Dirjen Dikti: Pendidikan Indonesia Menuju Go International

Dirjen Dikti: Pendidikan Indonesia Menuju Go International

JAKARTA – Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Djoko Santoso menyatakan siap berpartisipasi membenahi dan memajukan pendidikan tinggi di Indonesia. Sebagai langkah awal, Djoko akan memperjuangkan payung hukum bagi penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagai pengganti Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP).
“Setelah UU itu rampung, kami akan menata ulang kembali semua perguruan tinggi yang ada, sesuai dengan landasan hukum yang baru tersebut,” jelas Djoko kepada okezone, Selasa (15/6/2010).
Sebelum menjadi Dirjen Dikti, Djoko merupakan Rektor ITB periode 2005-2010. Pengalamannya sebagai rektor memberi Djoko gambaran tentang apa yang dibutuhkan masyarakat pada level pendidikan tinggi.
Secara pribadi, Djoko berkeinginan memperkenalkan pendidikan Indonesia di kancah internasional. “Bukan pendidikan dari luar kita bawa ke sini terus diberi label internasional. Tetapi bagaimana kita meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia sehingga memiliki level yang setara dengan pendidikan luar negeri, atau bahkan lebih baik,” papar alumnus Teknik Geologi ITB ini.
Menurut Djoko, untuk mewujudkan visinya, langkah kongkret yang bisa diambil adalah menyuarakan apa yang dimiliki Indonesia.
“Kita harus berani mengatakan apa yang kita punya. Contohnya berbagai macam local genius. Itu kan sebenarnya (tingkat) internasional. Kita memiliki apa yang tidak dimiliki negara lain. Nah, kalau tidak segera kita akui secara tegas, nanti diaku negara lain,” tandasnya.
(rhs)

Rifa Nadia Nurfuadah – Okezone

Foto: Rifa/okezone

Sumber: http://kampus.okezone.com/read/2010/06/15/373/343303/dirjen-dikti-pendidikan-indonesia-menuju-go-international

Berita Lainnya:

Djoko Santoso Dirjen Pendidikan Tinggi

JAKARTA, KOMPAS.com – Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh melantik Prof Dr Djoko Santoso, mantan Rektor Institut Teknologi Bandung menjadi Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional menggantikan Fasli Jalal yang kini menjabat sebagai Wakil Mendiknas.

Mohammad Nuh dalam sambutannya pada acara pelantikan di Jakarta, Selasa petang meminta agar Dirjen Dikti memberikan perhatian penuh pada peningkatan kualitas dosen perguruan tinggi negeri(PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) melalui kerja sama dengan pihak luar negeri.

“Saya berharap Dirjen Dikti memberi peluang bagi PTS dan PTN untuk meningkatkan kapasitas dosen melalui kerja sama luar negeri utamanya untuk dosen S3,” katanya.

Saat ini dari sebanyak 270 ribu dosen , kurang dari 10 persen yang sudah meraih S3. Kalau menunggu kuota dari pemerintah, maka memerlukan waktu cukup lama sehingga percepatan bisa dilakukan dengan kerja sama luar negeri, katanya. Mendiknas lebih lanjut meminta agar Dirjen Dikti memberikan perhatian khusus untuk urusan pelayanan kepada masyarakat.

“Kemdiknas akan melakukan jemput bola sebagai upaya peningkatan kualitas pelayanan kepada pemangku kepntingan, mulai dari perizinan, program studi baru, beasiswa dan seluruh layanan yang dbutuhkan terkait dengam pendidikan tinggi,” katanya.

Sementara itu, Djoko Santoso usai pelantikan kepada pers mengatakan, ada sejumlah tugas yang harus diselesaikan sebagai Dirjen Dikti sesuai arahan mendiknas antara lain soal Indeks Prestasi Kumulatif di perguruan tinggi yang masih rendah.

“Sekarang masih 18,3 sementara targetnya itu untuk sampai dengan tahun 2014 harus mencapai 24 persen. Itupun belum tinggi dibandingkan negara lain, artinya harus bisa tingkatkan mutu untuk 400 ribu mahasiswa,” katanya.

