languages. In learning any languages, besides learning to master  the four skills namely speaking skill, listening skill, writing skill and reading skills, learners are also expected to master about cross cultural understanding. They need to know properly the culture of the country and the people where the language is from. Cross cultural understanding simply refers to the basic ability of people to recognize, interpret and correctly react to people, incidences or situations that are open to misunderstanding due to cultural differences. That’s why, the fundamental intention of cross cultural training is to equip the learner(s) with the appropriate skills to attain cross cultural understanding. 

            In relation to the importance of cross cultural understanding in language learning,   the role of cross cultural understanding in language learning becomes the main topic of discussion in this paper.

ANALYSIS

The Role of Cross Cultural Understanding in Language Learning

Cross culture understanding plays a significant role in communicating with people from different countries. Language and culture are inseparable. Therefore, when learners are learning a language, at the same time they should learn the culture of the country and the people of where the language is from, in order to avoid miscommunication and misunderstanding. Cross cultural understanding simply refers to the basic ability of people to recognize, interpret and correctly react to people, incidences or situations that are open to misunderstanding due to cultural differences.

Reynold (2004: 57) if we are to communicate successfully across cultures, we must recognize the power of language. Think of how language can be charged with feeling, how it can galvanize and cause upheaval.

The guidelines to use language effectively and sensitively to facilitate communication (see: Reynold,2004:63)

  • Be aware

Non native speaker are often unfamiliar with idiom and confuse by the shades of meaning of words. Pretending to understand when you don’t is often dictated by culture’s desires to be courteous, to seek harmony and conversation-free relationship, and to avoid embarrassment. After all, needing to ask a question means that they didn’t understand.   

  • Choose words carefully

Words are powerful: they can hurt or support. To communicate cross-culturally, avoid words that disrespect or belittle others. Remember that jokes can also wound, especially the kind that make fun of a people or their beliefs. Finally, remember that many cultures that communicate indirectly may find directness rude or threatening.

  • Avoid idioms, slang, jargon, acronyms.

These expressions are seldom taught at school or in formal language courses.  

  • Respect the basic rules of correct grammar and standard syntax.

Most people who learn second languages know their grammar.

  • Be polite and formal

Indonesian people are not as casual as other people from different countries. Be polite. Avoid informality.

  • Avoid jokes and humor

Be ware of sharing the latest joke. Humor, often based on word play, puns, or shared cultural references, is one of the most difficult things to translate. Also, remember that laughter in many cultures signifies embarrassment or nervousness. 

  • Listen

Listening is a very powerful communication tool : it involves putting aside your own self- interest so that you can step behind another’s eyes and see things from that perspective. This is a great compliment to the person with whom you’re communicating as well as tangible proof of your commitment to understanding.

  • Value Silence

Try to become more comfortable with silence. For example, many Asian cultures appreciate periods of silence and do not like to be hurried.

 CONCLUSION

            Cross cultural understanding plays a significant role in communicating with people from different countries. Language and culture are inseparable. Therefore, when learners learn a language, at the same time they should learn the culture of the country where the language is from, in order to avoid miscommunication and misunderstanding.

Perkembangan Tunik Dari Masa ke Masa

Perkembangan Tunik Dari Masa ke Masa

Kiriman : Ni Nyoman Rahayu Trisnawati (Mahasiswa Jurusan Desain Mode)

