Keberadaan Tari Sanghyang Janger Maborbor Di Desa Yangapi- Kabupaten Bangli

Keberadaan Tari Sanghyang Janger Maborbor Di Desa Yangapi- Kabupaten Bangli

Oleh : (Ni Wayan Parmi,SST., M.Si, Jurusan Tari, FSP,DIPA 2006)

Dalam budaya Bali, kesenian dan keagamaan yang saling berkaitan. Peristiwa sering kali sulit untuk dipisahkan dengan peristiwa keagamaan. Masyarakat Bali memiliki bermacam-macam jenis seni pertunjukan yang berakar pada agama dan budaya Hindu yang telah tumbuh dan berkembang sebagai ciri khas masyarakat Bali.Sebagaian besar seni pertunjukan tradisional Bali yang ada hinggakini berfungsi untuk ritual keagamaan yang penyelenggaraannya selalu jatuh pada waktu terpilih yang sakral serta diselenggarakan di tempat yang terpilih, dan bahkan ada seni pertunjukan yang hanya diselengagarakan apabila sebuah desa terserang wabah penyakit.

Tari Sanghyang Janger Maborbor adalah  salah satu jenis pertunjukan tradfisional yang diseloenggarakan atau dipertunjukan pada saat desa diserang wabah penyakit yang menyerang manusia maupun hama penyakit yang menyerang tumbuhan. Di samping itu tari Sanghyang Janger Maborbor ini juga dipentaskan berkaitan dengan upacara keagmaan di Pura Masceti maupun pura-pura lainnya yang ada di Desa Yangapi. Bahkan pada era globalisasi ini tari Sanghyang Janger Maborbor ini dipestaskan berkaitan dengan hiburan dan tontonan untuk  wisatawan. Penelitian ini dilakukan kareana alasan tersebut di atas dan pertunjukan tari Sanhyang Janger Maborbor mengandung nilai-nilai etika dan estetika. Bahkan tari Snghyang Janger Maborbor ini juga dijadikan obyek penelitian.

Penelitian ini ditelaah melalui  analisis kajian budaya, yang mengangkat tiga permasalahan yakni : (1) Bagaimana bentuk pertunjukan tari Sanghyang Janger Maborbor di Desa Yangapi Bangli. Untuk memecahkan masalah ini dipakai sejumlah pendapat dan pandangan yang termuat dalam pustaka (buku(, majalah, koran, jurnal, dan sebagainya) yang dugunakan untuk melengkapi dan menganalisa data dan fenomena yang ada pada tari Sanghyang Janger Maborbor. Dalam menganalisa bentuk tari Sanghyang Janger Maborbor dipergunakan sebuah model klasifikasi struktur pementasan tari Janger dari Dibia yang antara lain mengandung unsur : pembukaan, pepeson, pajangeran, lakon dan penutup. Aparatus / elemen-elemen pertunjukan tari Sanghyang Janger Maborbor tidak jauh berbeda dengan pertunjukan janger secara umum yakni ditarikan oleh sekelompok penari laki-laki yang disebut Kecak dan sekelompok penari perempuan yang disebut janger. Elemen-elemen yang membentuk Tari Sanghyang Janger Maborbor ini terdiri dari gerak tari, lagu vokal yang disebut sekar rare, rias busana, musik, tempat pementasan (kalangan) dan lampu sebagai penerangan yang dipakai oleh penari tari Sanghyang Janger Maborbor adalah tata rias dan busana adat bali yang dipakai sembahyang oleh umat Hindu di Bali. Pementasan diaadakan di tempat terbuka yangdisebut kalangan. Tempat keluar masuk penari dibatasi dengan selembar kain  (langse). Sebagai penerangan digunakan lampu listrik.  Sesajen/ banten juga merupakan peranan penting dalam bentuk pementasan. Dilihat dari fungsinya tari Sanghyang Janger Maborbor sebagai seni pertunjukan mengandung berbagai fungsi bagi masyarakat pendukungnya yaitu masyarakat di Desa Yangapi Khususnya dan masyarakat Bangli pada umumnya yakni fungsi ritual, fungsi sosial, fungsi estetika. Fungsi ritual yang terkait dengan tari Sanghyang Janger Maborbor dilakukan pada saat “odalan” di pura Masceti dan di  pura lainnya yang ada di Desa Yangapi, sebagai penolak wabah, sebagai tari kesuburan, berfungsi untukmembayar kaul. Fungsi social, keudukan tari Sanghyang Janger Maborbor dalam agama yakni sosial budaya, sosial etika. Pada akhirnya bentuk, dan fungsinya Sanghyang Janger Maborbor menjadi satu kesatuan yang saling berhubungan secara fungsional, dan saling berkaitan, selaras, serasi sebagai bentuk pertnukan yang bernama tari Sanghyang Janger Maborbor.