Ia mengatakan, program tersebut menjadi pekerjaan rumah agar sumber daya manusia Indonesia memenuhi untuk kebutuhan global. Mutu dan relevansi juga harus ditingkatkan, artinya yang dikeluarkan PTN memang yang dbutuhkan masyarakat sehingga tingkat pengangguran menjadi rendah dan masyarakat bisa memeroleh manfaat nyata dari keberadaan PTN.

Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/06/15/21495788/Djoko.Santoso.Dirjen.Pendidikan.Tinggi

Mendiknas Lantik Djoko Santoso Jadi Dirjen Dikti

Mendiknas Lantik Djoko Santoso Jadi Dirjen Dikti

JAKARTA – Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M Nuh, melantik Prof Djoko Santoso menjadi Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti). Djoko dipilih Nuh untuk menggantikan Fasli Jalal yang juga menjabat sebagai Wakil Mendiknas.
Dalam sambutannya, Nuh menyampaikan, untuk memajukan pendidikan Indonesia  dibutuhkan usaha yang kompleks, rumit, dan sulit. Oleh karena itu dibutuhkan orang yang cerdas dan tangguh.
“Namun, cerdas dan tangguh saja tidak cukup jika hanya untuk diri sendiri. Kualitas tersebut harus disebarkan dengan membangun sikap peduli,” pesan Nuh, di Gedung Kemendiknas, Jakarta, Selasa (15/6/2010).
Djoko Santoso adalah mantan rektor Institut Teknologi Bandung (ITB) periode 2005-2010. Pria kelahiran Bandung, 9 September 1953 ini merupakan guru besar Teknik Geofisika ITB.
Sementara, Wamendiknas Fasli Jalal optimistis Djoko akan mampu menjalankan tugasnya sebagai Dirjen Dikti. “Beliau sudah berpengalaman sebagai rektor, jadi beliau tahu apa yang dibutuhkan pendidikan tinggi di Indonesia,” tutur Fasli. (rhs)

Rifa Nadia Nurfuadah – Okezone

Sumber: http://kampus.okezone.com/read/2010/06/15/373/343254/mendiknas-lantik-djoko-santoso-jadi-dirjen-dikti

Tabuh Angklung Keklentangan Klasik

Tabuh Angklung Keklentangan Klasik

Oleh: I Gede Yudarta (Dosen PS Seni Karawitan)

Pengertian Tabuh Angklung Keklentangan

Dalam periodisasi gamelan Bali, Gamelan Angklung tergolong sebagai salah satu tua. Gamelan ini diperkirakan muncul pada abad ke X. Terkait dengan itu, keberadaan komposisi tabuh-tabuh Angklung diperkirakan sudah ada pada masa-masa itu. Di Bali terdapat tiga jenis gamelan angklung yaitu Angklung Kembang Kirang, Angklung Kekelentangan dan Angklung Don Nem (Sukerta, 1998:4).

Memperhatikan nada-nada, sistem laras gamelan angklung pada umumnya berlaras selendro, sedangkan dilihat jumlah bilah pada salah satu instrumen pokoknya masing-masing dapat dikelompokkan menjadi gamelan Angklung 4 nada, gamelan Angklung 5 nada dan gamelan Angklung 6 nada.

Gamelan Angklung memiliki peran yang sangat penting dalam berbagai aktivitas masyarakat. Adapun fungsinya, disamping sebagai salah satu seni bebali yaitu mengiringi pelaksanaan upacara, gamelan ini juga dapat berfungsi sebagai seni balih-balihan (tontonan). Dalam konteks upacara keagamaan gamelan ini sering dipergunakan dalam berbagai kegiatan upacara baik Dewa Yadnya maupun Manusa Yadnya. Sedangkan dalam fungsinya sebagai seni balih-balihan, dengan semakin berkembangnya kesenian ini di masyarakat, seringkali gamelan ini dipergunakan sebagai pengiring tari-tarian dan musik instrumental hiburan

Berkaitan dengan fungsinya dalam berbagai aktivitas masyarakat, tata penyajian gamelan ini ada yang disajikan pada satu tempat dan seringkali disajikan dengan sambil berjalan sebagai musik prosesi untuk mengiringi peed yaitu bentuk prosesi (pawai) adat yang dilaksanakan dalam upacara ngaben atau yang sejenisnya. Seringnya gamelan tersebut dipergunakan sebagai pengiring rangkaian upacara ngaben hal itu menimbulkan kesan bahwa gamelan Angklung identik dengan upacara ngaben. Di beberapa daerah seperti di wilayah Bali Utara, gamelan angklung justru dipergunakan sebagai pengiring upacara dewa yadnya dan berbagai bentuk upacara lainnya yang dilaksanakan di Pura.

