Peningkatan Kemampuan Bahasa Asing Menentukan Kesuksesan Seniman

Peningkatan Kemampuan Bahasa Asing Menentukan Kesuksesan Seniman

img_8418

(Denpasar-Humasisi)Salah satu faktor penghambat kemajuan kemampuan seorang seniman  Lukis adalah kemampuan berbahasa asing, meskipun karya yang dihasilkan luar biasa akan tetapi  seniman tidak bisa berinteraksi, mengungkapkan ide dan apa yang ingin dituangkannya kepada  orang asing, sehingga berpengaruh terhadap harga jualnya dan peluangnya untuk mengembangkan  diri di tingkat inetnasional. Itu terungkap dalam pertemuan Rektor ISI Denpasar dengan mahasiswa  lukis yang telah melakukan pameran di Batu-Malang, Art Centre dan di ISI Denpasar ketika  berlangsungnya konferensi internasional yang diprakarsai SSEASR, ISI Denpasar dan UNHI.Pada  Acara tersebut dihadiri oleh seluruh mahasiswa yang telah berpameran, PR I Drs. I Ketut Murdana,  MSn, PR III Drs. I Made Subrata, MSi, Dekan FSRD Dra. Ni Made Rinu, MSi, PD II FSRD Drs. I Made  Bendi Yudha, MSn dan jajaran struktural FSRD ISI Denpasar. Rektor ISI Denpasar Prof. I Wayan Rai  S., MA menyatakan bangga dan salut atas prakarsa mahasiswa yang telah sukses menggelar pameran, apalagi pada waktu konferensi banyak profesor dari 61 negara menyatakan rasa kagumnya atas kepedulian mahasiswa ISI Denpasar terhadap keberlangsungan Air di dunia lewat karya-karya yang bertemakan Air dengan kualitas yang membanggakan.

Berkenaan dengan hal tersebut, Prof. Rai juga mempertanyakan rencana mahasiswa ke depan dan mengharapkan agar terus diadakan pameran baik di lokal Bali, di Kota-Kota Besar di Indonesia atau di ruang lingkup internasional. Kelemahan mendasar dari mahasiswa yang dicermati Rektor adalah dari segi kualitas karya memang luar biasa kemampuannya namun dari segi kemampuan bahasa asing khususnya bahasa Inggris masih perlu ditingkatkan lagi. Karena terbukti mahasiswa pada waktu menjelaskan idenya atau karyanya lewat bahasa, terkesan mahasiswa gagap atau bahkan kebingungan, ini menyebabkan para tamu internasional kurang menghargai karya tersebut akibat dari kekurang jelasan penjelasan dari sang seniman. Apalagi peluang ke luar negeri bagi mahasiswa sekarang ini sangat terbuka lebar seperti Double Degree Program atau Sandwich program seperti yang digariskan oleh DIKTI. Prof. Rai juga menawarkan program peningkatan kemampuan bahasa Inggris (TOEFL) secara gratis, dimana instruktur dan Laboratorium telah disediakan oleh Institut. Namun Uniknya program bahasa ini diarahkan ke bagaimana seorang seniman membahasakan karyanya sehingga bisa dimengerti oleh orang asing selain bisa berinterkasi dengan masyarakat asing sehingga dapat membuka peluang untuk berpameran di tingkat internasional. Prof. Rai juga mengharapkan prestasi dari mahasiswa dengan jalan selalu aktif berpameran dan berkompetisi.

Dalam pertemuan tersebut juga terjadi dialog dari Mahasiswa seperti Albaniadi yang berencana akan mengadakan pameran bersama ISI Yogyakarta, ISI Surakarta dan ISI Denpasar. Widiantara yang berencana menginginkan pameran di daerah–daerah Bali yang berkelas internasional seperti Gaya Space-Ubud dan Museum Puri Lukisan. Semua hasil diskusi ini akan dijadikan masukan bagi Rektor dan Dekan FSRD khususnya untuk kedepannya. Ini mencerminkan semangat mahasiswa untuk terus mengembangkan dirinya lewat pameran dan akan di dukung secara penuh oleh institusi.