Topeng Modern Karya I Wayan Sukarya

Topeng Modern Karya I Wayan Sukarya

Oleh : (Drs. I Ketut Muka P., M.Si., Jurusan Kriya, FSRD, DIPA 2006)

Abstrak penelitian

Penelian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran tentang topeng modern yang ada di Bali, khususnya di Kabupaten Gianyar, karena tidak banyak seniman, perajin, kriyawan di Bali berkarya dujalur topeng modern. Hal ini penting karena karya-karya modern selama ini lebih akrab terkait dengan karya-karya seni lukis. Namun faktanya hal ini dapat juga terjadi pada karya topeng. Maka dari itu kami menetapkan karya Bapak I Wayan Sukarya sebagai sumber kajian dalam penelitian ini. Alasan penetapan ini adalah karya-karya I Wayan Sukarya adalah karya-karya topeng modern dengan kualitas baik karena proses pengerjaannya sama dengan proses pembuatan topeng tradisional Bali mulai dari proses pembentukan sampai pada pewarnaan / pengecatan. Alasan lain adalah ingin mendokomentasikan karya-karya I Wayan Sukarya, karena selama ini karya-karyanya banyak yang tidak terdokumentasikan dengan baik, sehingga sulit melacak karya-karya sebelumnya walaupun hanya dalam bentuk foto.

Penelitian ini dilakukan dengan model diskriptif, mencoba menjelaskan tentang bentuk, ide penciptaan, proses perwujudan, pewarnaan, penjualan serta makna yang terkandung dalam masing-masing karya topeng modern karya I Wayan Sukarya. Sumber data diambil semua karena jumlahnya terhitung sekitar 25 sumber data karya-karya 2006 ditambah sebagaian kecil karya-karya 2005.

I Wayan Sukarya, lahir di Banjar Mukti Desa Singapadu Gianyar, seorang pembuat topeng dan juga melukis, sebagai Dosen Jurusan Seni,Program Studi Seni Patung di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Beliau menamatkan pendidikan seni di Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Denpasar dan ISI Jogyakarta. Keahlian membuat topeng didapat dari orang tuanya yaitu Bapak I Wayan Tangguh, tahun 2006 ini berusia sekitar delapanpuluhan, salah satu pembuat topeng tradisi berkualitas tinggi yang masih aktif sampai saat ini. Topeng-topeng yang dibuat lebih banyak untuk keperluan pementasan budaya dan seni terkait dengan Hindu di Bali.

Latar belakang pendidikan diakuinya sebagai dasar pemikiran I Wayan Sukarya berkarya pada jalur topeng-topeng modern. Dalam berkarya ia mengolah gambar/ desain pemesan dipadukan dengan idenya sendiri. Gambar-gambar topeng kemudian dikaji dan dipikirkan bagaimana bentuk tiga dimensinya, bahannya, proses perwujudannyapemesan tidak tahu wujud akhirnya, karena desain yang diberikan kepada pembuatanya ini kurang sempurna, tidak sesuai dengan bahan dan teknik pembentukan topeng. Pemesan biasanya lebih memfokuskan pada makna yang harus disampaiakan pada karya tersebut. Pesanan yang diterima sering hanya berupa pernyataan makna namun tidak ada desainnya. Disinilah diperlukan kepintaran seorang seniman dalam menterjemahkan makna tersebut. Dapat dikatakan 50 % lebih proses perwujudan karya tersebut merupakan hasil ide kreatifnya sendiri. Jadi bukan total merupakan ide pemesan.

