Gairahkan Pariwisata, Buleleng Gandeng ISI Denpasar

Gairahkan Pariwisata, Buleleng Gandeng ISI Denpasar

Tarian Bali ditarikan oleh penari Bali sudah biasa. Tari Bali ditarikan oleh gadis Jepang, membuat nuansa panggung Gebyar Pariwisata Budaya Kabupaten Buleleng menjadi sangat luar biasa. Lima gadis cantik asal Jepang menarikan tari Pendet dan seorang lagi menarikan tari Truna Jaya menuai decak kagum  masyarakat dan pejabat Pemda Buleleng, dan juga wisatawan asing yang memenuhi areal Pelabuhan Buleleng, Senin, (27/12) yang lalu.

Pengamat pariwisata Buleleng, Dr. I Gede Budasi, MED, mengatakan bahwa minimnya “market” yang ada di Kabupaten Buleleng menyebabkan rendahnya minat masyarakat untuk mengembangkan seni budaya Bali, sehingga Pemda Buleleng mengundang ISI Denpasar untuk menampilkan Mahasiswa Asing dalam pentas Gebyar Pariwisata dan Budaya, sebagai upaya untuk meningkatkan animo masyarakat dalam bidang seni budaya, sehingga mampu mengembangkan pariwisata di Buleleng. Penampilan 6 mahasiswa asing ISI Denpasar ini memang sangat menggelitik setiap mata yang menyaksikannya, sehingga mengundang tanya, mereka orang asing saja mampu, kenapa kita tidak?

Gebyar Pariwisata dan Budaya ini mendapat sambutan hangat dari seluruh masyarakat Buleleng, walau hujan lebat mengguyur Pelabuhan Buleleng, masyarakat dari 148 desa yang ada di wilayah Pemda Buleleng tetap mengikuti rangkaian acara dengan hidmat, diantaranya parade gebogan bunga dan buah, tari Megoak-goakan, Tari Sang Hyang Memedi, Gong Kebyar Eka Wakya, tari Janger, Tari Panyembrama, serta tari Pendet dan tari Truna Jaya dari mahasiswa asing ISI Denpasar. “Saya sangat berterima kasih kepada ISI Denpasar yang telah ikut terlibat dalam acara ini, dan saya berhartap dapat bekerja sama dengan ISI Denpasar sebagai upaya pengembangan Pariwisata Kabupaten Buleleng,”ujar Bupati Buleleng saat ramah-tamah dengan rektor ISI seusai acara.

Rektor ISI, Prof. Dr. I Wayan Rai S.,M.A., yang hadir dalam acara tersebut, mengucapkan terima kasih yang sangat mendalam kapada Pemda Buleleng yang telah memberi kesempatan kepada ISI Denpasar untuk ikut serta dalam acara Gebyar Budaya dan Pariwisata ini. “Semoga dengan semakin dicintainya seni budaya Bali, kita semakin mampu mengembangkan Pariwisata di Kabupaten Buleleng khususnya, Bali pada umumnya,”harapnya.

Humas ISI Denpasar melaporkan.

Gamelan Bali Menggetarkan Jantung Moscow

Gamelan Bali Menggetarkan Jantung Moscow

Kiriman Kadek Suartaya, Dosen PS Seni Karawitan ISI Denpasar

Suara gamelan Bali yang renyah, lincah, dan membuncah terasa menghangatkan dinginnya kota Moskow. Sore hari pada pertengahan Agustus lalu, di sebuah institut musik klasik yang sangat prestisius di Rusia, Moscow Tchaikovsky Conservatory, para musisi dan peminat musik setempat menikmati konser gamelan Bali yang disajikan oleh para  seniman Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Suguhan tabuh Gambang Suling yang melodius dan tabuh Kebyar Ding yang dinamis dicermati sekitar 300 penonton yang memenuhi Rachmaninov Hall itu.