ABSTRAK

 Keanekaragaman budaya telah mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan, seperti dalam aspek fashion yang semakin menyentuh kehidupan sehari-hari setiap orang. Fashion juga memicu pasar dunia untuk terus berkembang, produsen untuk berproduksi, pemasar untuk menjual, dan konsumen untuk membeli. Cara berpakaian yang mengikuti fashion juga memperlihatkan kepribadian idealisme dari pemakainya. Faktor budaya yang berpengaruh dalam fashion terdapat pada perkembangan tunik. Tunik merupakan pakaian dengan ukuran longgar yang dibawa oleh Kerajaan Yunani ketika menguasai Romawi. Kemudian bangsa Romawi menggunakan tunik sebagai pakaian sehari-hari dan dapat dikenakan oleh berbagai kelas sosial. Bahan tekstil tunik yang awalnya hanya terbatas pada wol dan linen, sudah mulai dikembangkan pada abad-20 oleh Paul Poiret dengan bahan yang lebih mahal dan dengan bentuk tunik yang unik merupakan hal yang menonjol dalam koleksi Adi Busananya. Tunik yang menjadi mode paling top sepanjang periode 60-an adalah tunik rok mini (mini-skirted tunic). Terbuat dari kain sintetis, seperti nilon. Tunik tetap dipakai dan diadaptasi oleh banyak budaya sampai saat ini. Terbukti di Indonesia tunik digunakan sebagai salah satu pakaian dalam berbusana muslim oleh kaum wanita maupun pria. Dan mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan daya kreatifitas yang lebih tinggi dari setiap pengrajin atau pengusaha busana muslim. Tunik dapat dikatakan sebagai pakaian yang multifungsi karena dapat digunakan dalam berbagai kesempatan formal maupun non formal. Dalam kebudayaan Barat, tunik yang panjangnya sampai di pergelangan kaki dikenakan oleh rohaniwan dan anggota sekte keagamaan.

KATA KUNCI: Kelas Sosial, Tekstil, Abad-20, Gaya 60-an, Tahun 2000-an.

PENDAHULUAN

Busana berasal dari Bahasa Sansekerta yaitu bhusana atau dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan busana yang dapat diartikan pakaian. Namun pengertian busana dengan pakaian sedikit memiliki perbedaan. Busana dalam pengertian luas adalah segala sesuatu yang dipakai mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Busana memiliki konotasi “pakaian yang bagus dan indah”, yaitu pakaian yang serasi, harmonis, dan nyaman dilihat, serta sesuai dengan waktu pemakaian. Sedangkan pakaian adalah bagian dari busana itu sendiri.

Sebelum masuknya Yunani ke Roma, pria dan wanita Romawi mengenakan lembaran wol yang besar sebagai pakaian untuk menutupi  tubuh mereka. Lalu setelah kerajaan Yunani menguasai Kekaisaran Romawi dan Romawi Kuno(616-509), pakaian masyarakat Romawi mulai beralih dari yang hanya lembaran kain wol yang besar menjadi sebuah tunik. Romawi menyebut pakaian dasar mereka “tunica” atau biasa disebut tunic atau tunik yang berarti jubah. Tunik adalah pakaian dengan ukuran yang lebih longgar dari model pakaian seperti biasanya sehingga mampu menutupi dada, bahu dan punggung. Pakaian ini memiliki potongan yang sangat sederhana.

Pada awalnya, tunik merupakan pakaian tanpa lengan yang disebut colobium. Karena dianggap terlalu feminim, model tunik kemudian mulai dikembangkan oleh desainer kedalam bentuk pakaian berlengan panjang atau tunik yang panjangnya hingga pergelangan kaki. Julius Caesar biasa mengenakan tunik berlengan panjang dengan hiasan di sekitar pinggang. Dalam kesempatan resmi bangsa Yunani dan Romawi memakai tunik yang bagian pinggangnya diikat dengan tali atau girdle. Bila sedang berada di rumah, tunik dipakai sebagai baju longgar tanpa ikat pinggang.

Zaman Romawi Kuno, pakaian pria terdiri dari tunik dalam, tunik luar, dan toga. Sementara itu, pakaian wanita terdiri dari tunik dalam, tunik luar, dan palia. Tunik luar wanita Romawi disebut stola.

PEMBAHASAN

Kelas Sosial

            Dari zaman Kekaisaran Romawi, tunik dipakai oleh siapa saja, seperti: pria muda, prajurit, budak, petani, sampai kaum bangsawan. Pria muda dan prajurit mengenakan tunik berwarna putih yang panjangnya hanya sampai lutut. Laki-laki berumur, bangsawan, dan hakim mengenakan tunik hingga sampai di pergelangan kaki. Rakyat biasa mengenakan tunik yang dibuat dari kain wol berwarna putih dihiasi pinggiran merah. Tidak ada seorang pun dari kalangan rakyat biasa yang diizinkan mengenakan tunik berwarna ungu, karena warna ungu merupakan warna untuk kaisar. Tunik dipakai sehari-hari oleh pria maupun wanita sampai tahun 1300an.