Berkaitan dengan pembelajaran pada Praktek Karawitan I, salah satu diantaranya yang diangkat sebagai materi pembelajaran adalah gamelan Angklung Keklentangan. Dipergunakannya gamelan ini sebagai salah satu materi pembelajaran, karena, gamelan ini memiliki nilai-nilai yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat baik nilai ritual, nilai estetik dan nilai hiburan yang tinggi.

Tabuh Angklung Keklentangan Klasik selengkapnya

Tari Tradisi Bali, Nominasi RI Untuk Diinskripsi UNESCO

Tari Tradisi Bali, Nominasi RI Untuk Diinskripsi UNESCO

Denpasar- Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Bali, Dinas Kebudayaan Bali, BPSNT Bali, ISI Denpasar, dan Masyarakat Tari Tradisi Bali tengah melakukan sebuah penelitian dan perencanaan proyek pelestarian, guna mengikutsertakan ‘Tari Tradisi Bali’ sebagai nominasi Republik Indonesia untuk diinskripsi UNESCO dalam Representative List of Humanity.

Untuk mendukung proses tersebut maka tadi pagi (15/6) tim nominasi melakukan perekaman tari Legong Keraton Lasem di ISI Denpasar, sebagai salah satu dari sekian banyak tari tradisi Bali. Tim nominasi telah melakukan pemetaan terhadap penyebaran jenis tari tradisi Bali, sehingga jenis tari yang terbagi menjadi tiga, yaitu tari wali, bebali dan balih-balihan telah diwakili oleh beberapa tarian. Tarian tersebut akan mewakili semua jenis tari tradisi yang dimiliki Bali. Inipun akan berdampak baik, untuk melindung tari-tari Bali klasik agar tidak diakui oleh Negara lain. Perekaman di ISI Denpasar adalah sebagai bukti bahwa tari tradisi tersebut telah ditransfer kepada generasi selanjutnya, dari tingkat anak-anak (SD), remaja (SMP, SMA hingga PT). Selain itu  juga dilakukan perekaman di sanggar-sanggar yang turut melestarikan jenis tarian ini.

Sebelumnya tim nominasi yang komandoi oleh Harry Waluyo sudah melakukan penjajakan ke ISI Denpasar. Pihaknya mengungkapkan bahwa dengan diajukannya tari-tari tradisi Bali maka akan menorehkan beberapa manfaat yaitu mampu menarik perhatian dunia pada mata budaya yang terinskripsi dan daerah asalnya (Bali), memperkuat kesadaran tentang budaya lokal dan identitas budaya suku bangsa, Meningkatkan kesadaran bangsa dan Negara tentang warisan budaya ybs., termasuk kesadaran untuk melestarikannya melalui transmisi kepada generasi muda serta dapat memacu pemangku kepentingan untuk menyusun proyek/program pelestarian dan pengembangan, dengan rancangan anggaran untuk dibiayai bersama oleh semua pemangku kepentingan, termasuk Pemerintah, Pemprov, Pemkab/ kota dan masyarakat itu sendiri.

Beberapa proses yang perlu dilakukan dalam pengisian berkas yaitu wawancara dengan narasumber  (penari dan pelatih tari Bali, tokoh adat, tokoh agama, penggemar tari Bali, pejabat Pemprov/Pemkab/Pemkot, aparat), dengan menggunakan daftar pertanyaan, guna mencari masukan untuk mengisi Formulir, pengambilan dokumentasi foto, pengambilan film untuk membuat dua film (10 menit dan < 60 menit) yang akan diisi narasi dalam bahasa Inggris, berkas akan dipresentasikan dalam Sidang Verfikasi guna memperoleh masukan dari semua pemangku kepentingan, melampirkan bukti keikutsertaan masyarakat, dan persetujuan sepengetahuan mereka sebelumnya atas isi berkas (pada sidang Verifikasi), komitmen semua pemangku kepentingan untuk penyusunan dan kemudian untuk pelaksanaan rencana pelestarian Tari Tradisi Bali, kerjasama Pemprov dan Pemkab/ Kota untuk memfasilitasi penelitian, dan penyusunan rencana pelestarian, serta tari Tradisi Bali perlu dicatat pada Pencatatan Warisan Budaya Takbenda Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