Adalah peringatan 60 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Rusia yang mengantar hadirnya konser gamelan Bali di Republik Federasi Rusia itu. Atas kerja sama KBRI Moscow dan Ditjen Dikti Kementerian Pendidikan Nasional, 22 orang insan seni Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar diutus menampilkan kesenian Nusantara di tiga kota Rusia itu. Di tengah sajian puspa warna tari Nusantara itulah, tim kesenian ISI menampilkan konser gamelan yang di tengah masyarakat Bali lazim disebut pentas tabuh. Dua tabuh, Gambang Suling dan Kebyar Ding, menggetarkan dan memukau masyarakat penonton yang menyimaknya dengan sumeringah.

Masyarakat Bali yang intim dengan seni tabuh pategak tentu cukup mengenal tabuh Gambang Suling dan Kebyar Ding. Gambang Suling adalah tabuh kreasi karya empu karawitan Bali I Wayan Beratha. Tabuh berdurasi sekitar 10 menit ini berungkap melodius, menstranformasikan gending Jawa, “Suara Suling“, yang menjadi sumber inspirasi tabuh ciptaan tahun 1963 ini. Sedangkan Kebyar Ding adalah kreasi lawas zaman pra kemerdekaan, sekitar tahun 1930-an, karya I Made Regog, memiliki komposisi rumit, sarat dinamika, kaya ornamentasi dan dimainkan dalam tempo cepat.

Musik Timur, gamelan dari Indonesia, termasuk amat asing
di Rusia. Senandung gamelan (Jawa dan Bali) hanya dapat dipergoki secara insidental di KBRI Moscow. Berbeda dengan keberadaan gamelan di negara maju lainnya seperti Eropa Barat, Amerika, dan Jepang, yang perkembangannya pesat, baik dipelajari dan dikaji secara formal di universitas-universitas maupun disuntuki sebagai kancah eksploratif estetik-musikal. Kini, di benua Eropa, umumnya geliat gamelan Bali dapat dijumpai di belahan barat seperti Inggris, Jerman, Belanda dan Swiss. Sedangkan di daratan Eropa Timur gamelan Bali hampir tak terdengar dentingnya

Musik asli Indonesia, gamelan, kini telah mendunia. Dunia internasional mulai berkenalan dengan gamelan, sejak komponis Prancis Claude Debussy (1862-1918) menonton gamelan di Pameran Semesta yang digelar di Paris pada tahun 1889 untuk memperingati 100 tahun Revolusi Prancis. Masyarakat benua belahan Eropa semakin menaruh perhatian terhadap gamelan ketika kemudian  pada tahun 1931, The International Colonial Ekxposition yang digelar di Perancis menampilkan pementasan gamelan dan tari dari Desa Peliatan, Gianyar, sebagai utusan pemerintah kolonial Belanda.

Rusia sebagai negara federasi pecahan Uni Soviet—musuh utama Amerika saat era perang dingin—kini baru mulai berkenalan dengan gamelan. Kendati sedikit terlambat, sebagai rumpun bangsa-bangsa penyayang keindahan yang banyak melahirkan seniman kaliber dunia, masyarakatnya begitu peka dengan muatan keindahan budaya bangsa lain seperti tampak saat menyaksikan suguhan konser gamelan Bali di Moscow itu. Margaritha Karatygina, Kepala Departemen Hubungan Internasional Moscow Tchaikovsky Conservatory menyambut gembira konser gamelan Bali yang disajikan ISI Denpasar itu serta optimis bahwa pementasan tersebut akan mendorong minat mahasiswa musik Rusia untuk mendalami lebih jauh seni musik Timur, khusunya gamelan dari Indonesia.

Kadek Suartaya

Keterangan gambar:

MEMUKAU—Tari dan konser gamelan Bali menggetarkan jantung kota Moscow dan memukau para musisi Rusia.