MAHASISWA FOTOGRAFI, FSRD ISI DENPASAR “EKSPLORATION TENGANAN PEGRINGSINGAN”

MAHASISWA FOTOGRAFI, FSRD ISI DENPASAR “EKSPLORATION TENGANAN PEGRINGSINGAN”

Suasana Hunting Fotografi di Tenganan

Suasana Hunting Fotografi di Tenganan

Budaya Bali memiliki keindahan dan taksu yang tidak pernah tidur dalam sehari pun, aktivitas budayanya hampir setiap hari terus bernafas seperti kehidupan manusia yang perlu oksigen untuk dapat hidup, seperti itulah budaya Bali. Keunggulan budaya yang dimiliki Bali ini dimanfaatkan Program Studi Fotografi  sebagai objek eksplorasi yang tidak pernah sepi, ini tidak dapat ditemui  di institusi seni lain di Indonesia.

Tenganan Pegringsingan sebagai daerah yang kental dengan aktifitas budaya menarik untuk dieksplorasi oleh dosen dan mahasiswa Fotografi FSRD, ISI Denpasar. Kegiatan utamanya adalah upakara mekare-kare, rejang, dan hampir seluruh kegiatannya mengandung sudut estetis. Eksplorasi selama dua hari membuat kepuasan tersendiri rasa lelah tidak terasa, melihat hasil yang memuaskan.

Anak-anak Fotografi bergulat dengan panas, debu dan lapar namun tetap fokus pada moment yang tidak mau ketinggalan sedikitpun, diantaranya Gung wijaya, Ryo Agung, Avian, Deyu, Teja, Budiwijaya, Gunk Ama, dibimbing Made Saryana, S.Sn., MSn., dan I Komang Arba Wirawan,S.Sn.,Msi. Yang menemani mahasiswa sampai akhir acara rejang yang sangat mengagumkan. Selanjutnya hasil karya eksplorasi Tenganan Pegringsingan 2009, akan dikurasi untuk dipergunakan sebagai materi pameran fotografi di tingkat nasional dan internasional.

By. I Komang Arba Wirawan,S.Sn.,Msi

“Perlindungan dan Pengelolaan Air” Dideklarasikan Pada Penutupan The 3rd SSEASR Conference

“Perlindungan dan Pengelolaan Air” Dideklarasikan Pada Penutupan The 3rd SSEASR Conference

 

SSEASR

SSEASR

Denpasar- Setelah 567 paper didiskusikan dalam Konfrensi Internasional yang diselenggarakan oleh South and Southeast Asia Association For Study of Culture and Religion (Satu organisasi ditingkat Asia dan Asia Tenggara untuk studi agama dan budaya) bekerjasama dengan ISI Denpasar dan UNHI Denpasar, tema : Water in South and Southeast Asia: Interaction of Culture and Religion, maka pada penutupan konfrensi dideklarasikan untuk konservasi dan pengelolaan air. Selama konfrensi beberapa issu dan masalah terkuak yaitu (1) air memiliki peranan penting untuk bumi dan kehidupan manusia, flora, fauna dan ketahanan eksisitensi bumi, (2) Evolusi umat manusia telah melalui tiga tingkatan, yaitu a. Peradaban air, b. Peradaban industri serta C. Peradaban jasa/ layanan, (3) Dinamika peradaban manusia mengakibatkan penggunaan air yang berlebihan dan berkurangnya sumber mata air, (4) Kondisi penggunaan air berlebih dan berkurangnya sumber mata air telah mengakibatkan berkurangnya kualitas kehidupan di bumi, dengan pertumbuhan dari kebiasaan manusia dan komunitasnya menunjukkan bahwa tanda-tanda konservasi dan pengelolaan air menjadi tuntutan, hasil dalam peningkatan jumlah air dapat digunakan oleh manusia dan mahkluk hidup lainnya di bumi ini.
Sehingga dari issu dan permasalahan tersebut dapat diberikan solusi bahwa: (1) Solusi secara umum adalah untuk mengembalikan semangat guna melakukan strategi dan kegiatan nyata secara bersama-sama untuk konservasi dan langkah-langkah pengelolaan air yang tepat adalah untuk melindungi dan memperbaiki kegiatan melalui Gerakan Penghijauan Bumi (Green Earth Movement). (2) Mempertahankan basis budaya, seperti berbagai kearifan local di wilayah Asia dan Asia Tenggara. Khususnya dari Bali, konservasi air sebagai asset suci dan pengelolaan air melalui organnisasi pertanian “subak”. Protensi air melalui kesrifan local, mitologi masyarakat Bali terhadap air (Dewa Wisnu), eksisitensi dari upacara Sad Kerthi dan juga konsep dari Tri Hita Karana sebagai budaya yang penting serta pondasi spiritual.
Selain itu deklarasi juga menghasilkan percepatan dari pertukaran kerjasama antar bangsa, yang menyatakan bahwa: (1) Pertumbuhan budaya spiritual dan gerakan social dalam sebuah jalan networking dan juga gerakan social untuk melakukan kegiatan nyata untuk pelestarian air, pengelolaan air dan juga memelihara kualitas air. (2) Semua Negara sudah seharusnya memberikan contoh untuk pengelolaan secara berlanjut dan pertukaran komunikasi antar bangsa.
Dalam pendeklarasian hadir ketua panitia Prof. Dr. I Wayan Rai S., M.A., Profesor Amarjiva Lochan Presiden SSEASR, Kepengurusan SSEASR dan Presiden IAHR (CIPSH, UNESCO) Prof. Ms Rosalind Hackett, Prof. Rosalind sangat kagum dan bangga dengan kesuksesan acara konfrensi internasional ke-3 SSEASR yang digelar di Bali. Kekagumannya dia ungkapkan saat penyampaian sekapur sirih tentang konfrensi yang merupakan buah hasil kerjasama antara SSEASR dengan ISI Denpasar dan UNHI Denpasar. Dia menyampaikan bahwa konfrensi di Bali ini adalah paling mengesankan. Selain keramah-tamahan yang dia dapatkan selama mengikuti konfrensi, nuansa alam kampus yang lestari juga mengantarkan kesan tersendiri yang tak terlupakan bagi para akademisi untuk dapat bertukar pandangan sesuai tema yang diangkat yaitu Water in South and Southeast Asia: Interaction of Culture and Religion. Apalagi suguhan pementasan tari, tabuh dan pameran mampu menghipnotisnya untuk terus akan mengenang Bali.