Secara umum karya-karya I Wayan Sukarya, menggambarkan prilaku manusia di masyarakat. Sifat dasar manusia yang sering muncul dalam karya-karyanya adalah sifat baik dan buruk, perwujudannya tercermin dalam berbagai tindakan manusia. Makna-makna yang mncul dalam karya topeng tersebut banyak yang sulit untuk diresapi, maka dari itu perlu penjelasan dari pembuat makna topeng tersebut. Ada beberapa unsur-unsur rupa dalam topeng mudah dibaca namun sulit diresapi maknanya secara utuh.

I Wayan Sukarya telah menyelesaikan banyak karya topeng, namun jumlahnya tidak tercatat. Permintaan datang tiap tahun dengan jumlah sekitar 10-15 biji dengan ukuran bervariasi, tinggi 50-70cm dan lebar 40-60cm. Harga yang dipasang juga bervariasi mulai dari Rp. 3.000.000. sampai Rp. 6.000.000. Pemesan topengnya lebih banyakdatang dari luar negeri terutama dari Itali.

ISI Denpasar Dalam ‘Global Voices of Percussion’ di Denmark

ISI Denpasar Dalam ‘Global Voices of Percussion’ di Denmark

Dari keberangkatan rombongan ISI Denpasar sejak tanggal 27 Januari hingga 10 Februari lalu ke Denmark, terungkap banyak pengalaman berharga khususnya bagi mahasiswa ISI Denpasar. Menurut Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A. walaupun harus beradaptasi dengan cuaca dingin (dibawah 7 derajat Celsius), rombongan ISI Denpasar telah sukses mengibarkan bendera merah putih di Denmark lewat seni. Prof. Rai menambahkan ISI Denpasar sebagai wakil Asia dalam ajang bergengsi ini, dijadikan sebagai unggulan. Hal tersebut dilihat dari penempatan posisi gamelan ISI Denpasar saat pementasan, ditempatkan di centre dan dikelilingi oleh penempatan alat musik dari negara lain. Prof. Rai menambahkan ISI Denpasar boleh berbangga karena ISI Denpasar menjadi sorotan/ highlight diantara musisi-musisi kelas dunia yang memiliki skill tinggi, sehingga mampu memberi pengalaman dan manfaat khususnya bagi mahasiswa ISI Denpasar. Mereka dapat berinteraksi dengan para seniman kelas dunia.

Rombongan ISI Denpasar selama di Denmark tinggal di mess kampus setempat bersama dengan rombongan dari Mexico. Disinilah saatnya mahasiswa ISI Denpasar untuk mencari relasi berinteraksi, menambah pengetahuan lewat silang budaya. Kedatangan ISI Denpasar juga membawa misi untuk mempromosikan ISI Denpasar khususnya, Bali dan Indonesia pada umumnya. ISI juga mendapat kesempatan untuk mengisi konten acara pawai yang langsung dikomandoi oleh PR IV ISI Denpasar bagian kerjasama dengan menampilkan tari cak. Sehingga disini diperlukan komunikasi dua arah, dan diperlukan orang yang sudah berpengalaman berkerjasama dengan orang asing. Selain itu ISI Denpasar juga diundang untuk memberikan ceramah dan melakukan workshop bersama dengan para dosen dan mahasiswa dari The Royal Denish Academy of Music, Copenhagen. Kunjungan ini sebagai tindak lanjut rencana penandatanganan MoU anatara ISI Denpasar dengan The Royal Denish Academy of Music, Copenhagen, yang merupakan conservatory yang terkemuka di dunia. Prof. Rai menegaskan kerjasama yang memungkinkan dapat terjalin, yaitu pertukaran dosen/ mahasiswa, penelitian bersama, serta kolaborasi seni, yang diharapkan dapat mempercepat visi ISI Denpasar untuk go internasional. Rombongan juga berkesempatan mengunjungi museum yang ada di Copenhagen. Kunjungan ini membawa misi untuk menjalin kerjasama antara ISI Denpasar dengan pihak museum sehingga akan muncul trobosan baru untuk Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Denpasar untuk dapat bersaing dikancah internasional. Salah satu program yang mungkin dapat terjalin adalah menggelar pameran internasional. Namun Prof. Rai menekankan untuk dapat menembus pameran internasional, seniman Bali harus memiliki keunikan, identitas dan keunggulan pada karyanya. Dengan berbekal kasanah budaya, tradisi, dan local wisdom yang dimiliki Bali, seniman Bali dapat unjuk gigi di kancah internasional.