Gamelan Bali Menggetarkan Jantung Moscow selengkapnya

Panen Hasil Studi Di  Museum Bali

Panen Hasil Studi Di Museum Bali

Puluhan lukisan dipampang di gedung pameran Museum Bali. Karya-karya spektakuler mahasiswa Seni Rupa semester I ini menghiasi Museum Bali dari tanggal 23-25 Desember 2010. Hal yang sangat menarik dalam acara pameran bertajuk “Panen Hasil Study” Visual Art Exhibition ini, seorang mahasiswa Seni Rupa semester I Wayan Wahyu Mahameru, yang menderita cacat sejak lahir, dengan kursi rodanya mendapatkan perhatian khusus Rektor ISI yang hadir mrmbuka pameran tersebut secara resmi. Wahyu dengan karyanya yang berjudul “Galungan” sangat bangga mendapat perhatian dan pujian Rektor. Wahyu yang fasih berbahasa Inggris dan Prancis ini, sangat bahagia dan bangga mendapatkan pujian tulus Rektor.

Ketua panitia Kadek Andi Aryawan menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dekan FSRD dan Rektor serta undangan semuanya yang telah menghadiri acara pembukaan pameran tersebut. A.A. Wiramerta yang mewakili Ketua Panitia, dalam sambutannya mengungkapkan bahwa pameran yang digelar tersebut merupakan hasil kreatifitas mahasiswa dengan karya-karya yang sesuai dengan pembelajaran yang telah diikuti selama perkuliahan.

Rektor ISI, Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A. dalam sambutannya menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak Museum Bali, seluruh panitia dan seluruh mahasiswa yang telah memiliki gagasan   untuk mengadakan pameran tersebut, dan semua Dosen pembimbing yang selalu penuh semangat mendampingi mahasiswa, demi kemajuan kampus ISI Denpasar. “Saya akan memberikan “award” 5 besar terbaik kepada mahasiswa semester I karena keberaniannya mengadakan pameran” ungkap Prof Rai bangga. Prof Rai juga menghimbau seluruh mahasiswa dan dosen FSRD ISI Denpasar untuk mempersiapkan diri guna menyambut kedatangan mahasiswa UWA, University of Western Australia yang akan belajar di ISI Denpasar 2011 nanti.

Pihak UPT Museum Bali menyambut baik kegiatan pameran ini, sebagai  upaya menarik minat wisatawan untuk mengunjungi museum Bali. “Semoga pameran ini dapat lebih membangun kreatifitas mahasiswa serta mampu meningkatkan seni dan budaya Bali pada umumnya,”pungkasnya.

Humas ISI Denpasar melaporkan.