Humas ISI Denpasar melaporkan

’Waters’ Pameran Seni Rupa Air  Bagi Kehidupan Manusia

’Waters’ Pameran Seni Rupa Air Bagi Kehidupan Manusia

Pembukaan Pameran

Pembukaan Pameran

Air– bagi kehidupan manusia, memberikan manfaat dan makna yang tidak terbatas bagaikan wujud kasihNya. Bagi kehidupan berkesenian air telah banyak memberikan inspirasi, karena wujud keindahan yang menyenangkan bagi setiap orang yang menyaksikannya. Akibat vibrasi sentuhan itu para seniman menimbulkan pengalaman estetis dan interfenetrasi mendalam, sehingga melahirkan inspirasi dan proses kreatif. Inspirasi dan proses kreatif sepanjang perjalanan sejarah kesenian diekspresikan menjadi wujud-wujud gaya yang sangat beragam, itu artinya bahwa air bagaikan “ibu” sebagai “sumber pemberkat” keindahan bagi seniman. Oleh karena demikian menjaga, kelestarian dan kesucian air menjadi kewajiban yang sangat melekat bagi kita semua.

Pameran yang mengambil tema “WATERS” dalam rangkaian The 3rd SSEASR CONFERENCE OF SOUTH AND SOUTHEST ASIAN FOR THE STUDY OF CULTURE AND RELIGION ON Waters in South and Southeast Asia: Interaction of Culture and Religion, yang berlangsung dari tanggal 3 s/d 6 Juni 2009, di gedung kryasana pameran tetap FSRD Institut Seni Indonesia Denpasar.

 

Demontrasi seni rupa Juni 2009
Demontrasi seni rupa Juni 2009

Berkaitan dengan itu para dosen dan mahasiswa Fakultas seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Denpasar berupaya memamerkan karya-karyanya bertemakan air sebagai wujud ajang kritik dan apresiasi dalam upaya mengenal air sebagai sumber kehidupan dan meningkatkan kualitas proses kreatif. Kegiatan pameran seperti yang sudah sepantasnya didukung oleh berbagai pihak terutama pemerhati seni.