21

Tekstil

Wol dan linen adalah serat yang paling umum digunakan dalam pakaian bangsa Romawi. Bangsa Romawi mengimpor wol dari Inggris dan Perancis, linen dari Mesir, kapas dari India dan sutra dari China dan Persia. Bangsa Romawi mampu mengembangkan beberapa pabrik pertama mereka untuk memproduksi pakaian dan juga memperdagangkan pakaian siap pakai di seluruh kerajaannya. Karena kekaisaran Romawi meliputi wilayah geografis yang sangat luas, banyak bangsa lain yang akhirnya ikut mengadopsi gaya berpakaian Romawi.

Abad-20

            Pada awal abad ke-20 bentuk dasar tunik kembali populer di dunia mode. Paul Poiret(1879-1944), seorang perancang busana dari Perancis mengambil inspirasi rancangannya dari tunik bergaya oriental. Koleksinya yang paling menonjol adalah celana harem baggy yang dikenakan dibalik tunik kap lampu(lampshade tunic).dinamakan begitu karena bagian bawahnya dipasangi kawat yang melingkar mengelilingi tubuh menyerupai kap lampu. Rancangan Poiret menarik perhatian karena menggunakan kain-kain eksotis yang mahal seperti sutra, brokat, dan beludru

34

Gaya 60-an

            Tunik rok mini(mini-skirted tunic) menjadi mode paling top sepanjang periode 60-an. Tunik ini biasanya dipadukan dengan blus atau sweater pas badan yang terbuat dari rajutan halus(skinny rib). Terbuat dari kain sintetis terbaru pada saat itu, seperti crimplene dan nilon, tunik rok mini memiliki garis-garis yang tegas dan kaku.

Tahun 2000-an

5


67 89

1011

Pada zaman modern ini, tunik selain dibuat longgar juga kebanyakan dibuat lebih panjang bukan hanya sampai di pinggul, paha, bahkan sampai di lutut dan dikenakan oleh para wanita dalam kesempatan santai. Di Indonesia pada masa sekarang ini tunik lebih banyak diproduksi sebagai model busana muslim, karena ukurannya yang longgar. Banyak sekali para pengusaha atau pengrajin yang memproduksi pakaian muslim, seperti tunik dengan membuat variasi baru yang lebih mengikuti perkembangan jaman. Hal ini menjadikan tunik sebagai busana yang multi fungsi karena dapat dikenakan dalam berbagai kesempatan formal maupun non formal. Dalam kesempatan formal tunik biasanya dikenakan bersama ikat pinggang yang melingkari pinggang pemakainya. Namun saat dalam kesempatan non formal, tunik dibiarkan longgar tanpa ikat pinggang. Dalam kebudayaan Barat, tunik yang panjangnya sampai di pergelangan kaki dikenakan oleh rohaniwan dan anggota sekte keagamaan.

PENUTUP

Tunik memiliki bentuk sangat sederhana. Bangsa Yunani dan Romawi mengenakan tunik yang bagian pinggangnya diikatkan tali. Berabad-abad kemudian tunik tetap dikenakan dan telah diadaptasi oleh banyak budaya dalam rentang waktu yang berbeda-beda. Tunik telah terbukti mampu menjadi salah satu jenis busana yang memiliki rancangan yang beragam, dari yang sangat sederhana, berlipit, sampai yang lebih trendi. Seperti halnya di Indonesia yang sampai saat ini menggunakan tunik sebagai salah satu pakaian untuk busana muslim yang terus berkembang melalui kreatifitas dari para pengrajin atau pengusaha busana muslim.  

DAFTAR RUJUKAN

Reynolds, Helen, 2010. Mode dalam Sejarah: Gaun dan Rok. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Tunik

http://fitinline.com/article/read/tunic

Menganalisis Film The Artist Dengan Komodifikasi

Menganalisis Film The Artist Dengan Komodifikasi

Kiriman : Ade Aprilia Puspayanti (Mahasiwa Jurusan Film Televisi )