Pendidikan Jangan Dicampuri Politik

Pendidikan Jangan Dicampuri Politik

Besar di dunia akademik,Muhammad Nuh diyakini sebagai right man in the right place ketika menjabat Menteri Pendidikan Nasional.
Segudang harapan pun ditujukan pada mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini untuk menyelesaikan pekerjaan besar di bidang pendidikan. Tentu saja bagi Nuh segala rencana pembangunan dan persoalan lain bidang pendidikan tersebut harus diselesaikan. Ini mulai dari karutmarut Ujian Nasional (UN),penyusunan kurikulum, hingga tantangan memadukan entrepreneurship di perguruan tinggi. Seperti apa? Berikut wawancara dengan M Nuh. Sebagai Mendiknas yang menjabat hingga 2014,apa grand design pendidikan yang ingin dibentuk? Hal yang mau diselesaikan pada 2009– 2014 memang mengandung banyak persoalan.
Pertama,urusan aksesibilitas.Faktor penting yang mempengaruhi seseorang bisa mengakses ke jenjang pendidikan ditentukan ketersediaan dari sekolahnya. Sebab, tidak semua daerah, ada yang masih di pelosok tertentu, tidak ada sekolahan.Dengan demikian, kita harus membangun sekolah yang bukan hanya fisik, melainkan harus mengisi ketersediaan gurunya juga. Kedua,kami harus menyiapkan dari sisi keterjangkauan. Untuk pendidikan dasar ini kami bertekad untuk menyelesaikannya walaupun belum juga selesai hingga saat ini. Fakta menyebutkan, ternyata masih ada 1,7 % yang drop outdi SD. Setelah diselidiki, mereka yang tidak melanjutkan itu karena tidak terjangkau dari sisi ekonomi.
Di situlah ternyata persoalan ekonomi harus juga dicari solusi juga.Yang paling gampang ialah kami berikan beasiswa dan Bantuan Operasional Sekolah atau BOS. Data World Bank menunjukkan, setelah adanya BOS, angka partisipasi naik meskipun masih ada beberapa sekolah yang masih memungut pungutan liar.Namun, kami akan menyelesaikan masalah pungli ini. Kami juga mengakui bahwa angka partisipasi untuk SMP masih rendah. Namun, ini juga akan kami selesaikan dan tenggat waktunya hingga 2014 nanti.
Bagaimana dari sisi kualitas siswa yang masih dilingkupi keterbatasan ekonomi dan akses menempuh pendidikan?
Masalah kualitas ini memang tidak akan pernah selesai. Ibaratnya kalau sudah mampu makan, belum tentu puas dengan makanan yang ada.Makanannya harus lebih berkualitas dan bergizi, sekolah pun seperti itu. Hal ini terus menerus kami selesaikan.Akses dan kualitas harus berjalan beriringan. Masalah krusial di soal kualitas sebenarnya ada di perguruan tinggi kita.Perguruan tinggi harus bisa menghasilkan sesuatu. Bahasa yang saya sering pakai adalah perguruan tinggi tidak bisa melihat dirinya hanya pada fase investasi yang tidak memikirkan hasil lulusan di belakangnya.
Bersamaan dengan return of investment itu harus sudah saatnya menghasilkan sesuatu sehingga perguruan tinggi kita harus ditata untuk bisa menghasilkan karya inovatif yang bisa menggerakkan perekonomian. Dengan investasi di perguruan tinggi yang ada, kita kawinkan dengan entrepreneur atau jiwa kewirausahaan. Dengan demikian, persoalan masih tingginya lulusan perguruan tinggi yang masih menganggur tidak bertambah kian besar.