UNESCO yang merupakan lembaga PBB membidangi pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, dan komunikasi telah minskripsi Mata Budaya Indonesia yang ada dalam daftar UNESCO, yaitu Wayang Indonesia (Masterpiece 2003, terinskripsi pada Daftar Representatif, 5 Nop. 2008), Keris Indonesia (Masterpiece 2005, terinskripsi pada Daftar Representatif ,5 Nop. 2008), Batik Indonesia, terinskripsi pada Daftar Representatif 28 Sept – 2 Okt. 2009, Pendidikan dan Latihan Warisan Budaya Batik untuk Anak SD, SMP. SMA, SMK dan Politeknik dalam kerja sama dengan Museum Batik di Pekalongan. Terinskripsi sebagai “Best Practice” pelestarian warisan budaya takbenda pada 1 Oktober 2009. Sementara yang masih tahap proses yaitu Angklung Indonesia dinominasikan untuk Daftar Representatif pada tahun 2009 dan berkas sudah diajukan kepada Subsidiary Body,  semoga akan terinskripsi pada bulan Nop. 2010, selain itu Tari Saman dari Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh, sudah dinominasikan untuk Daftar Yang Memerlukan Perlindungan Mendesak pada bulan Maret 2010.
Berkas sedang dipelajari Sekretariat UNESCO dan diharapkan dapat diinskripsikan pada bulan Nopember 2011.

Humas ISI Denpasar

Tabuh Jegog

Tabuh Jegog

Oleh: I Gede Yudartha

1 Pengertian Tabuh Jegog

Gamelan Jegog merupakan salah satu jenis gamelan yang menjadi ciri khas kabupaten Jembrana (Sukerna, 2003:1). Berbeda dengan jenis gamelan sebelum yang

diungkap dalam buku ini, gamelan Jegog terbuat dari bahan dasar Bambu. Sebagimana diuraikan oleh Sukerna (2003:2-3), gamelan ini awalnya merupakan gamelan bilah dimana bilah tersebut terbuat dari kayu Bayur/Panggal Buaya dengan resonator bambu yang terdapat dan tumbuh subur di sebagian besar wilayah Jembrana. Namun karena langkanya bahan baku kayu tersebut, pada perkembangan selanjutnya bilah tersebut digantikan dengan hanya memakai bambu saja. Terjadinya perubahan ini ternyata secara musikal menghasilkan kualitas suara yang lebih nyaring dan menghasilkan suara yang menggema.

Secara aklamasi masyarakat Jembrana khususnya di kalangan seniman menunjuk bahwa yang menciptakan gamelan ini adalah I Wayan Geliguh atau Kiyang Geliduh (1872) pada tahun 1912. Ia adalah seorang seniman yang berasal dari Banjar Sebual, Desa Dangin Tukad Aya, Kecamatan Negara, Jembrana.

Sebagai produk budaya asli masyarakat Jembrana, gamelan ini memiliki fungsi yang sangat beragam. Awalnya gamelan ini dipergunakan sebagai media komunikasi untuk memanggil warga masyarakat desa agar berkumpul guna melakukan kegiatan nyucuk yakni kerja bakti membuat atap rumah dari ijuk. Pada perkembangan berikutnya, gamelan ini dipergunakan untuk mengiringi tari pencak silat, suatu atraksi yang diadakan pada waktu istirahat atau setelah selesai nyucuk. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa gamelan ini memiliki fungsi sosial yang kemudian berkembang berfungsi sebagai hiburan atau seni tontonan. Sebagai salah satu tontonan yang sangat menarik gamelan Jegog sering dikompetisikan dengan dihadap-hadapkan (mebarung) antara satu sekaa dengan sekaa yang lainnya yang mana event ini disebut dengan ”Jegog Mebarung”.

Tabuh Jegog selengkapnya

Loading...