ABSTRAK

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, terbitan Balai Pustaka (1990 : 242), film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan di bioskop). Film juga diartikan sebagai lakon (cerita) gambar hidup. Pengertian lebih lengkap dan mendalam tercantum jelas dalam pasal 1 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman di mana disebutkan bahwa yang dimaksud dengan film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronika, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan/atau ditayangkan dengan sistem mekanik, elektronik dan/atau lainnya. Sedangkan film maksudnya adalah film yang secara keseluruhan diproduksi oleh lembaga pemerintah atau swasta atau pengusaha film di Indonesia, atau yang merupakan hasil kerja sama dengan pengusaha film asing. Fungsi lain tentang film adalah sebagai media informasi. Informasi yang tersaji dalam sebuah film memberikan pengetahuan baru bagi masyarakat. Banyak aspek yang dapat disajikan dalam sebuah film, misalnya: alur cerita, karakter tokoh atau pemain, gaya bahasa, kostum, ilustrasi musik, dan setting. Apapun jenis atau temanya, film selalu meninggalkan pesan moral kepada masyarakat yang dapat diserap dengan mudah karena film menyajikan pesan tersebut secara nyata. Komodifikasi mampu mengupas sebuah film dalam menerangkan pesan yang lebih dalam yang ingin dissampaikan oleh sutradara. Komodifikasi menurut Vincent Mosco merupakan sebuah proses transformasi hal yang bernilai untuk dijadikan produk yang dapat dijual. Komodifikasi mendeskripsikan cara kapitalisme melancarkan tujuannya dengan mengakumulasi kapital atau menyadari transformasi nilai guna menjadi nilai tukar. Komoditas dan komodifikasi adalah dua hal yang memiliki hubungan objek dan proses, dan menjadi salah satu indikator kapitalisme global yang kini tengah terjadi. Dalam ekonomi politik media komodifikasi adalah salah satu bentuk penguasaan media selain strukturasi dan spasialisasi (Mosco, 2009: 127). Film The Artist merupakan sebuah film hitam putih asal Perancis yang mengambil set di Hollywood pada tahun 1927 sampai 1932 tetapi bukan merupakan film lawas, melainkan sebuah film karya Michel Hazanavicius yang lahir pada tahun 2011. Dengan set yang mendetail serta aspek rasio yang menyesuaikan film lawas, sutradara memiliki pesan tersendiri dalam pembuatan film The Artist.

Kata Kunci: analisis film, komodifikasi, film, The Artist, 2011

PENDAHULUAN

Di era globalisasi yang penuh dengan rupa dan warna yang berbeda ini, produk apapun yang dibuat manusia akan lebih menuntut keanekaragaman. Termasuk dalam film, kini banyak yang menciptakan film dengan genre yang berhubungan dengan teknologi tinggi. Seperti film-film yang mengangkat tema superhero yaitu The Avengers, Iron Man, Big Hero 6, dan lain-lain.

Namun film The Artist ini justru menciptakan hal yang berbeda, seperti oasis ditengah padang pasir, The Artist menjadi satu-satunya film bisu hitam-putih yang lahir di tahun 2011. Film ini mengangkat cerita tentang seorang aktor terkenal dalam film bisu hitam-putih yang tidak ingin terbawa dalam arus zaman perkembangan teknologi. Seiring dengan teknologi yang maju, film bisu mulai beralih menjadi film bicara. Film ini juga menggunakan aspek rasio 4:3 yang justru mendukung film tersebut sangat nyata berasal dari sebelum tahun 20-an. Dengan ide cerita dan konsep yang sangat maksimal, sutradara tentu memiliki pesan yang ingin disampaikan.

Sebuah cerita mengenai film bisu hitam-putih ini dijadikan sebuah barang yang dijual kepada konsumen film oleh sang sutradara. Dengan adanya ide yang berbeda dengan sutradara kebanyakan, maka penulis akan menganalisis film The Artist ini dengan metode komodifikasi.