Konsepnya seperti apa?
Kami sedang menganalisis kebanyakan lulusan perguruan tinggi itu banyak yang menganggur di bidang mana.Tekad kami adalah jangan ada oversupply. Kami juga harus memperbanyak lapangan pekerjaan dari sisi bidang teknis seperti dokter serta IT (informasi teknologi).
Lulusan seperti apa yang ingin dicetak Kemendiknas untuk bersaing dengan pendidikan di negara lain yang sudah maju?
Intinya pada kurikulum.Orang tidak bisa disuruh sekolah lalu otomatis kualitasnya baik.Sekolah atau budaya di sekolah harus dibangun mengarah pada kemampuan kompetitif dan inovatif, termasuk pada pengembangan pendidikan karakternya.Karena itu, kurikulumnya kita desain dengan digabungkannya pendidikan karakter yang juga kompetitif. Mudah-mudahan pada 2011 nanti pendidikan berbasis karakter sudah dapat dimulai.
Saya tekankan di sini karakter bukan hanya sopan santun semata.Namun, yang ingin kita bangun disamping karakter yang menunjukkan kemuliaan sosial, kesopansantunan, kejujuran, serta karakter yang bisa menumbuhkan intelectual curiosity atau kepenasaran akan intelektual dan berpikir logis. Kalau ini dikombinasikan antara kemuliaan sosial dengan logis ditambah dengan kepenasaran ilmu,akan banyak insan Indonesia baru yang pintar, tapi tidak membohongi sesamanya.
Lalu bagaimana tingkat daya saing kita dengan pendidikan di negara lain?
Kalau kita melihat yang diterbitkan competitiveness index dari situ kita bisa bandingkan daya saing perguruan tinggi kita melalui inovasi teknologi dengan 130 negara yang tergabung dalam World Economic Forum.Data itu me-nunjukkan inovasi teknologi kita memang masih rendah, tetapi yang penting bagi pengambil kebijakan ialah ada kenaikan peringkat yang berasal dari kontribusi pendidikan. Indonesia 2009–2010 yang tadinya berada di rangking 54 sekarang ada di posisi 44.Karena itu, inovasi teknologi ini kuncinya harus digenjot di perguruan tinggi. Studi World Bank menunjukkan prestasi Indonesia kemungkinan besar akan naik.Sekarang kita bisa lihat indeks per kapita juga sudah cukup bagus.
Apa tolok ukur keberhasilan pendidikan? Apakah cukup hanya dengan memperbanyak pemenang olimpiade?
Pertanyaan itu bisa saya balik. Apakah pemenang olimpiade itu menunjukkan kegagalan pendidikan? Itu tentu keberhasilan, tapi di samping itu masih banyak faktor ketidakberhasilan yang mesti kita selesaikan.Jumlah anak SD/MI kita 31 juta murid,yang drop out1,7% atau 457.000 anak.Sementara yang tidak melanjutkan ke SMP ada 18% atau 130.000 anak. Survei ini menunjukkan semua gara-gara ekonomi. Dari hal itu pula kita siapkan beasiswa miskin sebanyak 2,7 juta. Lalu BOS harus tetap ada karena dengan BOS anak sudah relatif tidak membayar yang mahal-mahal meskipun tidak mencakup semua kebutuhan operasional sekolah.Namun, karena dana BOS dari pusat terbatas sehingga edaran Mendagri dan Mendiknas yang baru menyebutkan setiap kabupaten kota menyiapkan BOS daerah untuk menutupi 70% dari biaya operasional.
Apakah anggaranya mencukupi, sedangkan yang kita semua ketahui anggaran pendidikan sebagian besar habis untuk guru?
Guru di Indonesia ada 2,7 juta. Dari 2,7 juta itu separuhnya belum memenuhi persyaratan guru, yaitu belum D4 dan S1 sekitar 1,3 juta. Anggaran pendidikan memang banyak tersedot ke gaji, yakni tunjangan gaji guru dan dosen.Guru sendiri jika tidak kita berikan penghargaan dalam bentuk kesejahteraan yang memadai akan repot nantinya. Karena itu, mau tidak mau guru harus dimuliakan dengan minimum standar. Namun, di samping itu saya perlu tekankan lagi harus ada konsensus nasional yang bahasa inggrisnya itu Please Dont Touch! Pendidikan jangan dicampur dengan politik. Sebagaimana ganti pemimpin, ganti program dan begitu seterusnya.
Biarkan saja pendidikan berjalan sendiri, Insya Allah 10 tahun target akan terkejar. Mengapa harus ditarget 10 tahun? Sebab, jika kita mau mereform SD saja, hasilnya baru enam tahun kelihatan. Kalau ditambah dengan SMP, sembilan tahun baru kelar itu pendidikan dasar sembilan tahun.
Isu yang tidak habis dibahas tiga tahun ini adalah UN. Kapan berakhirnya kontroversi ini dan bagaimana Kemendiknas mencari jalan tengahnya?