Kesuksesan dalam pementasan tersebut menghantarkan pada rencana besar pada masa yang akan datang, yaitu menggelar konser yang lebih besar dan rencananya akan melakukan tour ke Eropa. Selain itu dari kunjungannya Prof. Rai berharap bahwa alumni ISI Denpasar dapat mengisi konten di seluruh dunia sebagai Pembina, mengingat gamelan Bali telah banyak tersebar di berbagai belahan dunia. Sehingga jika para alumni ini bisa mengisi kebutuhan tersebut, maka jaringan dan networking ISI Denpasar akan semakin luas.

Sementara Pembantu Rektor IV ISI Denpasar, I Wayan Sweca, M.Mus, yang ikut dalam Festival Internasional yaitu The World Wide Cooperation Project; Global Voices of Percussion, mengungkapkan bahwa banyak hal yang bisa dipetik dari kegiatan ini, dimana para mahasiswa ISI dari Fakultas Seni Pertujukan yang berjumlah 19 orang ini akan mampu membuka cakrawala mereka baik tentang pengetahuan music maupun budayanya. Karena event ini adalah melibatkan 100 musisi dan penari kelas dunia, sehingga bisa menyatukan bangsa lewat musik. Mereka akan berkolaborasi dengan seniman seniman dari Amerika, Eropa, Afrika dan Asia, sehingga selain menunjukkan identitas diri sebagai wakil dari Asia, para mahasiswa juga dapat belajar mengadopsi konsep-konsep musik barat dan ide-ide brilliant yang muncul saat kolaborasi oleh para komposer-komposer kelas dunia.

Humas ISI Denpasar melaporkan

Pindah Jadual Kuliah

PENGUMUMAN

Diberitahukan kepada mahasiswa Kriya dan DKV yang mengambil mata kuliah Apresiasi Seni I, kuliah yang sedianya diadakan hari senin pukul 11.10 – 12.50 wita dipindah ke hari jumat pukul 11.10 – 12.50 wita, tempat ruang III FSRD ISI Denpasar.

Demikian disampaikan untuk dilaksanakan. Terimakasih.

Denpasar, 16 Februari 2010

Dosen Pengampu,

Ttd

Ida Ayu Gede Artayani, S.Sn, M.Sn

NIP. 132281816

Barong Trisna Budaya Sebuah Pertunjukan Rakyat Di Banyuwangi Tinjauan Struktur Dramatik Dan Fungsi

Barong Trisna Budaya Sebuah Pertunjukan Rakyat Di Banyuwangi Tinjauan Struktur Dramatik Dan Fungsi

Oleh : (Sulistyani, SKar.,M.Si., Jurusan Tari, FSP DIPA 2006).

Abstrak Penelitian

Calon Arang Puri UbudPenelitian dengan judul Barong Trisna Budaya sebuah Pertunjukan Rakyat di Banyuwangi Tinjuan Struktur Dramatik dan Fungsi merupakan hasil kajian terhadap keberadaan seni pertunjukan tradisional yang berupa dramatari yang lahir di tengah-tengah masyarakat Using di Desa kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Masyarakat Using merupakan masyarakat asli banyuwangi yang masih kuat mempertahankan adat budaya yang telah diwarisi dari leluhurnya. Akan tetapi dalam hal berkesenian masyarakat Using terkenal sangat kreatif hal ini terbukti dari banyaknya bentuik-bentuk kesenian yang mereka miliki. Keberadaan dramatari Barong sekarang ini walaupun proses modernisasi telah melanda anyuwangi tetapi tidal berubah bahkan menggeser struktur dramatik dan fungsinya.