PEMBAHASAN

1

Biodata Film:

Judul             :         The Artist

Sutradara      :         Michel Hazanavicius

Produser       :         Thomas Langmann

Negara          :         Perancis

Tahun           :         2011

Language      :         Silent, English

Dalam film ini terdapat beberapa hal yang dijadikan komoditi yang kemudian dijual oleh sutradara menjadi sebuah produk dalam filmnya. Yaitu:

  1. Ide Cerita Mengenai Bagaimana Rasanya Menjadi Aktor Film Bisu Hitam-Putih.

George Valentin yang merupakan aktor terkenal di Hollywood pada zaman film bisu hitam-putih ini sangat menyukai dan mencintai kepopulerannya sendiri. Ia tidak akan tunduk pada pendapat siapapun karena ia terkenal sebagai seorang aktor yang mampu menyampaikan pesan film tanpa harus bercerita lewat dialog. Karena memang pada zaman itu belum bisa menampilkan film dengan suara bahkan belum ada film dengan keanekaragaman warna seperti sekarang ini. Sehingga George sangat bangga pada dirinya, namun juga memiliki sifat sangat tertarik dan baik pada wanita manapun yang ia temui.

  1. Tampilan Mengenai Bagaimana Set dan Cara Pengambilan Gambar Pada Zaman Film Bisu Hitam-Putih.

Dalam film juga ditampilkan bagaimana pengambilan gambar film bisu berlangsung. Mulut pemain film hanya tertutup tanpa mengatakan dialog satupun. Serta lampu, kamera, dan segala alat dalam pengambilan gambar yang sesuai dengan set tahunnya. Sama sekali tidak menampilkan alat dengan kesesuaian tahun pembuatan film The Artist ini. Sehingga penonton diajak menikmati bagaimana rasanya berada di dalam set tahun 19-an.

  1. Aspek Rasio yang Menyesuaikan dengan Konsep Film.

Di zaman yang penuh dengan kemajuan teknologi yang pesat sekarang ini, film-film produksi besar kebanyakan menggunakan aspek rasio 16:9. Tetapi karena sang sutradara mengikuti konsep ide cerita film-nya, dan sang sutradara juga ingin meyakinkan penonton bahwa film itu memang buatan tahun 19-an, maka aspek rasio film disengaja menggunakan 4:3.

  1. Konflik Dalam Diri Seorang Aktor.

Kita juga diajak merasakan bagaimana menjadi seorang aktor yang dipaksa mengikuti keinginan masyarakat meskipun tidak sesuai dengan hatinya. Dalam film ini, George Valentin sangat percaya pada dirinya sendiri yang sangat terkenal di zamannya. Berbeda dengan Peppy Miller yang pernah dimotivasi oleh George Valentin. Peppy Miller mengikuti keinginan masyarakat sehingga ia menjadi sosok yang sangat dicintai masyarakat. George hingga akhir tetap ingin menjadi aktor film Bisu hingga istrinya meminta bercerai dengannya, namun filmnya sangat sedikit peminat disbanding dengan film Peppy Miller yang luncur di waktu yang bersamaan.

  1. Kisah Cinta Antar Aktor.

George Valentin yang sudah memiliki istri, mengenal Peppy Miller karena sebuah kebetulan. Hingga akhir cinta mereka tidak pernah bertemu sampai akhirnya George mau mendengarkan Peppy dan menjadi aktor terkenal yang bermain bersama Peppy Miller.

PENUTUP

Film The Artist yang menggunakan set tahun 19-an sangat mengejutkan para penikmat film di tahun 2011. Sehingga banyak yang ingin mengetahui apa yang menjadi motivasi sang sutradara dalam membuat film ini. Dalam film ini terdapat beberapa komodifikasi yang dilakukan sang sutradara agar mampu menarik minat penonton yaitu ide cerita mengenai bagaimana rasanya menjadi aktor film bisu hitam-putih, tampilan mengenai bagaimana set dan cara pengambilan gambar pada zaman film bisu hitam-putih, aspek rasio yang menyesuaikan dengan konsep film, konflik dalam diri seorang aktor, dan kisah cinta antar aktor.

DAFTAR RUJUKAN

Ayu Astria R.A. 2010. Komodifikasi sebagai Konsep Ekonomi Politik Media. (Online). (https://id.scribd.com/doc/28389949/Komodifikasi-sebagai-Konsep-Ekonomi-Politik-Media, diakses 16 Juni 2015).

IMDB. 2015. The Artist. (Online). (http://www.imdb.com/title/tt1655442/ , diakses 16 Juni 2015).

Kalarensi Naibaho. 2008. Film : Aset Budaya Bangsa Yang Harus Dilestarikan!. (Online). (http://www.pnri.go.id/majalahonlineadd.aspx?id=85, diakses 16 Juni 2015).

Loading...