Ada dua yang perlu dicermati. Pertama,ada kemajuan besar yang bisa kita cermati dari raker (rapat kerja) Komisi X DPR beberapa waktu lalu dengan raker tahun lalu. Tahun lalu kita masih berdebat tentang UN itu perlu atau tidak diadakan, sedangkan pada raker tahun ini atau untuk tahun pelajaran 2010–2011 yang akan datang perdebatan itu sudah tidak ada. Sekarang semuanya sepakat bahwa UN harus tetap dijalankan. Itu kemajuan semua stake holderyang sudah saling memahami dari hakekat pentingnya UN. Kedua, memang rekomendasi Komisi X sebagai representasi dari rakyat itu harus ada formula baru dari UN.
Formula itu diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah untuk menyusunnya. Karena itu, sejak tahun lalu pemerintah sudah melakukan kajian untuk membuat satu formula yang lebih pas untuk dikaitkan dengan berbagai perspektif UN tersebut. Intinya, supaya kita tidak ribut saja tiap tahun apakah UN itu salah atau benar, melanggar hak, dan seterusnya.
Sejauh mana formula baru tersebut disusun?
Formula yang kita bangun ini formula yang ada basis falsafahnya. Jadi, UN itu sebagai bagian dari sistem evaluasi yang melekat dari proses belajar mengajar. Karena itu, falsafah dari sistem evaluasi harus mencakup prinsip comprehensivness atau keutuhan.Sama-sama kita ketahui ada tiga ranah yang harus dilalui kompetensinya,yaitu aspek psikomotorik, kognitif, afektif. Sekali lagi,UN itu prinsipnya komprehensif. Karena itu, diformula yang baru UN tidak hanya berdiri sendiri, melainkan mengakomodasikan prestasi selama dia sekolah. Dengan demikian, nilai rapor, ujian sekolah, dan UN digabung menjadi satu.
Pembobotannya apakah mengutamakan UN atau nilai sekolah?
Prinsip kami,UN itu lebih besar bobotnya dibanding ujian yang diselenggarakan sekolah. Mengapa begitu? Sebab, kami sudah mempelajari peta rapor dari berbagai kelompok sekolah,baik sekolah akreditasi A, B,maupun C.Posisi masing-masing akreditasi tersebut kita lihat karena akreditasi itu mencerminkan kualitas sekolahnya.
Kalau UN ulangan tidak ada, konsekuensinya apa?
Apakah masih ada ujian ulangan atau tidak sekali lagi pemerintah sampai hari ini belum memastikan. Namun, kecenderungannya memang tidak memakai UN.Namun, sekali lagi belum ditentukan. Kalau toh ada, berarti ada kemungkinan siswa yang tidak lulus meskipun yang tidak lulus tahun kemarin persentasenya kecil, yakni 0,9%. Perubahan formula ini juga bukan untuk menaikkan jumlah siswa yang lulus karena tahun lalu jumlah yang lulus sudah bagus. Namun, ini lebih dipakai untuk mengakomodasi rasa keadilan.Kemudian, kebijakan baru yang kami gagas sekarang ini ialah hasil UN sebagai paspor masuk ke perguruan tinggi. Itu yang membedakan dari tahun sebelumnya.
Apa yang ingin dicapai dari integrasi UN dengan perguruan tinggi tersebut?
Tema besar kita ingin mengintegrasikan pendidikan secara vertikal. Faktanya, integrasi vertikal hasil anak SD bisa dipakai untuk masuk SMP, SMP juga bisa dipakai untuk SMA, tapi begitu SMA, SMK, ataupun MA mandek tidak bisa dipakai untuk masuk ke perguruan tinggi. Integrasi kedua adalah sosial. Faktanya, samasama diketahui kita punya perbedaan status sosial beragam dan faktanya pula anak-anak yang berasal dari keluarga yang tidak mampu hanya 6% yang masuk ke perguruan tinggi. Ini tidak bisa dibiarkan.Sebab,ini kemungkinan akan menjadi proses pemiskinan baru yang secara sistematis akan menjadi luar biasa.
Di sinilah kita akan mengintegrasikan yang masuk ke perguruan tinggi jangan sampai ada pembeda-beda karena status sosial tersebut. Pemerintah telah mengeluarkan satu instrumen,PP No 66/2010 bahwa setiap perguruan tinggi wajib menyediakan jatah untuk anak-anak yang berasal dari keluarga miskin 20%.Integrasi sosial itu yang akan memudahkan anakanak miskin tersebut masuk ke perguruan tinggi. Kita ingin menghapus jargon orang miskin dilarang kuliah.Yang tidak bisa kita biarkan adalah disparitas karena kewilayahan.
Mengenai mekanisme penjaringan?
Sebenarnya, untuk menjaring anak miskin,tapi berpotensi ini kita sudah lakukan pada 2010.Program ini melalui program Bidik Misi meskipun belum sampai pada angka 20%.Kepada anak-anak miskin ini kami berikan sekolah gratis selama empat tahun dengan mendapatkan beasiswa sekitar Rp500.000– Rp600.000 dan biaya hidup.Hasilnya, luar biasa.
Saya sudah berkunjung kerumah mereka di berbagai daerah.Mereka menangis karena sebelumnya tidak bisa membayangkan bisa kuliah di fakultas kedokteran, akuntansi, teknik informatika, ataupun elektro, dan lainnya. (neneng zubaidah)

Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/371819/

Gelar ”Tapak Telu” dan ”All Agree”

Gelar ”Tapak Telu” dan ”All Agree”

Suguhan aktrasi tiga seniman akademisi yang  menampilkan sebuah karya seni dalam konsep kolaborasi, berlangsung Rabu (22/12) malam  di depan Pura  Kampus ISI Denpasar. Ketiga seniman akademisi itu membawakan garapan yang bertajuk “ Tapak Telu” sebuah konsep yang dihasilkan dari perpadauan inspiratif sang seniman. Mereka adalah I Wayan Sujana Suklu,  Ngurah Sudibya dan Ditha Gambiro.

Pargelaran yang diawali munculnya sosok tubuh bertopeng dan tubuh polos berselimut kain putih membawa api obor. Dengan langkah tegap satu demi satu dari sembilan tiang obor yang berdiri acak di sekitar karya seni instalasi itu dinyalakan. Lantas, suasana perlahan terang hingga terlihat sosok seorang perempuan berbusana kamben sedang mandi kembang.

Uraian atraksi sarat nuansa magis itu pun terus berngalir di iringi alunan musik genta, gentora, desahan vokal dan alunan bait kidung suci, serta di selingi letupan kembang api. Begitu pula suara gemuruh burung besi yang secara tiba-tiba melintas di langit. Selain itu, juga di lengkapi permainan sorotan lampu fijar listrik dan aneka warna sebagai penguat karakter tokoh yang sedang bergejolak dalam atraksi seni pertunjukan kolaborasi tersebut.

Sajian imajinasi kreatif yang dipadati para penonton dari  kalangan budayawan, mahasiswa ISI ini, disambut  dengan olah gerak teaterikal tubuh nan magis yang bercerita tentang siklus hidup. Dan, akhirnya atraksi itu mencapai titik klimaks dengan sebuah atraksi cukup mendebarkan, berupa prosesi prelina (ngaben) sebuah patung tubuh manusia meru.

Tubuh manusia meru itu lebur menjadi abu. Kemudian, secara simbolik abu itu di pungut dan dimasukkan ke dalam wadah berupa buah kelapa dan selanjutnya di larung (hanyut) ke laut. Sebuah klimaks yang cukup dramatik dan sarat makna.

Persembahan kolaborasi yang berlangsung  sekitar 30 menit itu merupakan  ajang kreatif beda jurusan yakni  Wayan Suklu dari Fakultas Seni  Rupa, Ngurah Sudibya dari  Seni  Pertunjukan dan Ditha Gambiro seni rupa patung Institut Teknologi Bandung. Dan ajang ini sekaligus menjadi persembahan seni akhir tahun..Tersirat konsep yang dipersembahkan tiga seniman ini adalah proses kelahiran, kehidpuan dan kematian.
Suklu menyatakan penampilan karya ini sekaligus menjawab kegundahan hatinya untuk  menyajikan karya yang tahun ini mengambil tajuk “Tapak Telu”. Suklu sendiri mempersembahkan karya yang mengambil konsep  bambu membentuk garis  lurus yg dipatahkan membentuk segi yang berkaki, secara intuitif berbentuk  segitiga.

Usai pagelaran kolaborasi itu, dilanjutkan dengan  memamerkan karya yang diikuti oleh mahasiswa University Wetern Australia (UWA). Yaitu memamerkan fotografi kriya, patung, arsitek dan interior dengan total 50 karya lebih.

Rektor Isi Denpasar Prof. Dr. I Wayan Rai. S menyatakan atraksi dari kolaborasi pentas seni kontemporer Tapak Telu itu sejatinya hendak menyadarkan betapa hidup ini tidak akan pernah bisa lari dari sebuah kenyataan berupa hukum alam (Tuhan). Pasalnya, ketika kehidupan itu bermula dari sebuah kelahiran, kemudian berproses dalam kehidupan, akhirnya tiba saatnya menuju titik akhir berupa kematian. “Dan, siapa pun tak akan mampu melawan hukum tersebut,” tegasnya.

Humas ISI Denpasar

Loading...