Pameran ini menampilkan 80 karya seni rupa, dengan 40 seniman akademik yang menvisualisasi air dengan berbagai gaya, yang sangat estetis dan variatif. Penampilan Ps. Fotografi dengan dengan 12 fotografer menampilkan 15 karya tampil dengan berbagai proses kreatif fotografi digital imaging, yang mampu menyedot pengunjung pameran. Seperti tema budaya yang ditampilkan I Komang Arba Wirawan, dosen fotografi ISI Denpasar, dengan judul menuju air suci, karya ini hasil hunting dengan mahasiswanya pada rangkaian upakara melasti panca Bali krama beberapa bulan yang lalu di pantai watu klotok klungkung. Begitu juga penampilan karya Anis Raharjo dosen Ps. Fotografi yang sedang menempuh S2 penciptaan di ISI Yogyakarta, menampilkan karya dengan judul “waters” seorang bayi yang masih dalam kandungan ibunya yang masih dibungkus oleh air ketuban. Karya I Made Saryana dengan Judul Hobies, tampil dengan fotografi hitam putih dengan komposisi yang mempesona.

Seniman lukis semester VI Ps. Lukis dengan karya instalasinya mampu memberi warna dan penuangan ide yang sangat cerdas dalam penyampaian pesan kepedulian kita terhadap air. Instalasi yang diberi judul “safe water” karya I Gede Jaya Putra dapat sanjungan presiden UNESCO ‘ ini merupakan ide cerdas dari seorang seniman akademis muda” katanya sambil memberi ucapan selamat. Dari seluruh karya lukis, krya, patung dan demonstrasi mahasiswa lukis mendapat sambutan yang antosias dari seluruh peserta konferensi.

Arba wirawan melaporkan untuk ISI Denpasar

Tari Udakanjali Pukau Peserta Konfrensi SSEASR

Tari Udakanjali Pukau Peserta Konfrensi SSEASR

Tari Udakanjali

Tari Udakanjali

Denpasar–  Tari garapan baru dengan judul “Udhakanjali” ciptaan Ida Ayu Wimba Ruspawati, S.ST., M.Sn., mampu memukau para peserta konfrensi internasional tadi pagi (3/6/09) dalam acara pembukaan konfrensi ke-3 SSEASR. Tari tradisi yang dikembangkan ini diawali dengan kedatangan “pemangku” yang membawa “pejati” atau perangkat upacara untuk memuja Tuhan sebagai ungkapan terima kasih dan sujud syukur kehadapan Tuhan. Orang suci bagi umat Hindu di Bali ini menghantarkan para penari menuju ke panggung untuk membawakan tarian yang bermakna “ai suci sebagai persembahan”. Tarian ini memang diciptakan pencipta khusus untuk kegiatan konfrensi yang sesuai dengan tema konfrensi yaitu Water in South and Southeast Asia: Interaction of Culture and Religion, dimana perspektif air dari Selatan dan Tenggara Asia sebagai interaksi budaya dan agama akan dibahas dalam konfrensi yang berlangsung 4 hari. Ida Ayu Wimba yang juga dosen ISI Denpasar menambahkan air adalah segala-galanya di dunia ini, dan semua makhluk didunia ini akan berakhir sebagai air. Air adalah nikmat dan karunia Tuhan yang luar biasa bagi umat manusia, air menjadi sumber kehidupan yang paling penting. Untuk itu lewat garapan tari yang berdurasi sekitar 8 menit ini diharapkan mampu membuka cakrawala kita untuk turut menjaga keberadaan air di bumi ini. Layaknya fitur air, garapan tari ini memiliki gerakan yang statis, dinamis dan murka serta desain kostum berkarakter air dengan pilihan warna biru dan putih. Tarian ini dibawakan oleh Sembilan (9) penari dari mahasiswa semester VI jurusan Tari ISI Denpasar. Menurut pencipta dipilihnya Sembilan penari karena angka Sembilan adalah nilai tertinggi dan sebagai simbul Dewata Nawasanga (pengider buana).