Digunakannya kata Barong pada nama dramatari ini karena Barong dijadikan tokoh sentral. Meskipun di Banyuwangi khususnya di lingkungan masyarakat Using memiliki berbagai bentuk kesenian tetapi dramatari Barong masih diminati oleh masyarakat, ini terbukti dari keberadaannya sekarang dan seringnya mengadakan pertunjukan. Hal tersebut menjadi alasan ketertarikan untuk mengadakan penelusuran tentang dramatari Barong ini, maka ada dua masalah yang diangkat dalam penelitia ini adalah bagaimana struktur dramatiknya dan apa fungsinya dalam masyarakat sehingga mampu bertahan sampai saat ini. Dengan mengangkat masalah struktur dramatik dan fungsi diharapkan dapat menjawab kenapa drmatari ini mampu bertahan sampai saat ini. Dari penelitia ini diharapkan bermanfaat terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dibidang seni khususnya untuk menunjang perkuliahan, dan temuan di lapangan dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran terhadap penentu kebijakan. Dalam membahas penelitian ini digunakan beberapa sumber buku untuk mengetahui posisi penelitian yang sedang berlangsung dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dan sekaligus buku-buku yang dipilig digunakan sebagai pijakan dalam membahas masalah yang diangkat, dan menggunakan beberapa teori. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori estetika, teori fungsionalisme struktural dan teori koimodifikasi. Proses pengumpulan data di lapangan melalui observasi, wawancara mendalam, dan studi pusaka, diolah melalui analisis data dan melalui proses vadilitas data sehingga dapat disajikan dalam sebuah laporan penelitian. Dramatari Barong dalam sajiannya menggunakan cerita yang sudah dilakukan dan belum pernah diganti atau diperbaiki dengan cerita yang lain, karena masyarakat pendukungnya sangat percaya jika diganti akan tertimpa musibah. Cerita yang diangkat dibagi menjadi empat babak, yaitu lakon Jakiprah, lakon Panji Simirah, Lakon Suwarti, dan lakon Singo Lodaya. Barong walaupun menjadi tokoh sentral tidak selalu hadir pada masing-masing babak. Kedudukan Barong di lingkungan masyarakat Using Kemiren sangat istimewa karena Barong diyakini sebagai perwujudan dari danyang desa yang mampu memberikan rasa aman dan ketentraman seluruh warga desa. Maka rasa hormat mereka wujudkan dengan mengadakan ritual dengan sesaji yang sudah ditentukan terhadap Barong sebelum melalui pamentasan. Pementasan dramatari Barong dikemas dalam sebuah pertunjukan semalam suntuk, didukung oleh tempat pementasan yang menyerupai panggung. Arena pertunjukannya dibagi menjadi tiga bagianyaitu tempat pertunjukan, tempat pemain musik dan tempaty aktivitas pemain. Tempat pertunjukan hanya dibatasi dengan bingkai panggung yang menyerupai panggung proscenium, yang diisi tirai dengan lukisan, sebagai pendukung pergantian suasana. Dan dihiasi dengan pisang ambon yang digantung di lingkungan arena, yang nantinya dibagikan kepada penonton sebagai perwujudan upacara ngalap berkah. Pendukung dramatari ini semuanya laki-laki baik sebagai penari, pengrawit ataupun pendukung lainnya. Busana yang dipakai dalam pertunjukan tampak mempunyai warna tersendiri karena mengandung berbagai warna daerah yang dipadukan, sehingga menjadikan ciri khas busana dramatari ini. Adapun iringannya memakai gamelan Jawa denagan berbagai gendhing. Alat musik kendhang yang dipakai menyerupai kendhang Bali. Seluruh gendhing yang digunakan scara pasti tidak diketahui penata iringannya. Dari pertunjukan dramatari Barong ini adatiga fungsi yang dapat dipetik yaitu fungsi estetis bahwa dramatari Barong sebagai sebuah karya seni yang mampu memuaskan hasrat manusia. Fungsi sosial yaitu dari pementasdan Barong mampu menumbuhkan dan menguatkan rasa kesetian kawanan atau rasa kekeluargaan, dengan harapan dapat menekan terjadinya konflik. Fungsi ekonomis yaitu dari pementasan dramatari Barong mampu menambah penghasilan bagi pemain maupun masyarakat lainnya yang memanfaatkan kesempatan itu dengan berjualan.

Loading...