Sementara iringan tari akan dibawakan oleh penabuh wanita ISI Denpasar “Asti Pertiwi”. Sesuai dengan kiprahnya “Asti Pertiwi” kian terdengar dikancah seni Bali. Tak heran karena keaktivan para penabuh yang terdiri dari para dosen, staf, mahasiswa, serta seniman untuk turut mengikuti berbagai kegiatan yang berlandaskan “ngayah”. Diawali dengan kegiatan “ngayah” dikampus ISI Denpasar, kumpulan ibu-ibu ini mampu menembus kancah local, nasional hingga internasional. Aktivitas Asti Pertiwi mengemban misi Tridharma Perguruan tinggi yang salah satunya pengabdian kepada masyarakat dimulai dari ngayah berkaitan dengan uparana odalan di Pura Padma Nareswara ISI Denpasat. Awal dari itulah akhirnya Penabuh wanita ISI Denpasar “Asti Pertiwi” ini, hingga kini sudah melakukan  kegiatan ngayah di beberapa yang ada di Bali diantaranya Pura Besakih saat Odalah Bhatara Turun kabeh, Pura Batur, dan 36 pura lainnya sudah pernah dijajah untuk kegiatan “ngayah”. Selain pura-pura di Bali, Asti Pertiwi juga pernah merambah ke luar Bali yaitu Lombok, dengan “ngayah” di Pura Dalem Karangjangkong, Cakranegara, Lombok-Nusa Tenggara Barat pada tilem kedasa, tanggal 24 April 2009. Selain itu Asti Pertiwi juga pernah menorehkan sejarah dengan tampil pada pembukaan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke 29, tampil dihadapan Menteri Pendidikan Malaysia saat kegiatan SEAMEO Conference tahun 2007, serta tampil dalam berbagai ajang penting lainnya.

 

Asti Pertiwi dalam Pembukaan SSEASR 2009
Asti Pertiwi dalam Pembukaan SSEASR 2009

Menurut Koordinator Asti Pertiwi, Ni Ketut Suryatini, S.Kar., M.Sn., Asti Pertiwi yang didukung penuh oleh Rektor ISI Denpasar merasa bangga diberi kesempatan untuk tampil mengiringi tarian Udhakanjali dalam pembukaan Konfrensi Internasional ke-3 SSEASR. Asti pertiwi menampilkan sebuah komposisi bertema air dengan penyampaian dari bentuk syair kolaborasi antara tabuh dan gending ciptaan Ni Ketut Suryatini, S.Kar., M.Sn., beserta I Gede Mawan S.Sn. Dalam garapan tabuh ini Ni Ketut Suryatini mengungkapkan bahwa selama ini kita terlalu terlena dengan keduniawian sehingga mengabaikan pentingnya manfaat air. Jika air dalam tubuh kita diberikan perlakuan yang positif, maka air akan sangat berguna sebagai penyembuh yang sangat ampuh dan dahsyat. Demikian halnya air yang ada di alam semesta ini, kalau diberikan perlakuan yang positif maka air yang ada di alam semesta ini akan sangat memberikan manfaat yang sangat luar biasa, memberikan sumber penghidupan bagi setiap benda yang ada di alam ini. Air ciptaan Tuhan yang sangat dahsyat dan luar biasa ini merupakan jembatan dan keterkaitan antara kehidupan alam dan kehidupan manusia. Sehingga garapan tari dan tabuh ini mampu menyadarkan manusia untuk menjaga air untuk kepentingan bersama.

Guna menyambut kedatangan tamu-tamu kehormatan selain tabuh Semarpagulingan persembahan Asti Pertiwi (gabungan para dosen, staf, mahasiswa ISI Denpasar serta seniman), kedatangan tamu juga disambut dengan alunan nada gender yang dibawakan oleh 10 anak-anak yang tergabung dalam Asti Kumara (kumpulan anak-anak dosen, staf ISI Denpasar serta para seniman). Mereka adalah Made Putra Darma Yadya, I Gede Putra Darma Jaya, Gung Surya, Gung Indra, Gung Dian, Gung Angga, Gosa, Lanang, Wahyu dan Yogi. Mereka yang berlatih dibawah asuhan Ni Ketut Suryatini, S.SKar., M.Sn., mereka membawakan beberapa tabuh gender. Ketut Suryatini mengungkapkan anak-anak yang berusia kisaran 7 sampai 11 tahun ini sangat apresiasif dan responsive dalam mengikuti berbagai kegiatan seni, hingga selain sering mengikuti event-event baik upacara agama maupun acara nasional, mereka juga pernah menorehkan sejarah dengan seringnya mengikuti lomba-lomba hingga pernah mendapatkan juara 1 lomba PSR tk SD. Ketut Suryatini menambahkan sanggar yang dibinanya adalah berlandaskan “ngayah”. Berangkat dari situlah diharapkan akan mampu melahirkan generasi penerus yang memiliki moral dan mental yang baik. Sehingga guna dapat menampilkan karya terbaiknya nanti dalam pembukaan The 3rd SSEASR Conference mereka latihan secara intensif (setiap hari) dari biasanya 2 kali sehari.

Humas ISI Denpasar melaporkan

Loading...